Sunday, December 14, 2014

Catatan Mikropartikel #4

Materi berikutnya adalah liposom dan mikropartikel. Setelah saya mencocokkan kembali materi liposomnya, ternyata pembahasannya mirip sekali seperti yang dijelaskan sebelumnya. Materi bisa di lihat di sini dan di sini

Mikropartikel merupakan partikel dengan ukuran kisaran mikrometer. Salah satu sediaan mikropartikel adalah mikroemulsi. Mikroemulsi sama seperti emulsi biasa yaitu dispersi minyak dan air. Bedanya dengan emulsi biasa, mikropartikel jernih dan transparan, serta secara termodinamika stabil, ukuran partikelnya memiliki diameter antara 10-140 nm. Beda dengan emulsi yang bewarna opak dan tidak stabil secara termodinamika, diameter ukurannya antara 1-20 mm. Pada emulsi sudah terdapat surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan, namun pada mikroemulsi terdapat tambahan zat yaitu cosurfaktan (surfaktan pembantu). 

Sumber Gambar: Slideshare.net

Sumber Gambar: Pharmainfo.net (kiri: makroemulsi, kanan: mikroemulsi)

Adanya mikroemulsi ini ditemukan oleh Hoar dan Schulman. Penemuan dialami ketika mengamati susu yang kejatuhan heksanol yang mana mengakibatkan susu menjadi jernih. Pada awalnya diberi kesimpulan bahwa terjadi solubilisasi. Hingga akhirnya diketahui bahwa itu adalah mikroemulsi. Susu telah mengandung surfaktan, heksanol yang menyebabkan susu menjadi jernih adalah cosurfaktan yang dimaksud. 

Mikroemulsi memiliki nama yang lain antara lain transparent emulsion, swollen micelle, micellar solution, dan solubilized oil. Tujuan dibuatnya mikroemulsi adlaah untuk menghantarkan obat baik hidrofilik atau hidrofobik karena kemampuannya dalam meningkatkan kapasitas pelarutan obat, waktu paruhnya yang panjang, mudah dibuat, dan dapat meningkatkan bioavailabilitas. 

Keuntungan mikroemulsi antara lain secara termodinamika stabil sehingga membutuhkan sedikit energi dalam pembentukkannya, mudah pembuatan dan scale-up-nya, dapat meningkatkan bioavailabilitas obat, pembentukkan mikroemulsi bersifat reversibel, penggunaan mikroemulsi sebagai penghantar obat dapat meningkatkan efikasi obat, dan sebagainya.
Di sisi lain, kerugiannya adalah dibutuhkan konsentrasi surfaktan dan cosurfaktan yang besar, memiliki kapasitas pelarutan yang terbatas untuk zat yang memiliki titik leleh tinggi, surfaktan yang digunakan harus tidak boleh toksik, dan kestabilannya dipengaruhi oleh parameter lingkungan seperti suhu dan pH. 

Terkait dengan penggunaan surfaktan, twwen tidak bisa digunakan terlalu banyak secara oral karena dapat menyebabkan diare. Oleh karena itu saat ini sudah tidak lagi digunakan tween, tetapi digunakan soya lesitin. Untuk penggunaan injeksi, meskipun egg lesitin lebih mahal, tetapi digunakan karena kalau soya lesitin beberapa orang bisa terpicu alerginya. 

Mikroemulsi ada tiga macam yaitu O/W, W/O, dan bicontinous. Mikroemulsi bicontinous  adalah dimana domain mikro antara minyak dan air tersebar merata dalam sistem. 

Sumber Gambar: Pharmainfo.net

Ada 3 teori mikroemulsi yaitu teori antar muka, teori solubilisasi, dan teori termodinamika. Teori antarmuka dan solubilisasi sudah dijelaskan pada catatan sebelumnya (bisa dilihat di sini), meskipun tidak dinyatakan dengan jelas mengenai mikroemulsi, prinsipnya demikian. 

Teori termodinamika menunjukkan bahwa proses pembentukkan droplet minyak dari suatu fase minyak diikuti dengan peningkatan luas antarmuka sehingga terjadi peningkatan energi bebas antarmukanya juga. Entropi dari dispersi droplet sama dengan (T x delta S) maka energi bebas pembentukkan pada sistem diberikan dalam persamaan sebagai berikut:


Jika tegangan permukaan dibuat rendah, maka energi bebas akan menjadi nol atau negatif. Oleh karena itu ketika dihitung termodinamikanya, surfaktan dan cosurfaktan akan menurunkan G antar muka. Dalam hal ini, akan terbentuk droplet terdispersi yang halus. Emulsifikasi ini disebut dengan emulsifikasi spontan karena terkadang tidak diperlukan pengadukan sudah terbentuk emulsinya.

