Monday, May 29, 2023

The Little Mermaid: Live Action dengan Unsur Politis


Selepas menonton Little Mermaid, ada beberapa hal yang aku sukai, mulai dari sinematografinya, CGI (Computer Generated Imaginary), lagu-lagu dan suara penyanyinya yang merdu, dan yang paling top adalah alur ceritanya yang penuh makna. 

Tentu tidak mudah untuk membawakan cerita animasi Little Mermaid yang mana dibuat pada tahun 1989 ke dalam versi live action-nya karena banyak hal-hal yang tidak real seperti mermaid, kehidupan di bawah laut, dan hewan-hewan air yang dapat berbicara. 

Jika pembuatan live action itu dilakukan pada masa sebelum adanya teknologi CGI, kemungkinan pembawaan gambarnya akan kacau dan terkesan dipaksakan, semacam sinetron-sinetron naga indos*ar. 

Oleh karena itu, tepatlah pembuatan live action ini dilakukan di masa kini, dimana teknologi CGI semakin maju, sehingga hal-hal yang tampak tidak real dapat menyaru dengan sempurna tanpa cacat dan sangat terlihat nyata. 

Lagu-lagu yang dibawakan Ariel (Halle Bailey) sangat merdu dan sukses memvisualisasikan nyanyian siren dimana dipercaya nyanyian siren dalam mitologinya sangat merdu dan dapat memikat yang mendengarnya. Begitu pun dengan lagu-lagu yang didendangkan oleh karakter-karakter lainnya, seperti lagu rap yang dibawakan oleh Sebastian (nama kepiting, pesuruh raja Triton yang ditugaskan untuk mengawasi Ariel) ketika menghibur Ariel, ringan didengarkan dan kadang lucu, serta juga lagu yang dibawakan Eric ketika frustasi mencari Ariel. 


Dari semuanya itu, tentu lagu "Part of Your World" yang terbaik, karena penuh dengan emosi Ariel yang penasaran dengan dunia daratan. Dinyanyikan dengan sangat lantang dan bersemangat. 

Alur ceritanya tidak jauh berbeda dengan animasi aslinya, tentang mermaid yang penasaran dengan dunia manusia di daratan kemudian jatuh cinta dengan seorang pangeran. Namun, justru ini yang aku garis bawahi karena terkesan ada sisipan politis yang sebetulnya makna yang disampaikan mengandung kebaikan juga. 

Aku memahami adanya perdebatan tentang sosok pemain yang memainkan karakter Ariel ini, dimana bertolak belakang sekali dengan animasi aslinya yang digambarkan sebagai mermaid berkulit putih dan berambut merah. Di versi live action-nya ini, Ariel diperankan oleh sosok berkulit gelap dan berambut coklat agak keemasan.



Sisipan politisnya adalah adanya keinginan untuk mengangkat isu masih adanya rasisme antara kulit hitam dan kulit putih di beberapa bagian negara di dunia. Selain itu, adanya pemain karakter Disney berkulit gelap, dapat menjadi suatu hal yang baru dan penghiburan untuk anak-anak berkulit gelap yang juga senang menonton film Disney, tetapi tidak ada satu pun 'princess' yang berkulit gelap, seperti pada Cinderella, Beauty and the Beast, Snow White, dst. 

Sosok berkulit gelap sebagai karakter utama semacam memberikan 'motivasi' atau 'inspirasi' pada anak-anak yang juga berkulit gelap, bahwa mereka pun berhak menjadi karakter utama yang dilihat. Sebagaimana isu rasisme yang tak kunjung selesai, lebih banyak menyudutkan dan merugikan posisi mereka, bagaimana mereka dinomor-duakan, dan sebagainya.

Itulah mengapa, di akhir cerita, Raja Triton mengatakan kepada Ariel:

"Kamu tidak harus menyerahkan suaramu agar didengar".

Secara tersurat, hal ini terkait bagaimana Ariel, membuat perjanjian dengan sea witch untuk menukar suaranya dengan sepasang kaki. Ariel menyetujui perjanjian tersebut saking penasaran dan keinginan kuatnya bertemu dengan Eric, pangeran yang ia cintai. Namun, justru perjanjian yang dibuatnya itu, hampir menyeret pada kehancuran dirinya.

Ketika sudah mendapatkan kaki, benar Ariel tidak bisa bicara sama sekali, sehingga menyulitkan Ariel untuk dikenali pangeran Eric meski Ariel sudah berada di daratan. 

