Friday, September 11, 2015

Catatan Analisis Farmasi #2

Apabila pada pertemuan pertama yang dibahas mengenai analisis mutu sediaan baku, pada pertemuan kedua ini yang dibahas adalah analisis mutu sediaan farmasi. Sebagian besar yang dituliskan di sini adalah materi pada power-point Pak Hayun, disertai dengan penjelasan yang saya dengarkan selama di kelas. Tidak berbeda dengan bahan baku, pengujian metode analisisnya dilakukan sebagaimana yang dilakukan pada bahan baku, yaitu menggunakan prosedur standar (baku/resmi) atau prosedur alternatif (non baku atau hasil pengembangan). Prosedur standar merupakan metode analisis yang ditetapkan pada kompendial, seperti Farmakope. Sementara prosedur alternatif merupakan prosedur yang tidak tertulis pada Farmakope sehingga disebut non baku atau berupa hasil pengembangan sendiri. Meskipun "hasil pengembangan", tidak sepenuhnya murni pengembangan sendiri, tetapi bisa juga dari hasil modifikasi prosedur baku karena berbagai alasan.

Prosedur baku yang digunakan tidak serta merta langsung dapat digunakan, melainkan harus diverifikasi terlebih dahulu. Selanjutnya, dapat diuji dengan prosedur baku tersebut dan tentunya harus memenuhi semua persyaratan yang tercantum dalam monografi. Sementara apabila menggunakan prosedur alternatif, perlu dibuktikan prosedur tersebut dapat memberikan ketelitian dan ketepatan yang paling sedikit sama denan prosedur baku, yaitu caranya dengan dilakukan validasi terlebih dahulu. Bagi yang belum paham perbedaan antara verifikasi dengan validasi, dapat dibaca di sini. Di bawah ini adalah penjelasan yang saya kutip dari sumber tersebut:
Verifikasi dilakukan terhadap suatu metode baku sebelum diterapkan di laboratorum. Verifikasi bermaksud untuk membuktikan bahwa laboratorium yang bersangkutan mampu melakukan pengujian dengan metode tersebut dengan hasil yang valid. Yang diuji adalah keselektifan seperti uji akurasi dan presisi.
Sedangkan validasi digunakan untuk metode tidak baku, suatu metode yang  dikembangkan sendiri oleh laboratorium, atau metode baku yang dimodifikasi. Validasi dilakukan untuk memastikan bahwa metode pegujian maupun hasil kalibrasi tersebut sesuai untuk penggunaan yang dimaksud dan menghasilkan data yang valid. Parameter yang diuji meliputi presisi, akurasi, batas deteksi (LoD), batas kuantitatisi (LoQ), selektivitas, linieritas, repitabilitas, reproduksibilitas, ketahanan (robustness), sensitivitas silang, dan sebagainya.
Prosedur alternatif banyak digunakan karena berbagai hal padahal prosedur bakunya tersedia. Apabila hasil pengujian menggunakan prosedur alternatif tidak sama dengan hasil pengujian menggunakan prosedur baku, maka yang diambil adalah hasil dari pengujian menggunakan prosedur baku.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa prosedur alterntif dapat bersumber dari modifikasi prosedur baku. Hal ini terjadi karena adanya permasalahan dalam sediaan farmasi, yaitu adanya matriks atau senyawa lain dari bahan uji. Yang jadi masalah adalah ada atau tidaknya gangguan saat pengujian dari adanya senyawa lain dan bahan tambahan yang terkandung.  Dengan demikian, ada kemungkinan tidak terpenuhinya persyaratan apabila digunakannya prosedur baku. Misalnya akibat pemisahan yang kurang baik, puncak kromatogram yang tidak simetris, tidak samanya kolom kromatografi buatan antar pabrik. Akibatnya jika verifikasi yang dilakukan tidak terpenuhi adalah dengan melakukan modifikasi prosedur hingga dengan adanya prosedur alternatif ini diharapkan dapat memenuhi sistem yang dikehendaki. 

Apabila perubahan yang terjadi tidak terlalu besar, masih dianggap menggunakan prosedur baku. Misalnya perubahan komposisi fase gerak sedikit hingga diperoleh sistem yang diharapkan. Namun apabila perubahannya besar, misalnya berbagai parameter diubah, maka dilakukan modifikasi prosedur hingga dianggapnya menggunakan prosedur alternatif atau non baku.

Parameter yang harus divalidasi berbeda-beda antara penetapan kadar (PK) zat aktif obat (I), PK cemaran/hasil urai (IIA), uji batas cemaran/hasil urai (IIB), dan PK karakteristik kinerja sediaan obat (III). Berikut adalah parameter masing-masing kategorinya.


Untuk uji BE, semua parameternya dilakukan, hanya saja toleransi parameternya bisa berbeda. 

