Tuesday, July 26, 2016

Catatan Obat Gangguan Kardiovaskuler #6

[Sumber Gambar: blog.biowebspin.com]

Kali ini yang dibahas adalah ischaemic heart disease dan infark miokardial

Ischaemic heart disease terjadi ketika kebutuhan aliran darah melebihi suplai darah oleh arteri koroner. Pada kondisi normal, suplai oksigen dan nutrisi melalui arteri koroner sesuai dengan kebutuhan metabolik miokardial. Ketika kebutuhan metabolik di jantung meningkat, aliran darah koroner juga meningkat. Oleh karena itu, keseimbangan oksigen miokardial dipengaruhi oleh meningkatnya kebutuhan oksigen dan nutrisi miokardium, seperti latihan fisik, stres, dan cuaca dingin. Selain itu, dipengaruhi pula oleh adanya metabolik kardial dan nitrogen oksida yang meningkatkan aliran darah koroner. Penyebab iskemia miokardial adalah aterosklerosis dan trombus. Faktor risiko dari penyakit ini antara lain merokok, diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, kurang aktivitas fisik, obesitas, dan genetik. 

Telah dijelaskan bahwa salah satu penyebab iskemia adalah aterosklerosis dan trombus. Adanya kondisi tersebut menyebabkan adanya penyumbatan pada pembuluh darah. Penyumbatan yang ada secara progresif pada arteri koroner, menghambat darah yang mengandung oksigen dan nutrisi untuk dapat memasuki sel yang membutuhkan oksigen dan nutrisi tersebut sehingga akibatnya suplai oksigen dalam sel tidak memadai. Ketika kebutuhan oksigen dan nutrisi tidak memadai, maka sel akan mengalami apoptosis dan selanjutnya nekrosis. Apoptosis terjadi ketika adanya aktivasi TNF alfa, interleukin-1-converting enzym (ICE related protease) inaktivasi poli-ADP-ribose-polymerase (PARP) dan fragmentasi DNA. Selanjutnya nekrosis terjadi akibat penurunan ATP dan penurunan pompa ion, aktivasi protease, serta kerusakan membran. Akibatnya, jantung tidak dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Nekrosis adalah kematian sel pada jaringan tubuh dan bersifat ireversibel terjadi ketika sel cedera berat dalam waktu lama dan sel tidak mampu beradaptasi lagi tau memperbaiki dirinya sendiri (hemostasis).

