Sunday, May 08, 2016

Catatan PKPA Pemerintahan #4


Kedeputian II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik & Produk Komplemen terdiri dari 4 Direktorat, yaitu (1) Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan & Kosmetik, (2) Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik & Produk Komplemen, (3) Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik & Produk Komplemen, dan (4) Direktorat Obat Asli Indonesia.

Direktorat Penilaian Obat Tradisional (OT), Suplemen (SM), dan Kosmetik. Di bawah ini adalah struktur organisasinya. 

[Sumber Gambar: Slide PPT Direktorat Penilaian OT, SM, dan Kos]

Jadi, pada direktorat ini, terdapat dua subdit dengan fungsi yang sama, namun beda produknya, yaitu Subdirektorat Produk 1 (OT dan SM) dan Subdirektorat Produk 2 (Kosmetik).

Subdirektorat Penilaian Produk I. Mengenai OT, OT berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, didefenisikan sebagai bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Di bawah ini adalah regulasi-regulasi yang terkait dengan obat tradisional yang ada di Indonesia.
  1. Permenkes No. 381 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Nasional Obat Tradisional (Kotranas).
  2. Permenkes No. 006 Tahun 2012 Tentang Usaha dan Industri Obat Tradisional.
  3. Permenkes No. 007 Tahun 2012 Tentang Registrasi Obat Tradisional.
  4. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makan RI No. HK 00.05.41.1384 Tahun 2005 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka.
  5. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. HK.00.05.4.2411 Tahun 2004 Tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia.
  6. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 12 Tahun 2014 Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional.
Dalam hal ini, terdapat produk OT yang tidak wajib didaftarkan yaitu (1) OT yang dibuat oleh usaha jamu racikan/jamu gendong tanpa label; (2) Simplisia, sediaan galenik untuk keperluan industri/layanan pengobatan tradisional; dan (3) OT untuk penelitian, sampel registrasi dan pameran dengan jumlah terbatas dan tidak untuk diperjualbelikan. Sementara, intravaginal, tetes mata, parenteral/injeksi, suppositoria kecuali untuk wasir merupakan bentuk sediaan yang dilarang untuk OT.

Obat tradisional dapat mengalami pengembangan hingga menjadi grade yang lebih baik. Diawali dari jamu terlebih dahulu, jamu merupakan obat tradisional yang khasiatnya dibuktikan secara empiris yang tetap perlu dilakukan uji mutu produk jadi. Apabila obat tradisional tidak hanya secara empiris, namun juga dibuktikan secara praklinik (uji toksisitas) serta menggunakan bahan baku terstandar disertai uji produk jadi pula, maka disebut Obat Herbal Terstandar. Selanjutnya, apabila obat tradisional tersebut terus dikembangkan, dibuktikan pula tidak hanya pra klinik, tetapi juga klinik, maka disebut Fitofarmaka. Fitofarmaka inilah grade paling tinggi dari obat tradisional.

[Sumber Gambar: Slide PPT Direktorat Penilaian OT, SM, dan Kos]

SM adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi, memelihara, meningkatkan, dan/atau memperbaiki fungsi kesehatan mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi atau efek fisiologis, yang tidak dimaksudkan sebagai pangan. Tata laksana pendaftaran suplemen makanan dapat dilihat di Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.41.1381 Tahun 2005.

Baik pada OT maupun SM, dilarang untuk ditambahkan bahan kimia obat (seperti parasetamol, CTM), narkotika/psikotropika (seperti kodein, morfin, atau Mytragina speciosa), bahan lain yang dapat membahayakan kesehatan seperti kava-kava (Piper methysticum, yang dapat menyebabkan hepatotoksik, Ephedra yang dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke, Cinchonae Cortex/Artemisia Folium yang dapat menyebabkan resistensi Plasmodium falciparum dan P. vivax terhadap obat antimalaria), menggunakan tumbuhan/hewan yang dilindungi, serta alkohol dengan kadar lebih dari 1% untuk cairan obat dalam.

Untuk dapat mendaftarkan produk OT dan SM, diperlukan data berupa data administrasi dan data teknis.

[Sumber Gambar: Slide PPT Direktorat Penilaian OT, SM, dan Kos]

 Sistem registrasinya seperti pada gambar di bawah ini.

[Sumber Gambar: Slide PPT Direktorat Penilaian OT, SM, dan Kos]

E-tracking digunakan untuk memantau secara online perkembangan proses pendaftaran produk OT dan SK/SM. Produk OT Low Risk adalah OT dengan komposisi sederhana, mengandung simplisia yang sudah dikenal secara empiris dengan klaim tradisional, dan bentuks sediaan sederhana (seperti minyak obat luar, parem, tabel, pilis, rempah mandi, serbuk luar, salep, ratus).

