Friday, April 11, 2014

Fate

source: quotesparade.com

We may have big dreams. We may have big desires. It's not a problem as long as the dreams or the desires give usefullness for the people. A famous quote said that we doesn't need to give up, the matter is the time. We will meet what we want at the proper time. But for some reasons, we may feel this is too much, and make us can't stand anymore. We may think this is the last and never meet the success at final. 

At the time when you were jealous at someone's success. At the time when you felt you have same rights but it didn't come to you. You felt sad because there was no justice. You felt upset because you couldn't make it while your friends could. You sweared at your ownself. You felt there was something wrong but you thought it was not coming from you. There was something wrong with the system.

At last, you will felt that the world was really cruel. Your fate was really damn bad. You felt that you were the loser. You felt that you were alone. You felt that you couldn't bear to cry. You cried a lot but the world didn't care to you.

Only "why" and "how" were flying in your mind. 
Why did it happen?
How did it happen?

"This is your fate..." a sound came from your heart.
"So what should I do?"

"This happened may be caused you have done something wrong..." another sound heard.
"What I have done? What kind of wrong things I have done? I love you Allah, but why you give this to me?"

"Never think negatively to Allah!" the sound came again.
"I'm sorry I have been wrong. So what is this?"

...
...
...

I realized. 
This is wrong. 
You had never growm to be adult if you still responds the problems unwisely.
How old are you?
The ages sometimes can't reflect how you think. 

You have faced a lot of problems before this problem come out.
Be wisely, it's not your first.
Every problems, there is the solution.
Just be patient and try to search for the solution. 
The problems appearing is not to be sobbed. 

What kind of problems have made you cry so much?
Is it really precious for you?
Be a woman!
Look under you!
There are still a lot of people doesn't have same lucky like you!
Never look above.
You have to learn much from the people unlickier from you.
Be wise!
Give a lot of grateful to Allah!

You have to believe the presence of the fate. Every things happens to you, there is a good reason behind that. Be cheerful! Something that you considerated as good, it's not absolutely good. It can be otherwise, it's may bad to you. 

Now, I still have to learn much.
Learning much to be wiser and positive thinker.

"I only know that the first time is ACCIDENTAL, the second time is INEVITABLE, and the third time is by FATE." -Ji Cun Xi

(8/8/2014)
Posted on by Nurul Fajry Maulida | No comments

Sunday, April 06, 2014

Catatan Bioteknologi Farmasi #3

Pada pertemuan ketiga, salah satu dari kelompok diminta untuk mempresentasikan video yang didapatnya tentang PCR dan ELISA. Jika searching di Youtube tentang PCR dan ELISA, akan ada banyak macam video yang bisa dilihat. 

PCR dan ELISA tersebut digunakan di bioteknologi farmasi dalam hal diagnostik molekuler. Sebelum adanya penggunaan ini, diagnosis menggunakan metode yang klasik membutuhkan waktu yang lebih lama yang artinya dengan adanya pengembangan ini, diagnosis dapat dilakukan lebih cepat. Dengan kata lain, pengembangan bioteknologi di bidang diagnostik molekuler sangat dibutuhkan untuk mendapatkan deteksi yang lebih spesifik, akurat, murah, dan cepat. Misalnya saja, jika dulu sebelum ada pengembangan ini, penyakit malaria belum bisa didiagnosis secara spesifik karena cara deteksinya masih bergantung pada penggunaan mikroskop. Padahal jenis  Plasmodium, penyebab malaria itu ada banyak, tapi tidak mampu dideteksi karena jenis protein yang dihasilkannya yang sama. Meskipun jenis proteinnya sama, kenyataannya gen yang menyandikannya berbeda. Tiap jenis Plasmodium memiliki pengobatan yang berbeda karena perbedaan tingkat keparahan penyakitnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu diagnosis yang lebih spesifik dan akurat. Dalam hal ini, adanya PCR dan ELISA, mampu melakukan diagnosis hingga level genomik.

Metode pendeteksian suatu molekul dalam diagnostik molekuler dapat menggunakan dua pendekatan, yaitu metode deteksi imunologi dan metode deteksi DNA. Contoh metode deteksi imunologi tersebut adalah ELISA, sementara contoh metode deteksi DNA adalah PCR. 