Singkat cerita, karena ketulusan dan Ariel menjadi dirinya apa adanya, Eric pelan-pelan mengenalinya, meski sempat tersihir dengan sea witch  yang menyulap dirinya sendiri menjadi wanita cantik dan mengaku penolongnya, yang sebenarnya penolong Eric adalah Ariel, tetapi Ariel tidak bisa berbicara. 

Raja Triton sempat kalah ketika diserang oleh sea witch yang berhasil mengambil alih kekuasan. Namun, pada akhirnya atas perjuangan Ariel dan Eric, Raja Triton dapat bangkit kembali. Karena hal itulah, Raja Triton menyadari bahwa apa yang Ariel selama ini sampaikan terkait manusia dan dunia daratan tidak sepenuhnya buruk seperti apa yang ia pikirkan selama ini, sehingga ia tersadar bahwa Ariel benar dan sudah seharusnya ia mendengarkannya sejak dulu. Itulah mengapa, Raja Triton mengatakan kepada Ariel, ia tidak perlu menyerahkan suaranya hanya agar didengar. 

Oleh karenanya kalimat yang dikutip di atas, tersirat bahwa dalam dunia saat ini, juga merupakan seruan/pesan kepada penduduk dunia berkulit gelap, bahwa mereka tidak perlu 'menyerahkan' suara mereka hanya agar dapat didengar. Selama hal itu baik, kebenaran pada akhirnya akan terungkap. 

Di sinilah, mengapa aku merasa Little Mermaid tidak dibuat secara murni, karena disisipi dengan unsur politis (meskipun suatu hal yang baik, tetapi aku percaya hal-hal yang berbau politis merupakan suatu hal yang sensitif, dimana tidak semua orang dapat menerima). 

Menurutku pribadi, penyisipan unsur politis tersebut bukan suatu masalah, hanya saja yang disayangkan adalah bahwa pada dasanya setiap versi live action semestinya mewujudkan semirip mungkin animasi aslinya. Ketika perwujudannya jelas berbeda, sangat bertolak belakang, menurutku ini 'melecehkan' pembuat animasi awalnya, seperti tidak adanya rasa hormat pada pembuatnya. 

Tidak masalah disisipi unsur politis, tetapi akan lebih baik, jika membuat film baru tersendiri. Silakan buat dengan latar belakang cerita kehidupan bawah laut, mermaid dan lainnya juga, tetapi jangan angkat dari Little Mermaid, buatlah sesuatu dengan alur cerita yang benar-benar baru dan beda. Dengan demikian, versi live action Little Mermaid bisa dibuat semirip mungkin, apa adanya seperti animasinya, serta bebas dari unsur politis. 

Terlepas dari sedikit kritikku tersebut, aku menikmati filmnya sebagaimana sinematografi dan CGI-nya bagus sehingga tampak nyata, lagu-lagu dan penyanyinya sesuai, amat merdu dan memikat, serta alur ceritanya yang bermakna positif (meskipun berbau politis). Semoga ke depannya, aku tetap berharap, Disney dapat lebih bijak dalam membuat versi-versi live action lainnya. 

Sekian review dariku, mohon maaf kalau ada salah kata. Terima kasih sudah berkunjung!


Disclaimer: seluruh gambar diperoleh dari Google

Sunday, May 28, 2023

Crystal Clear

 


It might be blurred,

but if you look closer, 

it's crystal clear,

and makes perfect sense.

Posted on by Nurul Fajry Maulida | No comments

Saturday, May 27, 2023

Gunakan Sunscreen Minimal SPF 30 dan PA ++

Kira-kira sekitar sebulan yang lalu Pemerintah Indonesia mengajak penduduknya untuk menggunakan sunscreen ketika keluar rumah. Rupanya karena diketahui pada awal bulan Mei 2023, berdasarkan data dari BMKG indeks ultraviolet sinar matahari sedang tinggi-tingginya, khususnya pada waktu 10:00 sampai 14:00 WIB untuk wilayah bagian barat Indonesia. 









Pada dasarnya sinar UV yang dipancarkan oleh matahari terbagi menjadi 3 jenis, yaitu UVA, UVB, dan UVC. Meskipun bumi ini dilapisi oleh lapisan ozon, tidak serta merta dapat menangkal/mencegat semua sinar UV masuk ke bumi. Hanya UVC yang semuanya bisa dicegat, tetapi UVB 97-99% (masih ada yang bisa masuk ke bumi), serta sebagian besar UVA turun ke bumi. 

UVB dan UVA tidak baik untuk kesehatan manusia terutama pada mata dan kulit. UVB dapat menyebabkan eritema atau sunburn (terbakar sinar matahari) dengan gejala kemerahan, bengkak, nyeri, melepuh pada area kulit yang terbakar. Lebih parah bisa menyebabkan sakit kepala hingga mual. Sementara UVA dapat menyebabkan tanning atau warna kulit yang menjadi makin gelap. Berdasarkan gejala tersebut tingkat hazard atau bahayanya dengan demikian pada UVA lebih rendah daripada UVB. Paparan sinar UV dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan penuaan kulit dan kanker [1,2]. 

Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan pencegahan terhadap paparan sinar UV. Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan:

  1. Menghindari keluar rumah/gedung pada jam-jam dengan indeks UV paling tinggi (sekitar pukul 10:00-14:00 WIB)
  2. Jika terpaksa harus keluar rumah pada waktu terik, gunakan topi atau payung.
  3. Gunakan pakaian yang dapat menutupi hampir seluruh area badan misalnya baju lengan panjang dan celana panjang. 
  4. Dapat juga menggunakan masker dan kacamata untuk menutupi area wajah.
  5. Menggunakan sunscreen atau tabir surya dengan SPF minimal 30. 
Mengapa harus menggunakan sunscreen minimal SPF 30? Apa itu SPF?

SPF atau singkatan dari Sun Protection Factor atau dalam Bahasa Indonesianya "faktor perlindungan matahari", memiliki berbagai nilai, mulai dari SPF 15, 30, 50, 100, dst. dimana nilai tersebut diperoleh dari suatu eksperimen yang cukup rumit dan kalkulasi dengan formula sebagai berikut:


SPF dari suatu produk sunscreen merupakan rata-rata dari rasio dosis eritema minimal pada kulit yang dilindungi produk (minimal erythemal dose on product protected skin, MEDp) dengan dosis eritema minimal pada kulit yang tidak diberi perlindungan (minimal erythemal dose on unprotected skin, MEDu) pada subjek yang sama [3].

Singkat metode eksperimennya, pada subjek eksperimen, dilakukan pengamatan pada 2 area kulit, area pertama diberikan sunscreen yang akan diuji kekuatan perlindungan sinar UV-nya, sementara area yang kedua tidak diberikan sunscreen sama sekali. Kemudian, masing-masing area diberikan radiasi sinar UV dan diamati berapa lama kedua area tersebut mengalami eritema/sunburn. Tentunya harapannya area kulit yang diberi sunscreen dapat bertahan lebih lama terhadap sunburn dibandingkan dengan area kulit yang tidak diberi sunscreen sama sekali. Lengkapnya, eksperimen ini cukup rumit, detail prosedurnya dapat dibaca pada referensi nomor 3.  

Lalu apa bedanya SPF 15, 30, 50, dan 100? Apakah SPF 100 paling baik sementara 15 paling buruk? Nyatanya, nilai SPF tidak bersifat linear, dalam arti SPF 30 tidak mesti memiliki kekuatan 2 kali lipat dari 15, dan seterusnya. Begitu pun kekuatan SPF 100 tidak terlalu berarti dibanding 50. SPF 15 menghalau 93% dari sinar UVB, SPF 30% menghalau 97%, dan SPF 50 menghalau 98%. Tidak linear bukan? Bedanya sangat tipis [7]. 

Sumber Gambar: referensi [7]


Meskipun demikian, berdasarkan formula perhitungan SPF. Terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya, anggap saja misalnya untuk area kulit yang tidak diberi sunscreen akan mengalami sunburn setelah 10 menit radiasi (lama waktu tidak dapat difiksasi, bergantung dari berbagai faktor termasuk jenis kulit). Maka dengan menggunakan SPF 15, hanya 93% sinar UVB yang dapat dihalau, selama - nilai SPF x 10 menit = 15 x 10 menit = 150 menit atau 2,5 jam. Jika berada dalam waktu lama di luar ruangan, artinya setelah 2,5 jam, perlu aplikasi sunscreen ulang untuk perlindungan yang lebih lama. 

Jika menggunakan SPF 30, maka 97% sinar UVB yang dihalau, selama 30 x 10 menit = 300 menit atau 5 jam.

Sementara jika menggunakan SPF 50, maka 98% sinar UVB yang dapat dihalau, selama 50 x 10 menit = 500 menit atau 8,3 jam. Dengan demikian keuntungan menggunakan SPF 50 adalah durasi perlindungannya yang lebih lama dibanding SPF 15 dan 30. Itulah mengapa, dengan kondisi indeks sinar UV yang tinggi, disarankan menggunakan SPF minimal SPF 30, terutama apabila berencana berada di luar ruangan lebih dari 4 jam. 

Baik buruknya SPF juga tergantung kebutuhan. SPF mana yang kita butuhkan pada suatu waktu, tergantung dari indeks UV di daerah tersebut, waktu pukul berapa yang dimaksud, berapa lama rencana berada di luar ruangan, serta kondisi/jenis kulit subjek masing-masing. Oleh karena itu SPF pada kenyataannya tidak benar-benar merefleksikan lama waktu yang dijanjikan oleh sunscreen dalam memberikan perlindungan, melainkan suatu pengukuran relatif jumlah perlindungan sunburn yang diberikan oleh sunscreen. [4] 

Ilustrasi perhitungan di atas hanya berupa gambaran, yang dapat selalu berubah bergantung pada faktor-faktor yang disebutkan sebelumnya. 

Berdasarkan uraian di atas juga, mungkin terbesit pertanyaan, mengapa perhitungan nilai SPF tersebut hanya didasarkan pada perlindungannya terhadap sinar UVB saja, bagaimana dengan UVA? Perlu diketahui bahwa kebanyakan sunscreen hanya bekerja dalam menghalau hanya sinar UVB. Menurutku juga mungkin karena perlindungan terhadap UVB lebih mendesak karena risikonya yang hingga dapat menyebabkan kanker.

Meskipun demikian, juga dipahami pentingnya menghalau sinar UVA, tidak semua orang menginginkan kulitnya menggelap hingga berlanjut pada percepatan pada penuaan kulit. Oleh karena itu, konsumen perlu memilih produk sunscreen yang juga menawarkan perlindungan yang tidak hanya UVB, tetapi juga UVA, dimana jumlah produk sunscreen tersebut tidak banyak beredar di pasaran.

Hal ini diakibatkan karena kebanyakan bahan aktif yang dikandung produk sunscreen tidak mampu untuk mencakup UVA sebagaimana UVA dan UVB berada pada panjang gelombang yang berbeda. UVA pada panjang gelombang 315-400 nm, sementara UVB 280-314 nm [1]. Hanya sedikit produk sunscreen yang menawarkan perlindungan baik UVA dan UVB, contohnya produk yang mengandung Zink oksida (zinc oxide), dimana zat aktif tersebut mampu menghalau secara fisik dan memberikan perlindungan baik terhadap sinar UVA dan UVB [5, 6]. 

Contoh sunscreen yang dapat menghalau baik UVA dan UVB adalah Premiere Beaute Luminous White 50 SPF PA +++, Glow Brightening UV Shield Aqua Sunscreen.



Dapat dibeli di Shopee di Toko @premiere.beaute


PA +++ artinya produk sunscreen tersebut mampu menghalau UVA dengan memberikan perlindungan terbaik, atau lebih baik dibanding PA ++ yang memberikan perlindungan sedang, apalagi PA+. [8] 

Sunscreen ini mengandung zat aktif dari bahan alam yaitu centella dan chamomile. Centella dapat memberikan perlindungan terhadap sinar UV karena kandungan senyawa flavonoid dan saponinnya. [9] Begitu pun dengan chamomile juga kaya akan flavonoid seperti apigenin, kuersetin, palutetin, dan luteolin serta glikosidanya. [10] 

Senyawa flavonoid dapat memberikan perlindungan terhadap sinar UV melalui berbagai mekanisme yang berbeda. Salah satu yang menjadi mekanisme utama adalah adanya penyerapan sinar UV oleh ikatan rangkap terkonjugasi dalam molekul flavonoid. Mekanisme lainnya melibatkan kemampuan flavonoid dalam menstabilkan ROS (reactive oxygen species) dengan adanya gugus hidroksil yang terlekat pada cincin aromatik. ROS dihasilkan oleh radiasi sinar UV yang dapat menyebabkan efek merusak pada kesehatan. [11] 

Menggunakan sunscreen ada aturannya. Salah penggunakan berakibat pada efektivitas perlindungan yang berkurang. Gunakanlah sunscreen setidaknya 10 menit sebelum keluar rumah, agar zat aktif dapat menyerap ke dalam kulit secara maksimal. Selain itu, gunakan sunscreen sebanyak 2 jari. Metode ini disebut "Two Finger Sunscreen Method" karena sudah dikonfirmasi bahwa sebanyak 2 garis jari tersebutlah jumlah dosis sunscreen yang memadai untuk memberikan perlindungan secara optimal. Metode ini muncul berlandaskan fakta penemuan bahwa konsumen hanya menggunakan sekitar 20-25% dari jumlah yang dibutuhkan, sehingga tidak cukup untuk memberikan perlindungan yang optimal. [12]

Sumber Gambar: referensi [12]


Kesimpulannya, penggunaan sunscreen amat diperlukan pada situasi iklim saat ini dimana menyebabkan indeks sinar UV yang meninggi. Tentunya kita tidak ingin kulit kita mengalami sunburn apalagi kanker, serta penuaan kulit. Gunakanlah sunscreen dengan SPF minimal 30 serta produk sunscreen yang juga dapat memberikan perlindungan terhadap sinar UVA setidaknya PA ++ yang memberikan perlindungan sedang. 

Sekian ulasannya, semoga dapat bermanfaat. Mohon maaf kalau ada kesalahan. Terima kasih sudah berkunjung!


Referensi:

[1] UK Biological Safety. 2017. Ultraviolet Radiation-Fact Sheet. http://ehs.uky.edu/biosafety/

[2] Wang PW, et. al., 2019. Comparison of the biological impact of UVA and UVB upon the skin with functional proteomics and immunohistochemistry. Antioxidant, 8, 569; doi:10.3390/antiox8120569

[3] COLIPA - The European Cosmetics, Toiletry and Perfumery Association. 2006. International Sun Protection Factor (SPF) Test Method. www.colipa.com

[4] Center for Drug Evaluation and Research, FDA. Sun Protection Factor (SPF). https://www.fda.gov/about-fda/center-drug-evaluation-and-research-cder/sun-protection-factor-spf#:~:text=SPF%20is%20a%20measure%20of,value%20increases%2C%20sunburn%20protection%20increases

[5] Oaklander, M. 2015. This is the only sunscreen article you need to read. Time. https://time.com/3924609/sunscreen-spf-uva-uvb/

[6] Mitchnick, Mark & Fairhurst, David & Pinnell, Sheldon. (1999). Microfine zinc oxide (Z-Cote) as a photostable UVA/UVB sunblock agent. Journal of the American Academy of Dermatology. 40. 85-90. 10.1016/S0190-9622(99)70532-3. 

[7] Badger. What is SPF Sunscreen? Sun Protection Factor Explain. https://www.badgerbalm.com/pages/what-is-spf-sunscreen-sun-protection-factor

[8] Lenahan, B. 2017. What is PA+++? https://www.colorescience.com/blogs/learn/what-is-pa#:~:text=PA%2B%20means%20your%20sunscreen%20or,protection%20of%2016%20or%20more.

[9] Zaiunddin S., Saifullah TN, & Pamudji G. 2019. Formulasi krim kombinasi herba Pegagan (Centella asiatica L.) dan minyak zaitun sebagai tabir surya secara in vitro. CHMK Pharmaceutical Scientific Journal, 2(1), 27-38.

[10] ZINI, Cíntia & Pinho, José & Alves, Maria & Sousa, Orlando. (2013). Chemical-biological evaluation of sunscreen formulations containing plant extracts. Archives des Sciences (2004). 66. 666. 

[11] Marcos, José & Alencar Filho, José & Sampaio, Pedrita & Chiara, Emanuella & Pereira, Valença & Oliveira Junior, Raimundo & Silva, Fabricio & Almeida, Jackson Roberto & Da, Guedes & Almeida, Silva & Rolim, Larissa & Nunes, Xirley & Araújo, Edigênia. (2017). Flavonoids as photoprotective agents: A systematic review. Journal of medicinal plant research. 10. 848-864. 10.5897/JMPR2016.6273. 

[12] Axis - Y. 2022. Two Finger Sunscreen Method. https://www.axis-y.com/blogs/clarity/two-finger-sunscreen-method#:~:text=Two%20Finger%20Method,-The%20two%20finger&text=The%20method%20involves%20applying%20two,to%20be%20protecting%20your%20skin.