Penialaian/evaluasi produk OT dan SM meliputi evaluasi keamanan, mutu, dan manfaat. Dari segi keamanan, yang dievaluasi adalah sifat bahan (toksisitas/alerginitas/interaksi) dan ada/tidaknya penggunaan bahan yang dilarang. Dari segi mutu, yang dievaluasi adalah cara pembuatan, formulasi (komposisi masih dalam batas persyaratan), dan cemaran mikroba. Sementara dari segi manfaat, yang dievaluasi itu terkait penentuan klaim, apakah klaimnya bersifat empiris, praklinik, atau klinik, kemudian dievaluasi klaim tersebut. Informasi produk/label juga dievaluasi, yaitu terkait dengan komposisi, indikasi, aturan pakai, nomor izin edar, dan tanggal kadaluarsa.

Untuk produk OT dan SM yang memenuhi syarat, maka akan diberiksan izin edar yang berlaku selama 5 tahun. Apabila belum memenuhi syarat, maka akan diberikan surat permintaan tambahan data. Untuk yang tidak memenuhi syarat, maka akan dikembalikan berkas permohonannya.

Subdirektorat Penilaian Produk 2. Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh seperti:
  • Epidermis, contoh sediaan perawatan kulit.
  • Rambut, contoh shampoo, hair conditioner, pewarna rambut.
  • Kuku, contoh nail color.
  • Bibir, contoh lipstik.
  • Organ genital bagian luar, contoh feminine hygiene.
  • Gigi dan mukosa mulut, contoh pasta gigi, mouth wash.
Tujuan digunakannya kosmetika adalah untuk membersihkan (co: sabun mandi), mewangikan (co: parfum), mengubah penampilan (co: lipstik), memperbaiki bau badan (co: deodoran), dan melindungi/memelihara tubuh pada kondisi baik (co: tabir surya).

Saat ini, untuk pendaftaran produk kosmetik disebutnya notifikasi, bukan registrasi seperti pada obat/obat tradisional. Dari sistemnya juga berbeda. Semenjak diterapkannya Harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik, maka produk kosmetik yang beredar di negara ASEAN dilakukan penyeragaman peraturan dan persyaratan kosmetik, sehingga per 1 Januari 2011 terjadi perubahan sistem pendaftaran kosmetik dari registrasi menjadi notifikasi dengan timeline yang sebelumnya 30 HK menjadi 14 HK.

Semua kosmetika hanya dapat diedarkan setelah notifikasi, kecuali untuk penelitian dan sampel pameran dalam jumlah terbatas dan tidak untuk diperjualbelikan.  Tujuan adanya notifikasi adalah untuk memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada pelaku usaha terhadap mutu, keamanan, dan manfaat kosmetika. Jadi pimpinan industri/importir harus menandatangani pernyataan mengenai jaminan mutu, keamanan, dan manfaat produk. Masa berlakunya notifikasi adalah 3 tahun.

Pelaku usaha kosmetik harus memiliki DIP (Dokumen Informasi Produk) sebelum kosmetika dinotifikasi. DIP diperlukan untuk menjamin keamanan, kualitas, dan efektifitas produk yang beredar di pasaran di seluruh wilayah ASEAN. Dalam hal ini, pelaku usaha bertanggung jawab terhadap kosmetik yang diedarkan, bertanggung jawab terhadap MESKOS (Monitoring Efek Samping Kosmetik) jika terjadi kerugian maka harus menangani keluhan dan/atau menarik kosmetik, lalu melapor ke Badan POM. Pelaku usaha juga bertanggung jawab untuk melapor ke Badan POM jika kosmetik yang sudah dinotifikasi tidak lagi diproduksi/diimpor.

Subdirektorat Surveilan Keamanan OT, SM, dan Kos. Kegiatan Subdirektorat ini meliputi:
  1. Monitoring efek samping OT, SK dan Kos.
  2. PMAS (Post Market Alert System)
  3. Penilaian iklan OT dan SK.
  4. Kajian Keamanan OT, SK, dan Kos. 
Semua kejadian yang dicurigai sebagai efek samping OT, SK/SM, dan Kos harus dilaporkan, terutama yang dapat menyebabkan kematian, mengancam jiwa, perawatan di RS, menimbulkan kecacatan, atau menyebabkan cacat lahir.  Tindak lanjut dapat berupa penarikan produk dari peredaran, pembatasan penggunaan produk, perubahan penandaan, atau tindakan lain untuk pengamanan atau penyesuaian produk. Cara melaporkan efek samping dapat dilakukan dengan cara:
  1. Menggunakan formulir pelaporan, kirim via pos.
  2. Melalui surat/email ke surv_otsmkos@yahoo.com.
  3. Melalui unit layanan konsumen Badan POM (telp 021-4263333) atau datang langsung dengan menyertakan sampel produk dan kemasannya.
  4. Secara onilne (e-reporting) di mesotsmkos.pom.go.id.
Terkait dengan iklan. Iklan yang dimaksud adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai suatu produk dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan/atau perdagangan produk. Salah satu peraturan yang terkait adalah Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/Men.Kes/SK/IV/1994 Tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dan Makanan Minuman, serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 1787/MENKES/PER/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan. Pendaftaran iklan dapat dilakukan melalui sistem elektronikk iklan OT dan SK melalui http://mesotsmkos.pom.go.id/sireka/. Iklan tersebut harus bersifat objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan agar dapat melindungi masyarakat dari penggunaan yang salah, tidak tepat, dan tidak rasional. 

Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen. Di bawah ini adalah struktur organisasinya.

[Sumber Gambar: Slide PPT Direktorat Standardisasi OT, Kos, dan PK]

Tugas direktorat ini adalah penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengendalian dan standardisasi obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen.

Saat ini, Direktorat Standardisasi OT, Kos, dan PK sedang berkontribusi aktif dalam penyusunan standard, technical requirement, dan guideline pada sidang ASEAN di bidang OT, Kos, dan SK (Suplemen Kesehatan).

Berdasarkan Keputusan Deputi Bidang Pengawasan OT, Kos, dan PK No.HK.00.05.42.421.09.12.751, terjadi pelimpahan tugas evaluasi dokumen uji klinik kepada Direktorat Standardisasi OT, Kos, dan PK, serta pelimpahan tugas inspeksi CUKB, berdasarkan No. HK.00.05.42.421.09.12.752. Saat ini, Direktorat terlibat di WHO, yaitu menjadi tim Badan POM untuk memberikan pelatihan-pelatihan kepada regulator negara-negara di Asia, Afrika, Amerika Latin di bidang uji klinik, khususnya untuk otorisasi uji klinik dan inspeksi CUKB.

Tugas lainnya adalah diseminasi kepada stakeholder (Asosiasi, Industri, Dinkes, Beacukai, Distributor, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan lainnya). Direktorat ini yang bertugas dalam merancang peraturan terkait OT, Kos, dan PK.

Terkait dengan standar yang dibuat, Direktorat ini mengeluarkan:
  1. Farmakope Herbal Indonesia Tahun 2008 yang memuat 70 monografi (37 simplisia dan 33 ekstrak).
  2. Farmakope Herbal Indonesia Suplemen I Tahun 2010, memuat 5 monografi (26 simplisia dan 29 ekstrak).
  3. Farmakope Herbal Indonesia Suplemen II Tahun 2011, memuat 41 monografi.
  4. Materia medika Indonesia Jilid I s.d. VI, memuat 244 monografi Tumbuhan Obat.
  5. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia Jilid I dan II, memuat 65 monografi.
  6. Kodeks Kosmetika Indonesia.
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi OT, Kos, dan PK. Di bawah ini adalah struktur organisasinya.

[Sumber Gambar: Slide PPT Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi OT, Kos, dan PK]

Hal yang dilakukan dalam pengawasan OT dan SM antara lain inspeksi sarana produksi, inspeksi produk yang beredar, dan pengawasan iklan. Sarana produksi yang diinspeksi antara lain IOT (Industri Obat Tradisional) dan UKOT (Usaha Kecil Obat Tradisional). Standar yang digunakan adalah CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik) tahun 2011 dan QMS PIC/s dalam penyelenggaraan inspeksi. Sumber daya inspeksi antara lain inspektur CPOTB terkualifikasi, perencaan inspeksi, dan dukungan dana.

Inspeksi terhadap produk yang beredar dilakukan terhadap produk dengan memperhatikan atau melakukan:
  1. Sampling, dilakukan berdasarkan risiko/analisis risiko.
  2. Legalitas produk.
  3. Penandaan sesuai persetujuan Badan POM (antara lain penggunaan bahasa, klaim, dll).
  4. Terhadap sarana distribusi dilakukan pengawasan agar tidak menjual produk yang dilarang, agar menyediakan tempat penyimpanan yang dapat menjaga mutu, dan memiliki dokumentasi  yang mampu ditelusur.
Tindak lanjut yang dilakukan dalam pengawasan antara lain peringatan, peringatan keras, perintah penarikan produk dari peredaran, pembatalan izin edar, penghentian sementara kegiatan, pencabutan izin industri atau izin usaha, hingga pro justitia.

