Wednesday, September 02, 2015

Catatan Undang-Undang dan Etika Farmasi #1

Sumber Gambar: adamsmith.org

Kelas ini akan diisi oleh dua pengajar yaitu Pak Fauzi Kasim dan Pak Arel. Namun, untuk pertemuan pertama, diisi oleh Pak Fauzi Kasim terlebih dahulu. Beliau adalah alumni Farmasi UI angkatan 1978 dan kesibukannya selain mengajar, beliau menjadi technical advisor Kompak Group (Industri Kosmetik dan Obat Tradisional), konsultan dan trainer manajemen kesehatan dan farmasi, serta pimpinan redaksi ISO Indonesia. Sebagian besar yang saya tulis di sini adalah materi yang ada pada slide power point Pak Fauzi dilengkapi dengan penjelasan yang saya dengar ketika beliau mengajar di kelas, serta ditambah informasi-informasi dari sumber lain. 

Selama perkuliahan ini, akan ada banyak undang-undang yang dibicarakan. Terdapat dua website utama yang bisa diakses untuk memperoleh perundang-undangan yang berkaitan dengan kefarmasian yaitu www.jdih.pom.go.id dan www.binfar.kemkes.go.id. Mata kuliah ini mempelajari peraturan perundang-undangan Indonesia di bidang kesehatan khususnya profesi kefarmasian dan yang terkait disertai contoh-contoh penerapan, pelanggaran dan sanksinya; hak dan kewajiban apoteker dalam pekerjaan/praktik kefarmasian, disiplin, etika dan moral di bidang kesehatan, khususnya farmasi, dan sanksi terhadap pelanggarannya. 

Yang dipelajari pada pertemuan pertama ini antara lain (1) pengertian farmasi, hukum, disiplin, dan etik; (2) ciri-ciri, hirarki, dan sistematika per-UU-an; dan (3) contoh, jenis, hirarki, dan muatan per-UU-an. Di awal perkuliahan, Pak Fauzi mengingatkan kami untuk memahami berbagai terminologi-terminologi umum terkait kefarmasian terlebih dahulu, sebelum mempelajari mata kuliah ini. Berikut adalah terminologi-terminologi umum yang dimaksud dan penjelasannya:

  1. Pharmacy. Farmasi memiliki 4 definisi. (1) Farmasi merupakan cabang ilmu kesehatan yang berkaitan dengan penyiapan, pemberian obat, dan pemberian informasi penggunaan obat yang tepat. (2) Farmasi adalah suatu seni penyiapan dan peracikan atau pemberian obat. (3) Farmasi adalah suatu tempat di mana obat diracik dan diberikan. (4) Farmasi adalah tempat di mana obat dijual. Sumber referensi: di sini.
  2. Pekerjaan/praktik kefarmasian. (Akan dijelaskan pada bagian di bawah ini nantinya).
  3. Pharmaceutical science. Pharmaceutical science merupakan suatu disiplin ilmu yang mengkombinasikan suatu rentang displin ilmu yang luas yang amat penting terkait dengan penemuan dan pengembangan obat baru atau terapi. Sumber referensi: di sini.
  4. Procurement. Procurement atau dalam bahasa Indonesia adalah pengadaan atau pembelian, merupakan fungsi manajemen bisnis yang menjamin identifikasi, pengadaan, akses dan pengelolaan sumber daya eksternal yang memerlukan organisasi atau mungkin perlu untuk memenuhi tujuan strategis. Sumber referensi: di sini. 
  5. Production/manufacturing. Production adalah suatu proses dan metode yang digunakan untuk mengubah suatu masukan atau input yang berwujud nyata (seperti bahan baku atau barang setengah jadi) dan suatu masukan yang tidak berwujud nyata (seperti gagasan, informasi, dan pengetahuan) menjadi barang atau jasa. Sumber yang digunakan dalam proses ini digunakan untuk membuat output atau keluaran yang cocok untuk digunakan atau memiliki nilai tukar. Sumber referensi: di sini. Sementara manufacturing adalah suatu proses mengkonversi bahan baku, komponen, atau bagian menjadi barang jadi yang memenuhi ekspektasi atau spesifikasi pelanggan. Manufacturing umumnya mempekerjakan suatu pengaturan manusia-mesin dengan pembagian kerja dalam produksi skala besar. Sumber referensi: di sini.
  6. Distribution. Distribution didefinisikan sebagai pergerakan barang dan jasa dari sumber melalui saluran distribusi sampai ke pelanggan akhir, konsumen, atau pengguna, dan gerakan pembayaran dalam arah yang berlawanan, sampai ke produsen asli atau pemasok. Sumber referensi: di sini.
  7. Pharmaceutical service/care. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tetang Pekerjaan Kefarmasian, pharmaceutical service/care atau dalam bahasa Indonesia pelayanan kefarmasian didefinisikan sebagai suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Sumber referensi: di sini.
  8. Pharmaceutical. Pharmaceutical merupakan (1) sesuatu yang berhubungan dengan farmasi atau apoteker, (2) sediaan farmasi, atau berhubungan dengan obat yang digunakan dalam pengobatan medis. Sumber referensi: di sini
  9. Medicine. Memiliki berbagai definisi. (1) Zat atau bahan yang digunakan dalam mengobati penyakit atau sakit (obat). (2) Seni atau ilmu memulihkan atau menjaga kesehatan atau kondisi fisik dengan cara obat, atau operasi pembedahan. (3) Seni untuk mengobati penyakit dengan obat-obatan atau zat kuratif yang dibedakan dari operasi dan kebidanan. (4) Profesi medis. Sumber referensi: di sini.
  10. Drug. Drug didefinisikan sebagai (1) agen terapi, suatu zat selain makanan, digunakan dalam pencegahan, diagnosis, pengobatan, atau menyembuhkan penyakit; (2) biasanya disiratkan sebagai narkotika; (3) istilah umum untuk bahan apa pun yang merangsang atau yang dapat menyebabkan habituasi atau kecanduan, terutama narkotika. Sumber referensi: di sini.
  11. Cosmetic. Didefinisikan sebagai (1) mempercantik, cenderung untuk melestarikan, mengembalikan, atau memberikan kemolekan; (2) zat yang mempercantik; (3) berkaitan dengan koreksi bedah cacat fisik. Sumber referensi: di sini.
  12. Cosmeutical. Didefinisikan sebagai zat yang menggabungkan sifat kosmetik dan farmasi, termasuk sediaan topikal serta agen seperti toksin botulinum yang disuntikkan untuk menghaluskan kulit. Sumber referensi: di sini
  13. Traditional medicine. Traditional medicine atau obat tradisional adalah gabungan keseluruhan pengetahuan, ketrampilan, dan praktik berdasarkan teori, keyakinan, dan pengalaman adat pada budaya yang berbeda yang dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan, diagnosis, perbaikan, atau pengobatan penyakit fisik dan mental. Sumber referensi: di sini
  14. Medical devices. Medical devices menurut FDA adalah setiap artikel atau produk kesehatan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam diagnosis penyakit atau kondisi lain, atau untuk digunakan dalam perawatan, pengobatan atau pencegahan penyakit, yang tidak dimaksudkan dalam tujuan aksi kimia atau yang termetabolisasi. Sumber referensi: di sini.
  15. Health care. Heatlh care merupakan bidang yang bersangkutan dengan pemeliharaan atau pemulihan kesehatan tubuh dan pikiran. Sumber referensi: di sini
  16. Public and private health. Berdasarkan WHO, public health mengacu pada semua tindakan yang terorganisir (apakah publik atau swasta) untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan, dan memperpanjang hidup pada populasi secara keseluruhan. Kegiatannya bertujuan untuk menyediakan kondisi di mana orang bisa sehat dan fokus pada seluruh populasi, bukan pada individu pasien atau penyakit. Dengan demikian public health berkaitan dengan sistem total dan tidak hanya pada pemberantasan penyakit tertentu. Sumber referensi: di sini.
  17. Regulatory. Regulatory, didefinisikan sebagai sesuatu yang terkait dengan pemerintah. Sumber referensi: di sini.
Apoteker bekerja pada bidang farmasi. Pak Fauzi bertanya kepada kami, "Mana yang lebih dulu lahir, dunia farmasi atau dunia medis?" Kami tampak bingung, beliau mengatakan bahwa sesungguhnya yang lebih dulu lahir adalah dunia farmasi. Zaman dahulu, yang ada adalah pengobat, bukan dokter, pengobat-pengobat itu tidak pernah menggunakan ilmu kedokteran. Mereka hanya mengenal tanaman dan lainnya yang berkhasiat dan dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit. Selain apoteker dan dokter, ada banyak tenaga kesehatan yang ada di Indonesia. Berdasarkan Undang Undang Nomor 36 tahun 2014, tenaga kesehatan dikelompokkan menjadi 13 kelompok tenaga kesehatan, yaitu tenaga medis, tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, tenaga teknik biomedika, tenaga kesehatan tradisional, dan tenaga kesehatan lainnya. Masing-masing kelompok tenaga kesehatan tersebut tentunya masih terdiri dari berbagai tenaga kesehatan lainnya. Contohnya tenaga kefarmasian terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian, atau contoh lainnya tenaga kesehatan lingkungan terdiri dari tenaga sanitasi lingkungan, entomolog kesehatan, dan mikrobiolog kesehatan. Sebagian besar tenaga kesehatan membutuhkan sediaan farmasi, dengan demikian bidang farmasi amat penting di kalangan tenaga kesehatan. Sebagaimana ada suatu kutipan, yaitu "No medicine, no health program".

Pekerjaan/praktik kefarmasian didefinisikan oleh PP 51 tahun 2009 pasal 1 dan UU nomor 36 tahun 2009 pasal 108. Berdasarkan PP 51 tahun 2009 pasal 1, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sementara berdasarkan UU nomor 36 tahun 2009 pasal 108, yang didefinisikan adalah praktik kefarmasian, yaitu yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (jika dibandingkan tidak termasuk pengelolaan obat). Dengan demikian, pekerjaan kefarmasian meliputi pengadaan, pembuatan, distribusi, dan pelayanan kefarmasian. 

Yang termasuk ke dalam komoditi farmasi antara lain obat, obat tradisional, kosmetik, makanan dan minuman, PKRT (Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga), bahan berbahaya, bahan, sediaan, dan produk. Sementara berdasarkan PP 51 tahun 2009, yang dimaksud ke dalam sediaan farmasi hanya obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetik sejak dari bahan baku, sediaan, hingga barang jadi sehingga cangkang kapsul juga termasuk ke dalam sediaan farmasi. Yang dimaksud dengan produk, bisa berupa alat, contohnya AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). Sementara yang termasuk ke dalam bidang farmasi antara lain industri/manufaktur, distribusi, retail/pelayanan, regulasi, pembinaan pengawasan, lembaga pendidikan, lembaga penelitian, TNI/POLRI, dan lain-lain. 

Bidang farmasi tentunya dinaungi oleh peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini terdapat suatu kerangka konsep yaitu peraturan perundang-udangan dilahirkan dari adanya perintah, masalah, dan tuntutan, kemudian dari dari adanya peraturan perundang-undangan itu dicapai suatu tujuan berupa output, outcome, dan impact. Contohnya, terdapat suatu peraturan perundang-undangan tentang narkotika baru yang dilahirkan karena adanya perintah, atas dasar adanya suatu masalah, yaitu pada peraturan perundang-undangan yang sebelumnya memberikan sanksi terhadap peredaran narkotika terlalu ringan yang akibatnya narkotika tersebar dengan mudah. Pada peraturan perundang-undangan yang baru ditetapkan sanksinya dengan sanksi yang jauh lebih berat, yang diharapkan mencapai tujuan berupa output yaitu melindungi konsumen, outcome menjadikan penduduk sehat, dan impact-nya berupa masyarakat menjadi sehat. 

Peraturan perundangan merupakan bagian dari hukum, namun di luar itu masih terdapat disiplin dan etika. Ibaratnya suatu himpunan bagian, hukum merupakan himpunan bagian dari disiplin, lalu disiplin merupakan himpunan bagian dari etika. Disiplin dan etika tidak tertulis dalam peraturan perundangan sehingga memang jelas peraturan perundangan merupakan bagian dari hukum. Disiplin itu mengatur bagaimana seseorang patuh terhadap peraturan perundang-undangan meskipun tidak tertulis dengan jelas di dalamnya. Contohnya, apoteker tidak masuk kerja ketika sedang flu. Memang tidak ada aturan yang melarang apoteker untuk masuk kerja meskipun sedang sakit. Namun, terdapat suatu aturan yang menjelaskan bahwa seorang apoteker bekerja dalam keadaan sehat agar dapat berpikiran jernih dan membuat keputusan dengan benar. Sebagai bentuk disiplin atau patuh terhadap aturan tersebut, apoteker tidak masuk kerja. Sementara etika berbeda dengan disiplin, lebih terkait dengan perasaan antar teman sejawat. Contohnya, memang tidak ada larangan membangun apotek di samping apotek yang telah lama dibangun. Tetapi, sesungguhnya terdapat kode etik yang menerangkan bahwa apoteker  harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan. Jadi, ketika ada apoteker yang ingin membangun apotek dekat dengan apotek yang sudah lama dibangun, maka akan ada persaingan. Apakah apoteker tersebut ingin adanya persaingan, apabila tidak ingin disaingi maka janganlah menyaingi apoteker lain. 

Di bawah ini adalah ciri peraturan perundangan yang baik:
  1. Kejelasan tujuan.
  2. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat.
  3. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan.
  4. Dapat dilaksanakan.
  5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan.
  6. Kejelasan rumusan, dan
  7. keterbukaan.
Di dalam peraturan perundang-undangan dikenal adanya hierarki yang menjelaskan bahwa peraturan perundang-undangan di bawahnya, diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Sehingga sepanjang tidak ada dasar hukum atau perintah dari aturan di atasnya maka perlu diragukan keberadaannya. 

Berikut adalah hierakri peraturan perundang-undangan, nomor urut satu memiliki kekuatan lebih tinggi dibandingkan dengan urutan selanjutnya.
  1. UUD 1945
  2. Ketetapan MPR
  3. Undang-Undang/PERPPU
  4. Peraturan Pemerintah/Presiden
  5. Peraturan Daerah
Peraturan yang dibuat oleh menteri berada di bawah peraturan daerah sehingga apabila terjadi konflik, maka yang menang adalah peraturan daerah. Contohnya, dalam peraturan menteri, perizinan pembangunan apotek dapat diurus di dinas kesehatan (misalnya), namun pada peraturan daerah, seluruh permohonan perizinan (termasuk pembangunan apotek) diurus pada pusat perizinan terpadu. Akibatnya, yang perlu dipatuhi adalah peraturan daerah. Peraturan menteri mengenai hal itu diabaikan.

Pada dasarnya, format atau sistematika peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:
  1. judul,
  2. latar belakang,
  3. dasar hukum,
  4. ketentuan umum,
  5. tujuan
  6. materi muatan (sanksi),
  7. ketentuan peralihan/penutup,
  8. penjelasan.
Semua bagian dari sistematika penting untuk dibaca terutama bagian penjelasan, karena biasanya terdapat beberapa hal yang tidak dijelaskan pada bagian tubuh, akan lebih jelas dijelaskan pada bagian penjelasan. Selain itu bagian penutup juga penting untuk dibaca karena biasanya memberikan informasi adanya suatu peraturan yang dicabut akibat dilahirkannya peraturan tersebut. Yang artinya peraturan yang telah dicabut tersebut sudah tidak dapat lagi digunakan sebagai rujukan. 

Terdapat berbagai alasan kenapa perlu adanya pengaturan perintah peraturan perundang-undangan kefarmasian, yaitu:
  1. Belum tersedianya pelayanan dan sediaan farmasi, alat kesehatan dan PKRT secara baik dan benar.
  2. Belum terjaminnya pelayanan keamanan, mutu, dan khasiat/kemanfaatan secara baik dan benar.
  3. Belum terjangkaunya pelayanan, sediaan farmasi, alat kesehatan dan PKRT bagi masyarakat secara baik dan benar.
  4. Belum terlindunginya masyarakat terhadap penggunaan yang tidak memenuhi standar dan persyaratan secara baik dan benar.
  5. Mencegah dan mengatasi akibat yang muncul dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan.
  6. Memberikan kepastian hukum.
Dengan demikian, tujuan adanya peraturan perundang-undangan kefarmasian antara lain:
  1. Tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan PKRT.
  2. Terjamin keamanan, mutu, dan khasiat/kemanfaatan.
  3. Terjangkaunya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan PKRT bagi masyarakat.
  4. Melindungi masyarakat terhadap penggunaan yang tidak memenuhi standar dan persyaratan.
  5. Mencegah dan mengatasi akibat yang muncul dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan.
  6. Memberikan kepastian hukum.
Berikut adalah Undang-Undang yang mengatur kefarmasian:
  1. Ordonansi obat keras
  2. UU nomor 8 tahun 1999
  3. UU nomor 13 tahun 2003
  4. UU nomor 32 tahun 2004 - UU nomor 8 tahun 2005
  5. UU nomor 35 tahun 2009
  6. UU nomor 36 tahun 2009
  7. UU nomor 44 tahun 2009
  8. UU nomor 36 tahun 2014
  9. dan lainnya
Sementara di bawah ini adalah peraturan pemerintah yang mengaturnya:
  1. PP nomor 20 tahun 1962
  2. PP nomor 32 tahun 1996
  3. PP nomor 72 tahun 1998
  4. PP nomor 38 tahun 2007
  5. PP nomor 19 tahun 2005
  6. PP nomor 23 tahun 2004
  7. PP nomor 51 tahun 2009
  8. dan lainnya
Selain itu juga terdapat PERMENKES/SK MENKES, PER/SK KA BPOM, dan EDARAN MENKES/BPOM yang mengaturnya. Keseluruhan peraturan perundang-undangan yang disebutkan di atas akan dipelajari pada pertemuan lainnya. 

Demikian yang dapat saya sampaikan. Saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penjelasannya. Semoga bermanfaat dan terima kasih sudah berkunjung :D

2 comments:

  1. maaf kak, saya ingin bertanya, obat legal menurut uu / permenkes apa yaa kak?

    ReplyDelete
  2. maaf kak, ingin bertanya obat legal menurut uu / permenkes apa yaa kak?

    ReplyDelete

If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)