ELISA merupakan singkatan dari Enzyme-Linked Immunosorbent Assay. Penjelasan lebih lengkapnya terkait ELISA dapat ditemukan di sini dan di sini. Ringkasnya, ELISA adalah suatu teknik biokimia yang digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi atau antigen dalam suatu sampel. Dalam hal ini secara umum ELISA dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu ELISA Direct, ELISA Indirect, dan ELISA Sandwich

ELISA Direct merupakan teknik ELISA yang paling sederhana, biasanya digunakan untuk mengukur konsentrasi antigen dalam sampel ELISA. Secara langsung dan sederhana karena hanya memerlukan peranan dari antigen yang diinginkan dan antibodi yang ditautkan enzim. Gagasannya adalah apabila terdapat antigen dalam suatu sampel yang ingin dideteksi, maka antibodi yang ditautkan enzim dapat berikatan pada antigen tersebut kemudian memberikan tanda adanya keberadaan antigen tersebut dengan adanya ikatan antara substrat dengan enzim pada antibodi tersebut yang mana substrat tersebut dapat memberikan warna. Jika antibodi tidak berikatan dengan antigen tentunya tidak akan ada ikatan dengan substrat sehingga tidak memberikan warna. Rincinya, percobaan dilakukan dengan menggunakan mikrotiter. Mikrotiter merupakan semacam dinding yang memiliki lubang di mana antigen atau antibodi dapat menempel. Jadi, antigen yang diinginkan dimasukkan ke dalam mikrotiter lalu nanti akan ada yang menempel di lubang dinding mikrotiter tersebut. Kemudian dibilas agar antigen yang tidak menempel dapat dibuang. Selanjutnya antibodi yang ditautkan enzim dimasukkan ke dalam mikrotiter agar dapat menempel dengan antigen tersebut. Dibilas kembali agar antibodi tertaut enzim yang tidak menempel pada antigen juga dapat dibuang. Selanjutnya dimasukkan substrat yang mana akan menempel pada enzim yang tertaut pada antibodi tersebut lalu memberikan warna. Pendeteksian selanjutnya dapat dihubungkan dengan spektrofotometri atau lainnya. 

ELISA Indirect, disebut indirect atau tidak langsung, karena pendeteksian yang dilakukan tidak langsung mengggunakan antibodi tertaut enzim, melainkan membutuhkan antibodi primer yang  bisa didapatkan dari serum dalam tubuh atau yang lainnya yang dapat berikatan dengan antigen tersebut. Jadi prinsipnya sama seperti ELISA pada umumnya, dibutuhkan adanya penempelan pada suatu antibodi terikat enzim lalu ditempelkan substrat agar bisa memberikan warna. Namun urutannya berbeda dengan yang direct. Tentunya dalam hal ini, pertama-tama yang dimasukkan ke dalam mikrotiter adalah antigen yang ingin dideteksi, selanjutnya dibilas. Lalu ditambah dengan antibodi primer, kemudian dibilas. Dimasukkan antibodi tertaut enzim, bilas, kemudian ditambah substrat sehingga dapat memberikan tanda berupa warna hasil deteksi adanya keberadaan antibodi tersebut.

ELISA Sandwich, disebut sandwich atau roti isi, karena antigen yang akan dideteksi nantinya akan dilapisi oleh antibodi primer dan sekunder. Jadi caranya adalah pertama dengan memasukkan antibodi primer ke dalam mikrotiter, kemudian dibilas, dimasukkan antigen yang akan dideteksi, lalu dibilas, selanjutnya dimasukkan antibodi sekunder tertaut enzim, dibilas, dan terakhir ditambah substrat akan memberikan tanda berupa warna ada atau tidaknya antigen yang dimaksud. ELISA jenis ini mirip seperti ELISA direct, namun bedanya, menggunakan ELISA jenis ini, dapat diperoleh tingkat sensitivitas yang lebih tinggi karena antigen yang akan dideteksi harus memiliki kemampuan dapat mengikat pada kedua antibodi tersebut. Namun kelemahannya, ELISA jenis ini memerlukan antigen yang bersifat multivalen atau memiliki dua atau lebih sisi antigeniknya. Selain itu, antibodi yang digunakan juga harus memiliki kemampuan berinteraksi dengan antigen yang sama namun pada sisi antigenik yang berbeda. Agar lebih terbayang perbedaan ketiga macam ELISA tersebut, dapat dilihat video di bawah ini.


Untuk lebih terbayang lagi seperti apa melakukan pengujian menggunakan ELISA dalam praktiknya, dapat dilihat video di bawah ini.