Terkait dengan produk kosmetika, pengawasan post market yang dilakukan antara lain audit DIP/evaluasi keamanan produk, pemeriksaan sarana produksi/distribusi, inspeksi CPKB (Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik), sampling dan pengujian lab, pengawasan iklan, MESKOS, dan laporan efek samping oleh industri.

Mengenai sertifikasi, ruang lingkup kegiatan sertifikasi meliputi sertifikasi produk dan sarana. Sertifikasi produk meliputi penerbitan Surat Keterangan Impor (SKI) dan Surat Keterangan Ekspor (SKE). Sementara sertifikasi sarana, antara lain persetujuan denah bangunan industri (RIP), rekomendasi izin produksi, dan sertifikasi CPKB dan CPOTB. Terdapat 12 aspek yang termasuk ke dalam CPKB, yaitu sistem manajemen mutu, personalia, bangunan, peralatan, sanitasi & hygiene, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, audit internal, penyimpanan, kontrak produksi & pengujian, serta penanganan keluhan & penarikan produk. Sementara pada CPOTB, terdapat 11 aspek, yaitu manajemen mutu; personalia; bangunan, fasilitas, dan peralatan; sanitasi & hygiene; dokumentasi; produksi; pengawasan mutu; pembuatan & analisis berdasarkan kontrak; cara penyimpanan dan pengiriman obat tradisional yang baik; penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali dan produk kembalian; serta inspeksi diri.

Direktorat Obat Asli Indonesia. Di bawah ini adalah struktur organisasinya.

[Sumber Gambar: Slide PPT Direktorat Obat Asli Indonesia]

Berdasarkan strukturnya, direktorat ini terdiri dari 4 subdirektorat, yaitu Subdirektorat Etnofarmakognosi dan Budidaya OAI, Subdirektorat Keamanan dan Kemanfaatan OAI, Subdirektorat Bimbingan Teknologi OAI, dan Subdirektorat Bimbingan Industri OAI. Sasaran strategis pada periode 2015-2019 dari Direktorat OAI ini salah satunya adalah menargetkan untuk memperoleh jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Menengah) obat tradisional yang diintervensi sebanyak 40 UMKM/tahun.

Direktorat OAI berupaya untuk meningkatkan ketersediaan informasi pengembangan OAI untuk mendukung pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dengan pihak terkait dan meningkatkan upaya bimbingan pada UMKM obat tradisional. Kajian bahan alam untuk OT yang dilakukan oleh Direktorat OAI akan dapat menjadi input dalam penyusunan regulasi/standar/pedoman yang dilakukan oleh Direktorat Standardisasi OT, Kos, dan PK, serta dapat pula menjadi input berupa keputusan registrasi berupa pemberian NIE (Nomor Izin Edar) atau penolakan berkas yang dilakukan oleh Direktorat Penilaian.

Saat ini, mutu produk OT yang rendah dan rendahnya daya saing UMKM OT diakibatkan oleh rendahnya pengetahuan dan kemampuan teknis, kesadaran pelaku UMKM dalam mendaftarkan produknya, kurang menguasainya teknologi, rendahnya akses pada penguasaan pasar, kurangnya modal perluasan usaha, minimnya sarana dan prasarana, serta rendahnya kemampuan memenuhi persyaratan teknis pendaftaran. Oleh karena itulah, Direktorat OAI berupaya meningkatkan daya saing UMKM OT dengan meningkatkan kemampuan teknis dan pemahaman regulasi, peningkatan kemampuan pemasaran, serta penguatan kemitraan dengan kementerian/lembaga terkait.

Peningkatan kemampuan teknis dan pemahaman regulasi dilakukan melalui sosialisasi regulasi di bidang OT, bimbingan teknis pemilihan dan penanganan simplisia, bimbingan teknis evaluasi keamanan dan tingkat pembuktian klaim, dan bimbingan teknis rasionalisasi komposisi. Peningkatan kemampuan pemasaran umum dilakukan melalui diadakannya workshop pemasaran, pengikutsertaan UMKM dalam jaringan koperasi pemasaran, serta peningkatan akses UMKM ke pasar regional dan internasional melalui promosi. Sementara penguatan kemitraan dengan kementrian/lembaga terkait dilakukan melalui penyusunan MoU dengan Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Dalam Negeri/Pemda, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian.

Demikian yang dapat saya sampaikan. Pesan dari saya, seluruh informasi ini pasti berubah seiring dengan kemajuan yang dialami oleh Badan POM, bisa jadi hanya berlaku pada periode waktu penulisan ini saja. Setidaknya dapat memberikan gambaran seperti apa Badan POM. Begitu pula terkait dengan peraturannya, peraturan yang digunakan akan selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Selalu kunjungi laman http://jdih.pom.go.id untuk melihat update peraturan perundang-undangan yang berlaku. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung :D

0 comments:

Post a Comment

If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)