Manifestasi klinis iskemia miokardial adalah angina pektoris. Angina merupakan gejala utama iskemia miokardial. Gejalanya berupa nyeri dengan karakteristik menyebar dari dada ke lengan hingga leher, rasa tertekan dan terbakar pada wilayah sternum. Faktor kimia yang dilepaskan oleh sel miokardial yang mengalami iskemia antara lain K+, H+, dan adenosin. Faktor kimia ini kemudian menstimulasi nosiseptor. Nosiseptor adalah saraf aferen primer untuk menerima dan menyalurkan rangsangan nyeri. Secara klinis angina pektoris terdiri dari 3 tipe, yaitu:
  1. Stable angina, berupa nyeri dada yang muncul akibat peningkatan beban jantung akibat latihan, emosi, stres, dingin. Nyeri dada pada tipe angina ini dapat diprediksi dan terjadi akibat penyempitan arteri koroner. 
  2. Unstable angina, berupa nyeri dada yang muncul meskipun tidak ada peningkatan kebutuhan oksigen dan nutrisi, contohnya pada saat istirahat. Hal ini terjadi akibat adanya blok arteri koroner. 
  3. Variant angina disebabkan oleh vasospasme arteri koroner. Vasospasme adalah kejang pembuluh darah, menyebabkan vasokonstriksi dan berpotensi iskemia jaringan dan nekrosis. Biasanya dikaitkan dengan penyakit arteri koroner tetapi lebih ke peningkatan aktivitas saraf simpatis. Serangan dapat terjadi lebih sering pad amalam hari, pada saat istirahat atau gerakan fisik minimal. Faktor risiko dikaitkan dengan stres, paparan dingin, dan merokok.
Terapi iskemia miokardial bertujuan untuk mencegah terjadinya infark dan kematian (memperpanjang hidup) dan mereduksi gejala (meningkatkan kualitas hidup). Terapi dapat berupa terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi. Terapi nonfarmakologi dengan mengontrol aktivitas fisik, menghindari stres (emosional, fisiologis), menghindari faktor risiko lain seperti hiperlipidemia, obesitas, hipertensi, diabetes, merokok dan lain-lain. Target terapi farmakologi adalah peningkatan aliran darah koroner  melalui dilatasi arteri koroner, penurunan beban kerja jantung melalui reduksi denyut jantung dan kontraksi. Terapi farmakologi terdiri dari:
  1. Vasodilator nitrat organik, contohnya amil nitrit, nitrogliserin, isosorbid dinitrit. 
  2. Aktivator kanal kalium (mekanisme aksi berupa dilatasi), contohnya nicorandil, pinacidil.
  3. Antagonis Beta adrenoceptor (mekanisme aksi berupa blok reseptor beta sehingga terjadi reduksi denyut jantung dan CO, akibatnya terjadi penurunan beban kerja miokardial dan kebutuhan oksigen), contohnya atenolol, propanolol/
  4. Bloker kanal kalsium, contohnya nifedipin, amlodipin.
  5. ACEI, contohnya captopril, enalapril, lisinopril.
  6. Antiplatelet (tujuannya mencegah agregasi platelet, sehingga menghambat terjadinya trombosis, digunakan sebagai profilaksis terutama pada unstable angina). Berdasarkan mekanisme kerjanya dibagi menjadi 3, yaitu (1) penghambat COX-1, yaitu aspirin, mekanisme kerja dengan menghambat COX-1 dalam mensintesis prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan, sehingga dapat mencegah agregasi platelet sehingga menghambat terjadinya trombosis. Trombosis adalah proses koagulasi/penggumpalan darah di dalam pembuluh darah; (2) antagonis ADP, mekanisme aksi sebagai antagonis kompetitif reseptor ADP, contohnya ticlopidine dan clopidogrel (prodrug). ADP dilepaskan oleh trombosit yang aktif ke membran trombosit lain yang kemudian akan mengaktifkan enzim fosfolipase yang pada akhirnya terbentuklah tromboksan yang berperan dalam agregasi trombosit; (3) Antagonis GPIIb/IIIa, mekanisme kerja sebagai antagonis kompetitif reseptor GPIIb/IIIa. Reseptor ini juga berperan dalam pembentukkan tromboksan. Contoh obat golongan ini adalah antibodi monoklonal (abciximab), peptida sintetik eptifibatide, dan molekul sintetik (tirofiban). 


Infark miokardial, lebih sering didengar sebagai serangan jantung, adalah kerusakan atau kematian jaringan miokardial akibat iskemia. Terjadi akibat adanya blok arteri koroner oleh trombus dan vasospasme kronis. Perlu diketahui bahwa terdapat dua arteri koroner yang menyuplai miokardium, yaitu arteri koroner kiri dan arteri koroner kanan. Sebanyak kurang lebih 50% infark terjadi pada arteri koroner kiri. Ada 2 tipe infark miokardium yaitu transmural (meliputi keseluruhan dinding ventrikel) dan subendokardial (meliputi sepertiga atau separuh dinding ventrikel bagian dalam). 



Terdapat 2 fase pada transmural, fase pertama adalah saat kejadian infark miokard yang dimulai dari iskemia dan berlanjut tanpa penanganan selama 0-2 jam. Sementara fase 2 adalah kelanjutan fase 1, yaitu saat tanpa penanganan selama 2-24 jam, seperti pada gambar di bawah ini.



Pada fase 1 tahap 1, dimulai saat terjadinya iskemia dan belum ada tanda kerusakan maupun nekrosis. Tahap 2 terjadi saat menit kurang dari 20 dan 40 belum juga mendapatkan penanganan, pada tahap ini telah terjadi kerusakan/cedera namun belum sampai ke nekrosis. Tahap 3 terjadi pada menit ke 30, tahap ini telah terjadi nekrosis sebanyak 10%, berlanjut pada menit ke-60 atau pada saat jam ke-1, terjadi nekrosis sebanyak 30%. Pada tahap ke 5, nekrosis telah mencapai separuhnya atau 50% pada jam ke-2.

Fase 2 berlanjut ketika sampai 2 jam dimulai saat terjadinya iskemia pada fase 1 belum juga mendapat penanganan. Pada fase 2 tahap 1 ini, terjadi pada jam ke-3 kelanjutan dari fase 1, telah terjadi nekrosis sebanyak 60%. Berlanjut pada tahap 2, 90% nekrosis terjadi pada 3 jam berikutnya, yaitu di jam ke-6, dan nekrosis mencapai puncaknya, 100%, pada jam ke 24 atau selama 1 hari sejak iskemia dimulai dan tidak juga memperoleh penanganan.

Dalam patogenesis infark miokard, terjadi kompensasi. Kompensasi terjadi akibat hipotensi dan perubahan hemodinamik. Kompensasi berupa:
  • pelepasan katekolamin, menyebabkan peningkatan denyut jantung, kekuatan kontraksi, dan resistensi perifer.
  • retensi natrium dan air.
  • aktivasi sistem RAA.
  • Hipertropi ventrikel.
Perlu diketahui bahwa kompensasi tersebut justru dapat memperparah fungsi jantung yang mengalami infark. Manifetasi klinisnya berupa nyeri dada parah, kerusakan ireversibel, pelepasan enzim miokard, perubahan EKG, respon inflamasi, dan nekrosis. 
  1. Nyeri dada berupa nyeri dada yang parah dan rasa tidak nyaman, sensasi tertekan dan rasa remuk pada dada diikuti mual, muntah, berkeringat, dan lemah. 
  2. Terkait pelepasan enzim, enzim dilepaskan oleh sel yang rusak yang akan lisis, enzim tersbut berupa CPK (creatinine phosphokinase), lactate dehydrogenase (LDH) ke dalam darah. 
  3. Perubahan EKG terjadi pada gelombang T, ST, dan Q. 
  4. Respon inflamasi muncul akibat sel miokardium cedera, akibatnya terjadi infiltrasi leukosit, peningkatan jumlah leukosit dan demam.
  5. Nekrosis, berupa kematian sel yang terjadi di area miokardium yang mengalami infark.
  6. Jaringan parut terjadi akibat perbaikan jaringan yang mengalami nekrosis. 
Komplikasi infark miokard terjadi tergantung dari area infark. Komplikasi dapat berupa lepasnya sel miokard yang mati yang menyebabkan perdarahan dalam ventrikel, terbentuknya tromboemboli, perikarditis (umumnya terjadi 1-2 hari setelah infark), aritmia, penurunan fungsi jantung, gagal jantung, dan syok kardiogenik. Terapi infark miokard bertujuan untuk meminimalisir area yang mengalami infark, mencegah kerusakan iskemik yang lebih parah, mencegah terjadinya trombosis koroner. Terapi farmakologi berupa:
  1. Antiplatelet, untuk meningkatkan aliran darah dan mencegah kerusakan otot jantung.
  2. Trombolitik, menormalkan aliran darah dengan melarutkan bekuan darah dalam arteri koroner.
  3. Vasodilator, meningkatkan aliran darah ke miokardium dan mereduksi beban jantung.
  4. Beta bloker, mengurangi beban kerja jantung melalui penurunan denyut jantung dan kontraksi.
  5. ACEI, meningkatkan aliran darah.
  6. Antiaritmia, mengontrol ritme jantung yang terjadi akibat infark miokard.
  7. Terapi pendukung berupa oksigen (menjaga suplai oksigen ke jaringan dan level  oksigen otot jantung) dan analgesik (mengurangi rasa nyeri), bila perlu diberi morfin. 
Contoh trombolitik antara lain streptokinase, anistreplase, alteplase, urokinase. Streptokinase diperloeh dari beta-hemolitik streptococcus. Anistreplase merupakan prodrug, kompleks dari plasminogen dan streptokinase. Alteplase merupakan rekombinan tissue plasminogen activator. Sementara urokinase merupakan enzim endogen manusia yang mengkonversi plasminogen menjadi plasmin.

Sekian yang dapat disampaikan. Semua materi diperoleh dari handout kuliah dan hasil mencari dari sumber lain di internet. Digunakan untuk meningkatkan pemahaman, mohon jangan dijadikan sebagai acuan, carilah dari sumber yang lebih valid. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung :D

0 comments:

Post a Comment

If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)