PCR merupakan singkatan dari Polymerase Chain Reaction. Diagnostik menggunakan PCR ini memudahkan peneliti untuk melakukan diagnosis dini, maksudnya sebelum jumlah virus atau bakteri yang menginfeksi berkembang lebih banyak dan menimbulkan gejala pada tubuh yang tidak menyenangkan, keberadaan virus atau bakteri tersebut sudah dapat dideteksi meskipun dalam jumlah yang sedikit karena justru dengan metode ini, DNA dari virus atau bakteri patogen tersebut diperbanyak agar dapat dideteksi. Seperti diketahui juga bahwa sebelum adanya diagnosis menggunakan metode ini, diagnosis pada suatu penyakit yang diakibatkan oleh virus atau bakteri baru bisa dilakukan ketika jumlah dari patogen tersebut di atas jumlah batas tertentu sehingga dalam jumlahnya yang masih sedikit belum bisa dideteksi sehingga mempersulit dilakukannya pencegahan. Oleh karena itu, penggunaan diagnosis menggunakan PCR ini diharapkan adanya infeksi dapat segera diketahui sebelum muncul gejala-gejala yang tidak menyenangkan yaitu dengan dilakukan pencegahan.

Perbanyakan unit DNA menggunakan PCR membutuhkan DNA sampel yang akan diperbanyak,  sepasang primer, nukleotida (terdiri dari basa nitrogen A, G, C, T, sebagai bahan penyusun DNA-nya, sering disebut juga sebagai dNTP (deoxyribonucleotida triphosphate)), dan DNA polimerase (enzim yang akan membantu perbanyakan penempelan sehingga terjadi pemanjangan untai DNA). Teknik pengerjaannya terdiri dari beberapa siklus yang tiap siklusnya terdiri dari tahap denaturasi, annealing (renaturasi), dan sintesis. Sebelumnya, seluruh bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proses dimasukkan ke dalam PCR tube, kemudian dimasukkan ke dalam alat analisisnya. Setelahnya, diatur tiap siklusnya, yang pada tahap pertama, yaitu denaturasi diatur, pada suhu 95 derajat celcius sehingga DNA yang tadinya dalam untai ganda menjadi terpisah menjadi untai tunggal. Selanjutnya, suhu diturunkan menjadi 55 derajat celcius, sehingga primer dapat menempel pada tiap untai DNA, primer ditempel sebagai awalan dalam penempelan dNTP berikutnya dalam tahap sintesis. Jadi, pada tahap selanjutnya, yaitu pada suhu 72 derajat celcius (suhu pada tahap ini tergantung pada jenis DNA polimerase yang digunakan, tiap DNA polimerase memiliki suhu optimumnya masing-masing) sintesis terjadi dengan menempelnya DNA polimerase pada primer sehingga terjadi pemanjangan untai dengan adanya penempelan dari dNTP-dNTP yang sesuai. Satu siklus selesai sampai di sini. Siklus kedua terjadi dengan mengulang tahapan yang sama hingga didapatkan jumlah salinan yang dikehendaki. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat di sini, laman tersebut sangat saya rekomendasikan karena terdapat animasi interaktif yang memudahkan pembaca lebih memahami konsepnya. Ini ada tampilan dari lamannya.


Terdapat berbagai macam PCR, secara umum terdapat Real-Time PCR, Reverse Transcriptase-PCR, dan Nested PCR. Disebut Real-Time PCR, karena jumlah salinan yang sedang diperbanyak dapat diamati secara real time, atau pada saat proses reaksi perbanyakan tersebut, tidak perlu lagi menunggu reaksinya selesai dahulu baru diamati seperti pada PCR konvensional. Sementara Reverse Transcriptase-PCR biasa digunakan untuk mendeteksi RNA yang mana dalam PCR perlu diubah menjadi DNA terlebih dahulu, sehingga pada PCR jenis ini ditambah satu tahap lagi yaitu tahap sintesis cDNA dari mRNA menggunakan enzim reverse transcriptase yang mana merupakan satu-satunya enzim yang dapat merubah RNA menjadi DNA. Sementara Nested PCR merupakan PCR yang menggunakan dua pasang primer. Jadi, tidak seperti PCR pada umumnya yang menggunakan hanya satu pasang primer, pada PCR jenis ini dibutuhkan lebih dari satu pasang primer untuk mendapatkan fragmen DNA yang lebih spesifik (lebih pendek).