Mengenai keseimbangan mikroemulsi, dapat dipelajari dari diagram fase. Diagram fase adalah plot yang menunjukkan kondisi tekanan dan temperatur di mana dua atau lebih keadaan fisik bisa terjadi bersama-sama dalam keadaan keseimbangan dinamis. Mikroemulsi terdiri dari 3 komponen yaitu minyak, air, surfaktan dan cosurfaktan. Konsentrasi cosurfaktan dapat bervariasi. Jadi, diagram terner dapat terbentuk, berikut adalah diagramnya:

Sumber Gambar: Journals.prous.com

Dengan konsentrasi surfaktan pada minyak yang tinggi akan membalikkan misel dari molekul air yang melarutkannya ke dalam interior hidrofiliknya. Jadi misalnya suatu mikroemulsi minyak dalam air ditambahkan surfaktan pada minyak tinggi maka akan berubah fasenya menjadi mikroemulsi air dalam minyak. Diagram fase dapat digambarkan dengan melakukan titrasi, atau bahkan saat ini sudah tersedia aplikasi berbantu komputer yang dapat membuat diagram fase ini.

Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukkan mikroemulsi:
  1. Packing ratio
  2. Sifat dari surfaktan
  3. Sifat dari fase minyak
  4. Suhu
  5. Panjang rantai
  6. Tipe dan sifat cosurfaktan
Suhu adalah faktor yang memainkan peranan penting dalam menentukan efektivitas ukuran kepala dari surfaktan non ionik. Pada suhu rendah, kepalanya akan bersifat hidrofilik dan membentuk mikroemulsi O/W, pada suhu tinggi, kepalanya bersifat lipofilik sehigga membentuk mikroemulsi W/O, sementara pada suhu menengah, mikroemulsi yang terbentuk adalah bicontinous. 

Karakterisasi mikroemulsi meliputi bentuk dan ukuran dan reologi. SEM tidak mampu untuk mengukur mikroemulsi, yang bisa adalah TEM (Transmission Electron Microscopy). TEM dapat menghasilkan gambar dengan resolusi tinggi secara langung dan transisi struktur mikronya. Sementara reologi diukur dengan menggunakan viskometer Brookfield. Untuk memprediksi mikroemulsi berada dalam sistem O/W atau W/O bisa digunakan metilen blue. Diketahui bahwa metilen blue larut dalam air. 

Mikroemulsi kini telah banyak digunakan dalam kefarmasian, yaitu digunakan sebagai penghantar obat secara oral, ocular drug delivery, pulmonary drug delivery, transdermal drug delivery, parenteral drug delivery, dan sebagainya. 

Demikian yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat. Teirma kasih sudah berkunjung :D

Catatan Mikropartikel #3

Setelah UTS selesai, dilanjutkan materi mikropartikel dengan dosen yang berbeda. Entah sayanya yang kurang memperhatikan selama belajar atau bagaimana, saya kurang mengerti dengan materi setelah UAS ini. Baiklah, apapun itu, saya berusaha untuk memahami materi selama menjelang UAS ini melalui catatan ini.

Pada materi ini, dosen saya mengajarkan 3 materi yang terdiri dari fenomena permukaan dan antarmuka, liposom, dan mikroemulsi.

Dimulai dari fenomena permukaan dan antarmuka terlebih dahulu. Materi ini penting karena akan dipelajari seputar surfaktan yang terkadang diperlukan dalam sediaan farmasi. Fenomena antarmuka merupakan batas antara 2 atau lebih antara fase yang ada secara bersamaan. Mengenai ini, dosen saya bertanya, apabila suatu botol diisi oleh air setengah volume botolnya, ada berapa kah jumlah fase yang ada? 

Sebagian teman saya menjawab satu karena hanya diisi oleh air, tetapi ada juga yang menjawab dua. Jawaban yang benar adalah yang menjawab dua, karena selain air sesungguhnya di atas permukan air terdapat udara. Jadi terdapat dua fase yaitu fase air dan fase gas. Gaya yang terjadi antar molekul air adalah gaya kohesi sementara gaya antara air dan gas adalah gaya adhesi. Berhubung gaya kohesi antar molekul air lebih besars dibandingkan dengan gaya adhesi air dan gas, gaya tarikan ke bawah menjadi lebih kuat sehingga terlihat cekungan ke arah bawah. Sifat antar muka bisa berbeda (meniskus bisa cekung atau cembung) tergantung dari molekul yang membentuk fase antarmukanya. 

Pemahaman fenomena antarmuka dalam farmasi sangat penting untuk diketahui, yaitu dalam mempelajari:
  1. Adsorpsi obat pada zat padat dalam sediaan farmasi
  2. Penetrasi molekul melalui membran biologis
  3. Pembentukkan emulsi dan stabilitasnya
  4. Dispersi partikel yang tidak larut dalam medium cair untuk membentuk suspensi
Sebelumnya telah disebutkan bahwa ada gaya yang menyebabkan tarikan lebih kuat ke dalam. Dalam hal ini diperlukan tegangan permkaan untuk memperoleh counter balance atau keseimbangan. Besarnya tegangan permukaan disebutkan dalam satuan dyne/cm. Dengan demikian,teganan permukaan atau disimbolkan dengan gamma didefinisikan sebagai gaya per unit panjang yang harus diterapkan secara paralel ke dalam permukaan sehingga terjadi keseimbangan. Sementara itu, dalam hal ini dikenal pula adanya tegangan antarmuka. Tegangan antarmuka adalah gaa per unitpanjang yang ada pada antarmuka antara dua fase carian yang saling tidak bercampur dengan memiliki besar satuan dyne/cm.

Apabila dua cairan benar-benar dapat bercampur maka tidak ada tegangan antar muka di antaranya. Semakin besar tegangan permukaan menunjukkan gaya intermolekularnya juga besar. Oleh karena itu, peningkatan jumlah ikatan hidrogen (ikatan yang terjadi secara intermolekuler) dan berat molekul akan meningkatkan tegangan permukaan. 

Energi bebas yang diperlukan untuk memperoleh keseimbangan tersebut, dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:


Dengan demikian, semakin besar luas permukaannya (delta A) maka akan semakin besar energi yang diperlukan untuk memperoleh keseimbangan. Oleh karena itu, droplet cairan cenderung membentuk ukuran sferis agar dapat menurunkan luas permukaan sehingga energi yang dibutuhkan menjadi lebih rendah.

Cara untuk menurunkan energi bebasnya berdasarkan persamaan tentunya tidak hanya dengan mengecilkan luas permukaannya saja, apabila ingin mempertahankan luas permukaannya yang besar, maka tegangan permukaannya yang harus dikecilkan. Cara untuk melakukan pengukuran tenaga permukaan antara lain dengan:
  1. Capillary rise method
  2. Ring (Du Noy) tensiometer
  3. Drop weight method (Stalagmometer)
Dasar pemilihan metode tersebut bergantung pada:
  1. Mana yang akan diukur, apakah tegangan permukaan atau antarmukanya?
  2. Akurasi yang diinginkan
  3. Ukuran sampel
Capillary Rise Method
Prinsipnya adalah ketika suatu tabung kapiler ditempatkan dalam suatu cairan, cairan itu akan naik ke dalam tabung pada jarak tertentu. Dengan mengukur kenaikannya, akan mungkin untuk memperoleh tegangan permukaan cairannnya. Apabila gaya adhesi lebih besar dari pada kohesi, cairan akan membasahi dinding tabung dan naik ke atas tabung. 

Pada tabung dengan keliling berupa lingkaran, rumus total gaya ke atasnya adalah sebagai berikut:


Dengan suatu penurunan rumus lainnya, akhirnya menggunakan metode ini, dapat diperoleh tegangan permukaan dengan rumus sebagai berikut:


Keterangan:
Gamma = Tegangan permukaan
h           = tinggi cairan dalam tabung
r           = jari-jari tabung
rho       = massa jenis cairan
g          = percepatan gravitasi bumi

Ring (Du Nouy) Tensiometer
Prinsip dari metode ini adalah pengukuran tegangan permukaan dengan suatu alat yang bergantung pada gaya yang dibutuhkan untuk untuk melepaskan cincin platinum-iridium yang tenggelam di permukaan atau antarmuka secara proporsional akibat adanya tegangan permukaan atau antarmuka. Rumus perhitungan tegangan permukannnya adalah sebagai berikut:


Mengenai Stalagmometer tidak dibahas oleh dosen di kelas.

Sebelumnya telah disebutkan bahwa untuk mengurangi energi bebas, tanpa harus mengurangi luas permukaan, dapat dilakukan pengecilan tegangan permukaan. Dalam hal ini, terdapat suatu zat yang disebut dengan surfaktan yang mampu mengecilkan tegangan permukaan tersebut. Surfaktan berasal dari bahasa Inggris yaitu surfactant (singkatan dari Surface Active Agent) merupakan suatu agen yang aktif bekerja di permukaan, digambarkan secara skematis sebagai suatu tabung yang merepresentasikan hidrokarbon yang bersifat hidrofobik dengan bola yang menempel di salah satu ujung sebagai bagian polar yang bersifat hidrofilik. Dengan demikian, surfaktan bersifat ampifilik. 

Berdasarkan muatannya, surfaktan digolongkan menjadi surfaktan anionik, (contoh: sodium lauril sulfat), nonionik (contoh: span dan tween), amfoter (contoh: lesitin), dan kationik (contoh: benzalkonium klorida).

Untuk pengetahuan saja, apabila surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan, terdapat suatu zat yang justru bekerja sebaliknya yaitu meningkatkan tegangan permukaan, yaitu garam-garam elektrolit seperti NaCl. 

Suatu cairan yang memiliki tegangan permukaan dan perlu untuk diseimbangkan, memerlukan surfaktan. Dalam hal ini, besarnya surfaktan yang harus ditambahkan tergantung dari HLB tiap cairannya. Mengenai hal ini, tiap cairan memiliki "HLB butuhnya"-nya masing-masing, seperti yang pernah saya jelaskan di sini. Sementara, tiap surfaktan juga memiliki nilai HLB-nya masing-masing. HLB adalah singkatan dari Hydrophilic Lipohilic Balance, suatu skala yang dapat menunjukkan klasifikasi fungsi surfaktan, semakin tinggi HLB-nya akan semakin bersifat hidrofilik surfaktannya, begitu pula sebaliknya. Contohnya adalah span yang memiliki HLB rendah, cenderung bersifat lipofilik, sementara tween yang memiliki HLB tinggi, cenderung bersifat hidrofilik. Berikut adalah skala HLB dan fungsi surfaktan pada HLB tertentu. 


sumber gambar: wikimedia.com

Apabila ditemukan suatu zat yang dapat berperan sebagai surfaktan dan belum diketahui HLB-nya, maka bisa dihitung HLB-nya dengan rumus sebagai berikut:


Dalam hal ini, dikenal pula adanya Spreading Coefficient (S) atau koefisien penyebaran. Koefisien ini berguna utamanya untuk sediaan farmasi berupa lotion atau krim yang harus mampu disebar di permukaan kulit. Penyebaran akan terjadi dengan baik apabila gaya adhesi lebih besar daripada gaya kohesi. Rumus koefisien penyebaran adalah sebagai berikut:


Apabila S bernilai positif maka berhasil menyebar, tetapi jika S bernilai negatif, maka akan terbentuk suatu lensa dan gagal menyebar. Berikut adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi koefisien penyebaran:
  1. Struktur molekul. Semakin besar polaritas dari molekul maka akan semakin positif koefisien penyebarannya. Zat yang bersifat nonpolar akan memiliki S negatif dan gagal untuk menyebar pada air. Mengenai ini, beberapa minyak dapat tetap menyebar di atas air karena mengandung suatu gugus polar seperti COOH atau OH. 
  2. Gaya Kohesi. Benzena dapat menyebar di atas air bukan karena kepolarannya tetapi karena gaya kohesi antara molekulnya lebih lemah dibandingkan dengan gaya adhesi pada air.
Berikut adalah contoh penggunaan koefisien penyebaran dalam kefarmasian:
  1. Diperlukan pada saat menyalut film supaya dapat menyebar di atas permukaan tablet.
  2. Diperlukan untuk lotion yang mengandung minyak mineral yang akan disebar di atas kulit dengan adanya penambahan surfaktan.
Selain didasarkan atas muatannya, surfaktan juga diklasifikasikan berdasarkan fungsinya dalam penggunaannya di kefarmasian, yaitu:
  1. Agen pembasah atau wetting agent
  2. Agen pelarut atau solubilizing agent
  3. Agen pengemulsi atau emulsifying agent
  4. Agen pendispersi, pensuspensi, dan pendeflokulasi
  5. Agen penyabun atau anti penyabunan (foaming or antifoaming agent)
  6. Detergen
Agen pembasah
Agen pembasah bekerja dengan cara ketika dilarutkan dalam zat akan menurunkan sudut kontak. Apabila sudut kontak kurang dari 90 derajat maka suatu solid dapat terbasahi, jika lebih dari itu maka tidak bisa dibasahi. Apabila sudut kontak = 0 derajat maka menunjukkan benar-benar terbasahi. 



Agen pelarut
Dalam hal ini, surfaktan berperan dalam pembentukkan misel. Diketahui bahwa molekul surfaktan akan terakumulasi pada antarmuka antara air dan senyawa yang tidak larut air. Rantai hidrokarbon dari surfaktan akan berpenetrasi pada lapisan yang tidak larut air, sementara yang yang bagian hidrofilik akan berpenetrasi di lapisan air. Apabila surfaktan diberikan dalam jumlah yang berlebihan, maka akan menyebabkan terjadinya pembentukkan misel.



Dengan demikian, pembentukkan misel ini berguna dalam melarutkan senyawa obat yang tidak bisa larut dalam air. Dengan adanya surfaktan, senyawa obat yang tidak larut dalam air, dapat ditingkatkan bioavailabilitasnya, senyawa obat tersebut akan terkepung oleh bagian hidrofobik surfaktan, sementara bagian hidrofiliknya akan berada di luar berkontak dengan pelarut air sehingga akhirnya dapat larut. 

Agen pembentuk busa atau antibusa
Busa merupakan dispersi gas dalam cairan. Saat membuat krim, nanti akan terbentuk busa. Biasanya agen pembentuk busa ditambahkan pada pasta gigi seperti SLS supaya berbusa ketika digunakan. Sementara agen anti busa merupakan kebalikan dari pembentuk busa, digunakan untuk memecah busa, biasanya digunakan dalam fermentasi.

Detergen
Surfaktan digunakan dalam mengangkat kotoran.

Sebelumnya sudah dijelaskan klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya, berikut adalah contoh-contoh senyawanya:

Surfaktan ionik/anionik: merupakan suatu garam bermuatan yang mengandung rantai asam lemak yang panjang
  • Sodium Dodecyl Surfate atau Sodium Lauryl Sulfate digunakan dalam pasta gigi dan salep
  • Triethanolamine Dodecyl Sulfate digunakan dalam shampoo dan sediaan kosmetik lainnya
  • Sodium Dodecyl Benzene Sulfonate digunakan sebagai detergen dan memiliki sifat antibakteri
Surfaktan nonionik: tidak bermuatan
  • Tween
  • Span
Surfaktan kationik 
  • Benzalkonium klorida
  • Cetypyridinium chloride
Surfaktan amfolitik/amfifilik
  • Dodecyl-beta-alanine
Demikian yang dapat saya sampaikan, untuk materi berikutnya (liposom dan mikropartikel) akan dituliskan pada catatan selanjutnya. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung :D

Sunday, October 19, 2014

Farmakokimia #6

Pada pertemuan kali ini, dilanjutkan materi yang sebelumnya yaitu terkait dengan parameter fisika dan kimia yang mana jika sebelumnya yang dibahas adalah parameter elektronik, yang dibahas di pertemuan kali ini adalah parameter lipofilisitas dan sterik.

PARAMETER LIPOFILISITAS/HIDROFOBISITAS

Berikut adalah parameter-parameter yang termasuk ke dalam parameter lipofilisitas:


Parameter yang akan dijelaskan di bawah ini antara lain P, Rm, k' dan Log kw. Sementara parameter sisanya yaitu Log P, lipofilisitas, dan f akan dijelaskan secara tidak langsung dalam pembahasan parameter-parameter yang disebutkan sebelumnya. 

1. Koefisien Partisi (P)
Koefisien partisi merupakan rasio kadar molar zat yang terlarut pada lipid dan air sehingga rumus untuk mendapatkan parameter P adalah sebagai berikut:


Untuk menentukan suatu senyawa yang telah dirancang memiliki koefisien partisinya berapa dapat ditentukan menggunakan rumus di atas setelah melakukan eksperimen--dalam hal ini bisa juga tanpa dilakukan eksperimen ditentukan koefisien partisinya, hanya saja akan dibahas di bagian akhir--Berikut adalah prosedur menentukan koefisien partisi dengan cara eksperimen:
  1. Senyawa yang sudah disintesis ditimbang saksama dan dilarutkan dalam fase yang mempunyai kekuatan melarutkan lebih besar dalam botol partisi (botol kaca, alat bulat, dan bertutup kaca).
  2. Ditambahkan fase kedua dengan volume yang sama, kemudian digojok secara mekanik atau dengan tangan selama 15-20 menit, lalu disentrifugasi dengan 2000 rpm/1 jam. Masing-masing fase kemudian dianalisis.
Pada percobaan di atas, fase lipid yang digunakan biasanya adalah n-Oktanol.

Dengan adanya penggojokkan tersebut, maka senyawa akan terdistribusi pada kedua fase dan kemudian dapat ditentukan berapa koefisien partisinya. Percobaan tersebut diulang sebanyak minimal 4 kali dengan berbagai kadar. Meskipun demikian, metode penggojokkan memiliki kelemahan, antara lain:
  1. Metode ini sangat peka terhadap cemaran, sehingga ada cemaran sedikit akan mengganggu hasil pengukuran. Oleh karena itu senyawa yang diuji harus semurni mungkin. 
  2. Metode ini tidak bisa digunakan untuk menetapkan koefisien partisi dari senyawa yang sukar larut dalam air, mudah menguap, dan mengalami asosiasi atau disosiasi.
  3. Metode ini hanya dapat menetapkan log P dengan hasil antara -2 sampai dengan 4, sehingga terbatas hanya pada rentang tersebut saja.
  4. Reprodusibilitas metode ini rendah.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini, antara lain:
  1. Untuk senyawa yang bersifat asam atau basa, di dalam air, perlu untuk didapar hingga diperoleh 99,9% senyawa dalam bentuk molekul tak terion. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui pKa-nya.
  2. Senyawa harus stabil dalam kondisi yang dipilih, dan tidak terjadi reaksi serta tidak mempengaruhi analisis.
Apabila senyawa yang dianalisis tidak bisa berada dalam bentuk tak terion, maka perlu untuk mengoreksi persamaan perhitungan rumusnya. Rumus mendapatkan koefisien partisinya adalah sebagai berikut:


Pelarut yang bisa digunakan sebagai fase lipid atau fase pelarut nonpolar ada berbagai macam yang bisa digunakan. Namun, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pelarut Oktanol lebih biasa digunakan. Alasannya adalah karena Oktanol memiliki sifat yang mendekati sifat atau karakter dari biomembran yaitu sukar larut dalam air, mempunyai gugus donor dan akseptor ikatan hidrogen, tidak akan terjadi desolvatasi, tekanan uapnya sangat rendah, dan toksisitasnya yang rendah. Selain itu, Oktanol juga bersifat transparan serta cut off UV-nya rendah.

Untuk menghitung kadarnya setelah dilakukan penggojokan, instrumen yang dapat digunakan antara lain Spektro UV, Kromatografi Gas Cair (KGC), dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). 

2. Retardation of migration (Rm)
Parameter ini juga memerlukan eksperimen sehingga membutuhkan senyawa rancangan yang sudah disintesis. Pengukurannya menggunakan KLT dengan fase terbalik, yang mana fase diamnya bersifat nonpolar, sementara fase geraknya bersifat polar. Berikut adalah rumus menghitung Rm:


Dalam hal ini dapat juga diperoleh nilai delta Rm yang mana merupakan parameter yang menilai hubungan senyawa yang dirancang sebelum disubstitusi dan setelah disubstitusi. Nilai delta Rm setara dengan pi atau lipofilisitas, yang artinya jika nilai delta Rm-nya tinggi maka lipofilisitasnya juga tinggi.


Berikut adalah cara menentukan parameter Rm dengan cara eksperimen:
  1. Senyawa dilarutkan dalam metano--atau pelarut lain yang sesuai dan mudah menguap--dan ditotolkan pada lempeng kaca yang sudah disiapkan untuk kromatografi.
  2. Lempeng gel silika perlu untuk dibacam dengan jumlah kecil parafin cair atau minyak silikon (karena metode ini menggunakan fase terbalik, maka fase diam silika yang bersifat polar dibacam dengan parafin cair agar menjadi nonpolar. Dibacam bukan artinya direndam, melainkan dielusi seperti biasa dengan parafin cair tersebut.
  3. Kemudian, eluen dibuat menggunakan campuran air dengan pelarut organik yang dapat bercampur baik dengan air.
  4. Selanjutnya, dielusi secara menaik dalam tangki tertutup hingga jenuh kurang lebih hingga mencapai 15 cm, lalu diangkat dan dikeringkan.
  5. Berikutnya, didekteksi bercaknya dan dihitung nilai Rf-nya.  
Dalam hal ini terdapat keuntungan dan kerugian menggunakan KLT. Keuntungannya antara lain:
  • Cepat dan murah karena alat dan caranya sederhana
  • Metode ini tidak memerlukan senyawa yang harus murni
  • Dapat dilakukan secara simultan (terjadi dalam waktu yang bersamaan) untuk beberapa senyawa
Sementara kerugiannya antara lain:
  • Reprodusibilitasnya kurang baik atau rendah
  • Suatu literatur menyebutkan hanya dapat digunakan untuk uji senyawa yang berupa seri homolog, meskipun demikian terdapat literatur lain yang mengatakan bahwa senyawa analog juga dapat digunakan. Yang dimaksud sebagai seri analog adalah memiliki rumus molekul yang sama, misalnya senyawa alkana (CnH2n+2), sementara senyawa analog yang dimaksud adalah senyawa yang saling berbeda gugus fungsinya, misalnya alkohol dengan metil, dan seterusnya. 
  • Pengujian hanya dapat dialkuan dengan rentang pH antara 2 sampai 8 sehingga kondisi yang bisa dibuat terbatas. 
  • Untuk senyawa yang dapat terion akan sering menghasilkan nilai yang lebih tinggi sehingga menjadi kurang tepat.
3. Faktor Kapasitas Isokratik (k')
Juga merupakan parameter yang diperoleh dengan cara eksperimen, yaitu dengan menggunakan KCKT. Berikut adalah rumusnya:


Dalam metode ini juga digunakan fase terbalik yang mana fase diam yang digunakan adalah Oktadesilsilana (C18) dan fase geraknya adalah metanol/air atau asetonitril/air. Metode ini juga memiliki keuntungan dan kerugiannya. Keuntungannya antara lain jarak penggunaannya sangat luas (bukan berarti tidak ada batasan, hanya saja apabila KLT hanya bisa untuk pH antara2-8, KCKT bisa lebih dari itu tetapi tetap ada batasannya), dan tidak memerlukan proses pemurnian. Sementara kerugiannya antara lain hanya untuk seri homolog (tetapi beberapa analog juga bisa), jarak  pH terbatas (tergantung dengan kemampuan daya tahan kolom), serta pada penetapan k' untuk senyawa basa, diperlukan untuk adanya penambahan dengan senyawa amina pada eluen untuk menekan interaksi sampel dengan gugus silanol pada fase diam sehingga dengan demikian dapat dipastikan bahwa benar-benar faktornya karena partisi untuk menentukan log k.

4.Indeks Lipofilisitas (Log Kw)
Merupakan parameter yang diperoleh dengan melakukan ekstrapolasi linier k' terhadap 100% air dalam fase gerak yang digunakan dalam analisis kKCKT. Contohnya adalah seperti penetapan log Kw, Divanilidenasikloheksanon (DVC) seperti pada contoh di bawah ini:


Bagaimana jika ingin mengetahui parameter lipofilik untuk senyawa yang masih dalam rancangan dan belum disintesis seperti yang telah dibahas sebelumnya? 

Hansch dan Fujita memiliki suatu sistem untuk menjawab persoalan tersebut. Keduanya mengembangkan suatu metode untuk perhitungan sifat lipofilik senyawa dengan menyesuaikan persamaan Hammet untuk lipofilisitas. Berikut adalah rumus perhitungannya:


Dan berikut adalah contoh perhitunganya:





Di bawah ini adalah tabel yang digunakan dalam menentukan nilai pi-nya:





Dari contoh hasil perhitungan di atas, ada yang mendekati nilai hasil pengamatan, tetapi ada juga yang tidak terlalu jauh atau bisa dikatakan cukup jauh dari hasil pengamatan seperti pada Dietilbesterol sehingga memang masih belum memuaskan. Dengan demikian, merangsang peneliti lain untuk merancang metode baru, yaitu sistem Recker.

Sistem Hansch dan Fujita ternyata kurang memuaskan karena adanya beberapa alasan antara lain:
  • Tidak dapat digunakan untuk menghitung log P senyawa yang memiliki bobot molekul rendah.
  • Nilai pi (H) yang dikatakan = 0,00 diragukan.
  • Faktor melipat (folding) karena adanya dipol hanya berlaku pada momen dipol adanya elektronegativitas X.
  • Ada bukti bahwa interaksi difenhidramin dengan model reseptor terikat dalam bentuk tidak melipat sehingga perhitungan log P difenhidramin dainggap kurang mantap.
Kemudian Nys dan Rekker (1973) menyelidiki sejumlah senyawa dan melakukan analisis regresi, dan menemukan bahwa nilai lipofilisitas H pada CH, CH2, CH3, serta substituen atom C jenuh tidak sama dengan 0,00 pada atom H-nya, jadi atom H memiliki nilai juga. Dalam hal ini, mereka mengusulkan parameter pengganti pi yaitu f sebagai bagian dari penusun struktur dari seluruh fragmen. Dengan demikian perhitungannya untuk senyawa tertentu akan menjadi seperti di bawah ini:


Penelitian untuk mendapatkan nilai lipofilisitas fragmen dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, dengan menyelidiki ribuan senyawa yang mewakili berbagai jenis struktur. Jadi penelitiannya terus berkembang dan diperbaiki. Pada tahun 1979, Rekker mempublikasikan tabel tetapan fragmen dan dipublikasikan kembali oleh Rekker dan manhold (1992) setelah dilakukan penyempurnaan.

Terdapat suatu paramater dalam perhitungannya yaitu Magic Constant (Cm) suatu tetapan aneh yang digunakan untuk memperbaiki ketidaksesuaian antara log P pengamatan dengan log P hitungan berdasarkan penjumlahan fragmen yang mana bernilai 0,289. Dengan ini, persamaan penentuan Log P menjadi:


Berikut adalah ringkasan dari faktor Cm untuk beberapa macam senyawa.


Dan berikut adalah contoh perhitungannya:




Terdapat perhitungan lain dengan sistem Recker ini untuk senyawa-senyawa yang terlalu banyak cabangnya, cara perhitungannya adalah seperti pada contoh perhitungan di bawah ini:



Berikut adalah tabel Recker yang digunakan untuk menentukan nilainya:





Menentukan nilai kn memang tidak mudah dalam perhitungan ini. Meskipun banyak program perhitungan, akurasi masih kurang, jadi memang masih banyak yang perlu didiskusikan terkait dengan hal ini.

PARAMETER STERIK

Berikut adalah beberapa parameter sterik:
  • Es TAFT
  • Jari-jari (rv)
  • Berat molekul (M)
  • Volume molar
  • Refraksi molar (MR)
  • Parakor (P)
1. Es
Dikembangkan oleh TAFT yang mana diperoleh dari percobaan kinetika reaksi hidrolisis terkatalisis asam dari ester-ester asam karboksilat. Berikut adalah reaksinya:


Keterangan pada gambar untuk huruf r dan s yang berwarna merah:
r menunjukkan bahwa reaksi berlangsung dengan cepat. sementara s menunjukkan bahwa reaksi berlangsung dengan lambat.

Berdasarkan reaksi di atas, yang menjadi penentu laju reaksi adalah serangan nukleofilik molekul air pada ester yang terprotonasi (s) dan laju reaksi terutama dipengaruhi oleh faktor sterik yang disebabkan oleh gugus R di sekitar gugus C=O. Dalam hal ini, apabila gugus R besar, maka akan menghalangi, dan akan lebih memperlambat reaksi. 


Lain hal nya, gugus ganti pada kedudukan meta dan para pada ester asam benzoat tidak akan mempengaruhi laju hidrolisis terkatalisis asam. Menurut Hancock, reaksi ini dipengaruhi oleh efek hiperkonjugatif sehingga tidak mengikuti persamaan TAFT. Dengan demikian nilai Es perlu untuk dikoreksi dengan rumus sebagai berikut:


Koreksi ini didukung oleh perhitungan mekanika kuantum. Sementara untuk nilai Es untuk banyak gugus ganti tidak dapat diukur. Dengan demikian, mengetahui adanya nilai Es pada beberapa gugus terebu, akan bisa digunakan untuk memprediksi kecepatan hidrolisis dari suatu ester yang dibandingkan dengan ester asam asetat. 

2. Jari-jari 
Berikut adalah perhitungan untuk jari-jari efektif:


Berikut adalah tabel parameter jari-jari:


3. Berat molekul, volume molar, refraksi molar (MR), dan parakor (P)
Berat molekul menunjukkan bulk relatif gugus ganti. Sementara volume molar, refraksi molar, dan parakor juga memiliki level yang sama dengan berat molekul, yaitu bersifat aditif sesuai dengan penyusun strukturnya.

Volume satu molar adalah volume satu mol yang mana dapat dilihat pada literatur dalam tabel.


Refraksi molar dapat diperoleh dengan rumus berikut:


Sementara parakor dapat diperoleh dari rumus di bawah ini:


Berikut adalah nilai refraksi molar dan parakor:



4. Sudur dan jarak ikatan
Parameter ini dikembangkan oleh Verloop dkk pada tahun 1976. Parameter ini trdiri dari L, B1 sampai dengan B4, B5 yang mana dapat diperoleh dengan menggunakan program komputer STERIMOL yang mana mampu memperlihatkan output yang berbeda berkenaan dengan bentuk molekul dan gugus ganti. 

Berikut adalah contoh penerapan pada studi hubungan struktur aktivitas yaitu berupa aksi penghambatan enzim kolinesterase lalat rumah oleh turunan fenil-N-metilkarbamat. 


Pada hasil perhitungan pertama, dilibatkan parameter elektronik dan lipofilisitas  saja yang mana didapatkan nilai r = 0,0855. 

Sementara pada hasil perhitungan kedua, dilibatkan juga parameter steriknya dan diperoleh nilai r yang lebih baik yaitu 0,944.

Hingga terakhir, pada perhitungan, parameter sterik diganti dengan B1 hasilnya menjadi lebih baik yaitu nilai r = 0,963.

Demikian yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung :D