Thursday, September 04, 2014

Catatan Etika dan Hukum Kesehatan #1

Tiga puluh menit sebelum kelas Etika dan Hukum Kesehatan dimulai, saya sudah datang. Lima belas menit berikutnya saya masih belum sadar bahwa saya ternyata tergabung dalam kelas paralel, padahal saat pengisiran rencana studi, saya memilih kelas reguler. Mungkin, tanpa sepengetahuan saya, akibat kuotanya sudah penuh, saya otomatis dimasukkan ke dalam kelas paralel. Tidak masalah bagi saya, karena ternyata dosen mata kuliah ini cukup menyenangkan. Di awal perkuliahan ini, kelas kami baik reguler maupun paralel digabung, tetapi setelahnya akan dipisah. Dosen kelas paralel ada Kak Rezi dan Bu Eme, sementara kelas reguler ada Pak Catur dan Bu Berna.

Dalam pengantarnya, Pak Catur menceritakan bahwa kelas ini akan lebih banyak melakukan diskusi dan analisis kasus, mulai dari kaidah dasar bioetika hingga undang-undang dan kode etik terkait kefarmasian. Pengantar Bioetika Kesehatan dibawakan oleh Kak Rezi.

Berikut adalah catatan saya selama kelas tersebut. Mohon maaf apabila ada yang salah, silakan belajar dari buku yang lebih terpecaya. 

Dalam bioetika, dipelajari etika dan moralitas. Etika merupakan suatu disiplin atau metodologi untuk mempertimbangkan apa yang akan dilakukan terkait suatu kejadian hal yang baik atau buruk. Bedanya dengan moralitas, moralitas adalah suatu pandangan dari masyarakat dalam menilai suatu hal itu baik atau buruk. 

Terdapat suatu istilah, yaitu ethical continuum. Istilah tersebut dijelaskan oleh skema berikut. 


Bahwa suatu aksi dapat menimbulkan reaksi. Meskipun demikian, pada manusia, terdapat suatu kotak misteri yang mana, tidak semuanya menimbulkan reaksi. Hal tersebut disebabkan karena setiap manusia memiliki karakter, empowerment, lingkungan, dan loyalty yang berbeda, yang mendorong manusia untuk memutuskan atau memilih apa yang akan ditindakkannya. 

Ada 3 dimensi yang dapat digunakanuntuk mengenal atau menilai suatu tindakan dari manusia, yaitu dimensi subjek, situasi/konteks, dan tujuan/konsekuensi.

Berdasarkan dimensi subjek, ada 5 komponen, antara lain:
  1. Pengetahuan
  2. Kehendak
  3. Emosi
  4. Deontologi, suatu ilmu tentang kewajiban
  5. Emotivisme, suatu paham yang mempercayai bahwa semua hal yang terjadi dilandasi oleh emosi
Berdasarkan dimensi situasi/konteks, terdapat komponen-komponen yang terdiri dari:
  1. Waktu
  2. Situasionalisme, suatu paham yang membenarkan suatu tindakan dalam segala situasi
  3. Implikasi/tujuan tindakan tersebut
  4. Tempat
Berdasarkan dimensi tujuan/hasil konsekuensi, terdiri dari:
  1. Utilitarianisme, melakukan sebanyak-banyaknya tindakan yang memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada orang lain.
  2. Konsekuensialisme, suatu paham yang membenarkan apapun tindakan yang penting mencapai tujuan yang diharapkan.
  3. Proposionalisme, suatu paham yang menengahi kedua paham di atas.
Selain itu, dalam menghasilkan suatu tindakan, terdapat beberapa hal rasional yang umum diketahui oleh masyarakat, seperti pernyataan dalam bahasa inggris berikut:
  1. The end justify the means
  2. If it is necessary it is ethical
  3. If it is legal and permissible, it is proper
  4. Litle white lies
  5. Fighting fire with fire
  6. If does not hurt anyone
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa yang disebut dengan moralitas adalah suatu pandangan tentang kebaikan atau kebenaran dalam masyarakat yang mana merupakan hukum dasar yang hakiki. Ciri khusus dari moralitas adalah universal dan golden rule. Golden rule adalah suatu tindakan yang didasarkan atas usaha merefleksikan tindakan kepada orang lain sebagaimana kita menginginkan orang lain bertindak terhadap kita, misalnya kita ingin tidak dibohongi oleh orang lain, maka kita tidak boleh membohongi orang lain.

Dalam moralitas, terdapat teori hidup baik, yaitu:

  1. Mencapai rasa nikmat (suatu hal yang diambil dari paham hedonisme).
  2. Cinta menyatu ke Ilahi, jadi suatu hal yang baik adalah suatu perbuatan yang menunjukkan cinta kepada Ilahi.
  3. Kebahagiaan (eudemonia).
  4. Kebajikan/keutamaan (Virtue).
  5. Menghindari perasaan sakit (Epikurus).
  6. Menyatukan diri dengan hukum alam atau sunnatullah.
  7. Tidak memiliki, tetapi menjadi.
Dalam dunia medis, terdapat beberapa persoalan bioetika. Misalnya seorang suami meminta dokter untuk meng-euthanasia istrinya yang sudah lama berada dalam kondisi koma atau contoh lainnya seorang pasien meminta pulang paksa padahal secara medis masih memerlukan perawatan dari rumah sakit. Contoh lainnya, seorang peneliti membawa virus H5N1 ke luar negeri untuk membuat publikasi genebank, hal tersebut menyebabkan ia terkenal, namun tidak memberikan manfaat apapun terhadap negara maupun masyarakat. 

Di sisi lain, juga terdapat persoalan bioetika dalam hal kefarmasian, misalnya masih saja adanya ketergantungan dengan bahan baku obat impor, adanya obat yang mahal menimbulkan munculnya obat-obat palsu, rendahnya mninat apoteker komunitas, saintifikasi jamu, konflik etikolegal industri dalam dan luar negri, hingga pemberian komisi untuk dokter. 

Selain itu, dalam memutuskan suatu tindakan, ada yang perlu diperhatikan, yaitu rights dan conscience. Rights adalah hak atau suatu justifikasi yang memperbolehkan orang lain terhadap sesuatu atau lingkungannya sehingga dalam memutuskan suatu tindakan tidak boleh melanggar rights orang lain. Sementara conscience adalah kesadaran, suatu hasil refleksi diri sendiri apakah yang dilakukan benar atau tidak.

Cakupan etika dalam kesehatan ada 4, yaitu:

  1. Macro level, tingkat pemerintahan
  2. Meso level, tingkat rumah sakit
  3. Macho level, tingkat tim medis
  4. Micro level, tingkat pasien
Dalam memutuskan suatu tindakan, perlu dikaji terlebih dahulu, apakah hal tersebut termasuk ke dalam masalah medis atau masalah etika? Beda masalah, beda penanggulangannya.

Dalam hal ini, terdapat beberapa masalah etika masa kini, yaitu:
  1. Terkait perawatan, misalnya terdapat pasien yang sudah tidak bisa berbuat apa-apa dan kemungkinan hidup kembali hanya 1%, apakah masih perlu untuk mendapat perawatan?
  2. Fasilitas teknologi yang langka. Misalnya ada suatu alat yang hanya memiliki kapasitas sehari satu pasien, ketika dalam sehari ada 5 pasien yang membutuhkan alat tersebut, lalu siapa yang harus diprioritaskan?
  3. Single parent mother. Misalnya ada pasien yang tidak ingin melahirkan anaknya karena malu anaknya tidak ada ayahnya akibat hubungan yang tidak sah. Kemudian meminta untuk diaborsi, apakah boleh?
  4. Bank sperma (penuh dengan kontroversi).
  5. Transplantasi organ.
  6. Klonasi, eugenik. Eugenik merupakan suatu hal terkait gen murni, yang mana hanya menghendaki orang tertentu dengan gen yang paling baik yang boleh bereproduksi, misalnya ada orang yang memiliki gen pembawa hemofilia, karena gen tersebut tidak baik, maka orang tersebut tidak boleh bereproduksi.
  7. Euthanasia dan sel punca (stem cell). Sel punca dalam hal ini ada dua, yaitu yang berasal dari embrio dan dari sel dewasa. Yang menjadi persoalan etika adalah sel punca yang dari embrio, karena untuk mendapatkannya harus membunuh embrio tersebut. Dilemanya lagi, hasil yang paling baik adalah yang menggunakan sel embrio. 
  8. E-health dan global bioethics. Ketika ada e-health maka seluruh informasi dari setiap orang dapat diakses sehingga kerahasiaan dari tiap orang menjadi tidak aman.
Singkatnya, yang menjadi persoalan bioetika masa kini adalah terkait medical error dan bioteknologi. Sementara persoalan bioetika di masa depan yang diprediksi akan berkembang adalah nanoteknologi, e-health, personalized medicine, dan neonatoethics.

Sebelum itu, kita perlu untuk mengetahui tujuan dari adanya suatu pengobatan. Pengobatan dilakukan untuk meningkatkan kesehatan atau mencegah penyakit, serta meredakan suatu gejala tertentu. Seiring dengan hal itu, bioetika memberikan arahan kepada tenaga kesehatan yang terlibat bahwa tujuan dari bioetika adalah agar tenga kesehatan mampu mengidentifikasi persoalan etika/medis, mengobati tidak berdasarkan alasan pribadi, dan mencoba memahami kesalahan orang lain.

Dalam hal ini, ada 4 norma pokok dalam keprofesian, yaitu:
  1. Beneficene
  2. Non maleficence
  3. Autonomy
  4. Justice
Beneficence merupakan suatu sikap atau perbuatan baik, tindakan yang dilakukan karena memberikan banyak pengaruh baik. Seorang tenaga kesehatan, suatu orang yang memiliki profesi dalam bidang kesehatan, memandang pasien untuk memberikan suatu hal semata-mata untuk kebaikan pasien itu sendiri, bukan untuk keuntungan pribadi. Misalnya, dahulu Hipocrates memberikan ramuan kepada pasien untuk kebaikan. Namun setelahnya, terpikir apakah kebaikan tersebut melalui ramuan dapat menimbulkan kerugian? Oleh karena itulah, norma profesi berkembang menjadi non maleficence. 

Non maleficence artinya tidak merugikan, di sini tenaga kesehatan memposisikan pasien yang mendapatkan kebaikan dan diupayakan tidak mendapatkan kerugian. Sebelum ada norma ini, seorang pasien kanker diberikan obat kanker untuk kebaikannya, namun efek sampingnya, pasien tersebut akan merasakan ketidaknyamanan selama pengobatan, misalnya rasa nyeri yang sangat dan lainnya.

Selain norma tersebut, berkembang pula norma justice, keadilan, bahwa norma ini memandang selain pihak I dan pihak II, tetapi juga memperhitungkan pihak lainnya. Apakah perlu untuk memberikan kondisi yang sama untuk pasien yang lainnya? Jadi, norma ini memegang paham universal.

Norma yang paling baru adalah autonomy, melibatkan kekuasaan pasien, self determination. Dulu, dokter yang memiliki kekuasaan, pasien tidak memiliki hak untuk memilih pengobatannya, karena jika tidak demikian, dianggap mengkerdilkan profesi dokter. Namun kini, pasien diberikan kekuasaan untuk memilih keputusannya sendiri, melalui informed consent, dengan dasar bahwa hal ini dikembalikan kembali kepada pasien yang memiliki urusan. 

Tenaga kesehatan sebagai profesi, kata profesi itu sendiri berasal dari kata "to profess" yang artinya mengakui sesuatu, mengakui bahwa orang tersebut mampu untuk melakukan tindakan tertentu". Seorang yang memiliki profesi harus sejalan tindakan dengan komitmennya sehingga dapat dipercaya. Tanggung jawab dari profesi adalah adanya komitmen pengembangan profesi dan memiliki kompetensi yang diharapkan.

Untuk materi selanjutnya, akan lebih banyak dibahas mengenai kode etik profesi, yang akan memberikan batasan-batasan bagi profesi, khususnya apoteker untuk bidang kefarmasian.

Demikian yang dapat saya sampaikan. Kurang lebihnya mohon maaf. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung :D

0 comments:

Post a Comment

If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)