Dalam pengujian ini, ada istilah spesifisitas. Istilah ini lebih digunakan dalam penetapan kadar. Spesifisitas itu lebih dari selektivitas. Selektif belum tentu spesifik. Pengertian antara spesifisitas dan selektivitas masih diperdebatkan. Selektifitas/spesifisitas masih diartikan dengan definisi yang sama, yaitu kemampuan metode untuk mengukur secara akurat dan spesifik analit dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Apabila ada istilah spesifisitas reaksi, maka artinya adalah suatu reaksi dikatakan spesifik apabila pengujiannya hanya terjadi pada senyawa yang diinginkan saja. Contohnya ion Cl, reaksinya spesifik dengan AgNO3, yaitu membentuk endapan dengan warna tertentu. Sementara selektivitas reaksi, suatu reaksi dapat terjadi pada senyawa yang lain juga. Misalnya, melakukan identifikasi menggunakan KCKT, berdasarkan waktu retensi antara sampel terhadap standar, waktu retensinya sama. Identifikasi ini selektif untuk senyawa tersebut, kemungkinan munculnya senyawa lain. Tetapi apakah bisa terjadi bahwa sampel yang waktu retensinya sama dengan standar adalah senyawa yang berbeda, bukan senyawa yang dimaksud. Hal ini bisa saja terjadi. Faktanya, reaksi yang spesifik itu tidak banyak, tetapi yang selektif banyak. Dengan demikian, untuk mencari reaksi yang spesifik itu susah, jadi istilah selektif lebih banyak digunakan.

Prinsip pengujian selektifitas adalah dengan membandingkan hasil uji antara sampel dengan sampel yang diberi cemaran, sampel yang diberi hasil peruaraian analit, sampel yang diberi cemaran senyawa sejenis, atau dengan zat plasebo. Misalnya diuji dengan KCKT, maka puncaknya sama. Untuk melakukan pengujian dengan senyawa sejenis, itu sulit diterapkan di Indonesia. Tapi yang dengan cemaran hasil urai, itu dapat dilakukan. Bahkan dapat diakali tanpa harus membeli zatnya yang mahal dengan memperlakukan analit dalam kondisi stres yang cukup untuk mendegradasi analit sehingga kemurniannya menjadi 80-90%. Untuk bahan baku farmasi larutan analit dilakukan dengan cara dipanaskan 50 derajat selsius, disinari 600FC, diasamkan, dibasakan, dan dioksidasi. Sementara untuk sediaan farmasi cukup dengan pemanasan, penyinaran dan kelembapan 85%, selanjutnya dibandingkan dengan sampel yang tidak diperlakukan apa-apa. Sistem uji harus dapat membedakan kondisi keduanya, jika hasilnya tidak bagus, artinya metodenya tidak selektif.

Sebelumnya dijelaskan pada prosedur baku, yang diverifikasi adalah presisi dan akurasi. Presisi merupakan hasil pengujian pada pengulangannya dekat. Sementara akurasi, merupakan hasil pengujian yang mendekati dengan data yang sesungguhnya. Presisi dan akurasi yang baik, dapat dicontohkan pada gambar di bawah ini:



Pada akhirnya yang paling baik adalah yang keduanya yaitu presisi dan akurasinya baik. Sesungguhnya, contoh gambar yang bawah, menunjukkan yang presisi dan akurasi yang baik.

Kembali lagi membahas prosedur alternatif, prosedur ini sering digunakan karena pada prosedur baku, keterangan sistemnya kurang dijelaskan. Misalnya terkait kolom, kolom dengan ukuran berapa dan dari buatan pabrik apa tidak dijelaskan, karena beda pabrik akan beda kualitasnya serta pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil uji. Apalagi seiring dengan berjalannya waktu, kolom yang digunakan dapat mengalami penyusutan kemampuan, akibatnya hasil uji bisa tidak sama. Apalagi kondisi sekarang yang makin canggih teknologinya, misalnya KCKT yang terus bertansformasi supaya lebih efisien dan hemat, sementara belum dibahas pada prosedur baku. Pada akhirnya, prosedur baku dimodifikasi menjadi prosedur alternatif yang lebih sesuai.

Selanjutnya mengenai uji identifikasi, serta analisis kuantitatif dan kualitatif. Uji identifikasi, sama pengujiannya seperti pada bahan baku, hanya saja perbedaannya pada penyiapan sampelnya. Misalnya pada identifikasi bahan baku menggunakan IR, bahan baku bisa langsung diuji, tetapi pada sediaan farmasi, sampel harus diisolasi terlebih dahulu. Identifikasi yang dilakukan dapat berupa identifikasi kimia atau fisika-kimia. Identifikasi kimia seperti adanya reaksi perubahan warna, adanya endapan, dan lainnya. Namun karena proses isolasinya saja sudah cukup sulit dan panjang, identifikasi fisika-kimia khususnya kromatografi lebih disukai. Meskipun kromatografi tidak spesifik, tetapi selektif. 

Analisis kualitatif juga sama prinsipnya seperti pada bahan baku. Semua pengujian kembali lagi perlu adanya peyiapan sampel terlebih dahulu dalam rangka memisahkan bahan uji dengan matriks-matriks atau bahan tambahan yang ada dalam sediaan. 

Analisis kuantitatif sediaan juga sama metode dan prinsipnya seperti pada bahan baku. Metodenya dapat berupa kimia dan fisika-kimia. Metode kimia menggunakan volumetri. Metode ini kurang selektif dan sangat kurang sensitif sehingga jarang digunakan. Meskipun demikian, bukan berarti metode ini ditinggalkan. Karena biayanya murah, metode ini masih dapat digunakan dalam penetapan kadar senyawa-senyawa dengan kadar yang besar, sehingga kemungkinan ada cemaran ataupun ada cemaran, pasti dalam jumlah yang kecil. Misalpun ada penyimpangan kadar, hasil penetapannya masih dapat sesuai dengan persyaratan, apalagi persyaratan kadar sediaan tidak seketat bahan baku, yaitu +- 5 sampai 10%. 

Metode fisika-kimia yang dapat digunakan antara lain spektrofotometri UV/Vis, spektrofluorometri, dan kromatografi. Penggunaan spektrofotometer memang  bagus, tetapi kurang selektif. Zat tambahan lain seperti bahan pengawet dapat pula diperoleh serapannya. Apabila sudah dipastikan tidak ada senyawa lain di samping senyawa uji yang dapat memberikan serapan, maka metode ini dapat digunakan. Sementara, metode spektrofluorometri lebih selektif dibanding spektrofotometer, namun penggunaannya terbatas karena mahal. Jadi, metode yang paling favorit adalah metode kromatografi, terutama KCKT dengan catatan tidak dapat dipakai begitu saja, harus ada uji keseuaian sistem dan diverifikasi dulu. Sementara KG sudah kurang populer, bukan hanya mahalnya, tetapi kini molekul obat sudah besar-besar dibuatnya, seingga mempengaruhi titik didihnya pula, sehingga sulit menggunakan KG.

KLT juga selektif, tapi kurang sensitif dibanding KCKT. Klo KCKT sampel sudah bisa langsung terlarut dalam fase gerak yang mengalir, sementara KLT harus dilakukan penotolan terlebih dahulu. Belum lagi pada KLT, pelarutnya akan menguap, mengakibatkan sampel memadat, termasuk bahan-bahan tambahan atau matriks juga memadat kembali, apabila dielusi, bahan uji bisa terhalangi oleh matriks tersebut sehingga pada akhirnya dapat hasil yang berbeda dengan standar, padahal harusnya sama. Oleh karena itu pula, pada KLT, sampel harus disiapkan terlebih dahulu.

Pada sediaan, analisis kuantitatif tidak hanya dilakukan untuk penetapan kadar zat aktif, cemaran dalam bhan baku, senyawa sejenis, dan hasil urai sediaan saja, tetapi perlu juga untuk dilakukan uji keseragaman sediaan, uji disolusi, dan uji ketersediaan hayati.

Pada analisis kuantitatifnya, metode yang  digunakan dapat sama, misalnya dapat sama-sama menggunakan KCKT. Namun untuk pertimbangan waktu pengerjaannya, misalnya hanya satu KCKT yang tersedia, dari pada mengantri yang menghabiskan waktu, uji analisis kuantitatif yang lainnya sebaiknya menggunakan metode yang berbeda.

Dalam penyiapan larutan uji sediaan untuk penetapan kadar, sediaan padat dan cari berbeda. Dalam penimbangan sediaan padat, misalnya kapsul, harus dipastikan tidak ada yang tertinggal bahannya. Kemudian dalam pelarutan, larutkan dulu dengan air meskipun dalam metodenya bisa jadi melarutkannya mengunakannya dengan pelarut yang lain. Karena pada dasarnya, sediaan tablet yang tersedia, untuk tablet yang ditelan, pada akhirnya dalam saluran cerna, terlarut dalam air. Sementara untuk sedian cair atau semisolid, pemilihan alat untuk mengukur harus menggunakan nalar, karena biasanya pada monografi hanya dituliskan "ukur dengan saksama..." dan seterusnya, tidak memberikan keterangan dengan apa mengukurnya. Misal sediaan cair dan dapat diukur dengan pipet volume serta tidak meninggalkan sisa, maka diperbolehkan. Tetapi jika cairannya kental, hindari penggunaan pipet volume, melainkan gunakan labu  takar serta pastikan tidak ada yang menempel di leher labu takar.

Di setiap analisis, akan dibutuhkan penimbangan. Ada banyak macam timbangan dan toleransi massa bahan yang dapat ditimbangnya masing-masing, mulai dari harga yang murah hingga yang paling mahal, semakin teliti hasil timbangannya, semakin mahal harganya. Sesungguhnya tidak perlu untuk membeli semua jenis timbangan, dengan timbangan apapun, meskipun di luar toleransi, dapat dikonfirmasi data yang yang diperoleh dapat digunakan atau tidak, yaitu dengan menghitung nilai MU. Cara menghitung nilai MU yaitu  mengalikan 3 dengan deviasi standar sedikitnya 10 kali pengulangan dan dibagi dengan massa yang ditimbang. Data dapat digunakan apabila hasil perhitungan MU-nya kurang dari 0,001 atau 0,1%.

Demikian yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat dan terima kasih sudah berkunjung :D

0 comments:

Post a Comment

If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)