Demikian yang dapat saya sampaikan. Jika terdapat kesalahan dalam penyebutan atau penulisannya mohon dimaafkan. Catatan yang tersedia saya dapatkan dari berbagai sumber. Semoga dapat meningkatkan pemahaman. Terima kasih banyak sudah berkunjung :)

Catatan Bioteknologi Farmasi #2

Pada pertemuan kedua, kami menyampaikan hasil rangkuman tugas pertama kami di kelas. Tugas kami adalah membuat rangkuman terkait dampak bioteknologi dan penjelasannya serta rangkuman tabel yang menjelaskan produk bioteknologi yang beredar saat ini. Saya bersama keempat teman saya dalam kelompok 4, Mayang, Ari, Falah, dan Iik mengambil contoh dampak bioteknologi terhadap perkembangan diagnosis Leukemia. Berikut merupakan rangkumannya:


Sementara di bawah ini adalah rangkuman produk bioteknologi yang kami dapatkan disertai dengan tahun pembuatan, kegunaan, dan perusahaan pembuatnya.


Selesai pembahasan tugas masing-masing kelompok, bu Amarila melanjutkan materi Bioteknologi Farmasi terkait molekuler diagnostik, antibiotik bioteknologi, dan terapi gen. 

Diagnostik molekular digunakan untuk kepentingan pencegahan, kontrol, dan pengobatan dari penyakit infeksi karena diagnostik molekuler ini dapat memberikan identifikasi yang lebih akurat terhadap organisme patogen dibandingkan metode diagnostik klasik sebelumnya yang digunakan. Pembahasan terkait diagnostik molekuler ini dibahas lebih mendalam dalam pertemuan berikutnya karena dalam pertemuan ini ternyata hanya diberikan pengantar kemudian diberikan tugas untuk mencari video yang menjelaskan mekanisme diagnostik molekuler menggunakan PCR dan ELISA.

Berikutnya, terkait dengan pengembangan bioteknologi, produksi antibiotik ikut mengalami pengembangan. Sebelumnya, dikenal adanya produksi antibiotik dari Streptomyces spp, namun produksi dapat menurun seiring fermentasi yang dilakukan menyebabkan konsentrasi oksigen lama-kelamaan menjadi berkurang dalam media cair. Streptomyces yang hidupnya bergantung oksigen, dalam kondisi yang miskin oksigen tersebut menyebabkan pertumbuhannya menjadi menurun sehingga produksi antibiotiknya pun ikut menurun. Adanya pengembangan bioteknologi, memberikan dampak cukup besar terdapat produksi antibiotik dari Streptomyces spp tersebut. Dalam hal ini, ditemukan adanya bakteri Vitreoscilla sp, suatu bakteri aerob namun dapat hidup dalam kondisi miskin oksigen. Bakteri ini dapat hidup karena dapat memproduksi suatu protein heme homodimerik yang berfungsi mirip dengan hemoglobin eukariot yaitu dapat mengikat oksigen dari medium kemudian menyalurkannya ke dalam sel. Gagasannya dalam hal ini adalah, mengklon gen yang menyandikan protein heme dalam Vitreoscilla sp tersebut kemudian dimasukkan ke dalam Streptomyces sehingga Streptomyces tersebut dapat menghasilkan protein yang sama dan tetap dapat hidup dalam kondisi miskin oksigen sehingga produksi antibiotik tidak mengalami penurunan.

Selain antibiotik yang mengalami pengembangan dalam bidang bioteknologi, produksi senyawa nonfarmasi (bukan untuk obat) juga mengalami pengembangan, contohnya saja INDIGO. INDIGO merupakan pewarna jeans yang sebelumnya dapat menghasilkan pencemaran. Adanya pengembangan bioteknologi ini menyebabkan INDIGO tidak lagi menghasilkan pencemaran. Gagasannya sama seperti produksi antibiotik, menyisipkan gen penyandi tertentu dalam suatu bakteri untuk menghasilkan senyawa yang diinginkan. Dalam hal ini (kemungkinan) yang menyebabkan INDIGO menghasilkan pencemaran adalah senyawa indol yang dihasilkannya. Oleh karena itu, agar tidak memberikan pencemaran, senyawa indol perlu untuk diubah menjadi senyawa lain yang lebih bersahabat terhadap lingkungan, jadi indol diubah menjadi cis-indole-2.3-dehydrodiol. Perubahan senyawa tersebut ternyata terjadi dalam suatu bakteri yaitu Pseudomonas putida. Dengan demikian, gen penyandi dari bakteri tersebut kemudian disisipkan ke dalam E.coli untuk diperbanyak sehingga produksi INDIGO tidak lagi menghasilkan pencemaran. 

Terapi gen juga merupakan dampak dari adanya perkembangan bioteknologi. Jika dulu beberapa penyakit keturunan seperti diabetes melitus akibat adanya mutasi pada genetiknya belum bisa disembukan, kini dengan adanya terapi gen, harapan untuk dapat diperbaikinya kemungkinan dapat terjadi. Prinsip dari terapi gen adalah menentukan adanya kecacatan tersebut dalam level gen, kemudian memperbaikinya, dan mengamati setelahnya apakah gejala tersebut tetap muncul atau sudah tidak lagi, dalam hal ini diharapkan sudah tidak muncul lagi sehingga penderita dapat disembuhkan. Jadi, pendekatan yang dilakukan dalam terapi gen adalah pertama-tama dengan mengamati protein yang terlibat yang menyebabkan munculnya gejala-gejala penyakit tersebut, kemudian diisolasi dan dikarakterisasi sehingga asam amino dapat disekuensing. Selanjutnya, diinvestigasi sekuen gen penyandinya, lalu dibuatkan pelacak spesifik dan gen target yang dimaksud diisolasi dari pustaka genomnya. Dalam hal adanya perbaikan gen yang mengalami mutasi ini, jika versi normal dari gen tersebut berhasil diklon, maka akan sangat berguna untuk memperbaiki kecacatan/mutasi gen tersebut. Target utama dari terapi gen adalah sel somatik manusia, karena sel tersebut dapat berkembang biak. 

Dalam mekanismenya, terdapat dua macam terapi gen, yaitu terapi gen ex vivo dan terapi gen in vivo. Pada terapi gen ex vivo, sel diambil dari orang penderita, kemudian dilakukan perbaikan pada cacat atau gen yang mengalami mutasi dengan cara transfer gen. Selanjutnya diseleksi dan ditumbuhkan sel-sel yang telah dikoreksi secara genetik. Sel-sel ini disebut sebagai remedial cell. kemudian diinfuskan atau ditransplantasikan kembali ke pasien. 

Sementara terapi gen invivo, sel penderita yang mengalami mutasi tidak diambil, jadi gen remedial yang sudah disiapkan dikonstruksi pada vektor kemudian dimasukkan ke dalam tubuh penderita misalnya dengan cara injeksi yang diharapkan dapat masuk ke dalam sel targetnya.

Vektor yang digunakan pada terapi gen bisa berupa vektor viral maupun vektor non viral. Sesuai dengan namanya, vektor viral merupakan virus yang sudah dilemahkan namun masih memiliki karakter virus sehingga efek samping penggunaannya dapat memicu respon imunologi. Oleh karena itu terdapat vektor non viral misalnya berupa plasmid yang lebih aman digunakan karena tidak dapat memicu respon imunologi. Meskipun demikian, vektor viral lebih dapat cepat masuk ke dalam sel target karena kemampuannya yang dapat menginfeksi. Sementara vektor non viral, plasmid, agak sulit masuk ke dalam sel target karena mekanisme masuknya didasarkan atas transfer elektrik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada video berikut: http://www.youtube.com/watch?v=U3RygvuSrok. Dapat juga lihat pada laman ini (recommended). Di bawah ini adalah tampilan lamannya.


Selain terapi gen, dapat digunakan terapi antisense untuk memperbaiki gen yang mengalami mutasi. Terdapat dua cara terapi antisense yaitu menggunakan antisense oligonukleotida (satu utas) dan menggunakan gen antisense yang diklon. Dalam hal ini, antisense adalah utas asam nukleat DNA yang tidak ditranskripsikan yang mana merupakan pasangan dari utas yang ditranskripsikan (sense). Cara yang dengan menggunakan antisense oligonukleotida, gagasannya adalah dengan adanya antisense tersebut, diharapkan gen sense yang tadinya akan melakukan transkripsi (sudah terpisah dengan gen antisense) tidak jadi transkripsi karena telah didahului adanya ikatan dengan gen antisense. Sementara cara yang dengan menggunakan gen antisense yang diklon, gagasannya adalah ketika gen sense sudah mengalami transkripsi dan menghasilkan mRNA, gen antisense yang diklon juga mengalami transkripsi sehingga menghasilkan mRNA. mRNA dari gen sense, tidak jadi dapat ditranslasi karena adanya mRNA antisense, menyebabkan penggabungan mRNA tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:



Demikianlah yang dapat saya sampaikan. Kurang lebihnya mohon maaf. Semoga dapat bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung :D