Friday, February 15, 2013

Catatan Fitokimia #1

Saya mendapatkan mata kuliah fitokimia pertama kali pada hari Rabu, 13 Februari 2013. Dosen yang pertama kali mengajar adalah Ibu Katrin. Jadi pada mata kuliah tersebut akan ada 2 dosen yang mengajar, selain Ibu Katrin akan ada Ibu Berna.

Sebenarnya saat pertama kali mendapatkan mata kuliah tersebut saya masih belum mengetahui apa saja yang dipelajari pada pelajaran fitokimia. Kemudian Ibu Katrin menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan fitokimia itu sesuai dengan kata yang menyusunnya yaitu fito dan kimia yang mana fito artinya tumbuhan, maka fitokimia dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari senyawa organik ataupun zat-zat kimia yang dihasilkan oleh tumbuhan dan memiliki ciri atau karakteristik yang tertentu.

Awalnya saya masih bingung mengenai perbedaan farmakognosi dengan fitokimia. Ternyata perbedaannya terletak pada asal yang dipelajarinya. Kalau fitokimia lebih mempelajari tumbuhannya, sementara farmakognosi mempelajari bahan alam baik yang berasal dari tumbuhan, hewan, maupun makhluk hidup lainnya.

Kalau kata senior, "Nanti kamu di mata kuliah fitokimia akan lebih banyak mempelajari mengenai ekstraksi tumbuhan."

Mungkin benar, karena memang yang dijelaskan Ibu Katrin di awal kuliah berkaitan dengan ekstraksi. Jadi beliau menjelaskan bahwa di fitokimia nantinya kita diharapkan mampu mengetahui metode ekstraksi, pemisahan, dan identifikasi golongan.

Di bawah ini saya akan lebih banyak menuliskan apa yang saya catat saat pelajaran fitokimia tersebut.

Untuk memperoleh senyawa organik kita perlu mengisolasinya dari tumbuhan kemudian melakukan ekstraksi, fraksinasi, pemurnian, kemudian pencirian (karakterisasi) isolat.

Tumbuhan sebagai makhluk hidup bermanfaat sebagai bahan obat. Sebagaimana kita tahu bahwa di dalam tubuh tumbuhan terjadi metabolisme. Hasil dari metabolisme tersebut berupa metabolit primer dan sekunder. Yang dimaksud dengan metabolit primer adalah produk metabolisme berupa senyawa penting yang harus ada di dalam organisme karena diperlukan dalam menyokong hidupnya seperti karbohidrat, protein, lemak, dan asam nukleat. Sementara yang dimaksud dengan metabolit sekunder adalah hasil metabolisme yang belum jelas fungsinya bagi tumbuhan, serangga, atau mikroorganisme lainnya, tetapi bermanfaat bagi manusia karena keaktifan biologinya. Contoh metabolit sekunder antara lain flavonoid, alkaloid, terpen, senyawa fenol, steroid, dan glikosida.

Pada pelajaran ini, kita akan mengenal istilah yang disebut dengan Prazat (bahan awal). Jadi ada beberapa zat yang perlu kita ketahui bahan awalnya atau prazatnya. Contoh: (1) senyawa aromatik prazatnya asam sikimat, (2) alkaloid dan antibiotik peptida prazatnya asam amino, (3) poliasetilen dan prostaglandin prazatnya asetat.

Jadi pada intinya di fitokimia, kita akan mempelajari bagaimana dari suatu tumbuhan kita bisa mendapatkan senyawa organik yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan obat. 

Karena senyawa organik tersebut didapat dari tumbuhan, maka kita perlu untuk membudidayakan tumbuhan tersebut. Tumbuhan yang layak dibudidayakan adalah tumbuhan yang bermutu dan memenuhi persyaratan sesuai standar dengan baik.Jadi tidak sembarang tumbuhan yang dibudidayakan.

Dalam hal ini kita akan mengenal suatu bahan alam dari tumbuhan yang belum mengalami pengolahan dan umumnya masih dalam bentuk sederhana. Bahan alam tersebut disebut dengan simplisia. Simplisia ini sebenarnya dapat juga bersumber dari tanaman liar, di samping dari tanaman budidaya. Sebagaimana kita tahu bahwa yang dimaksud dengan tanaman budidaya adalah tanaman yang sengaja dibudidayakan di perkebunan luas, di pertanian kecil, atau di halaman dalam tujuan untuk memperoleh simplisia. Sementara yang dimaksud dengan tanaman liar adalah tanaman yang dapat tumbuh sendiri atau sengaja ditanam tetapi bukan untuk tujuan memperoleh simpliasi. Pada tanaman liar ini akan didapatkan mutu yang bervariasi dan pada umumnya tidak memenuhi standar yang dikehendaki.

Jadi sekali lagi, simplisia yang baik adalah yang berasal dari tanaman yang bermutu dan memenuhi standar. Berikut adalah hal-hal yang mempengaruhi mutu suatu tumbuhan berdasarkan sumbernya:
  1. Jenis dan varietas tumbuhan
  2. Jenis organ atau bagian tumbuhan yang digunakan
  3. Umur tanaman
  4. Waktu panen
  5. Teknik atau cara panen yang digunakan
  6. Pengolahan pasca panen, seperti penyimpanan dan pengepakkannya
  7. Lingkungan tempat tumbuh, beberapa hal berdasarkan lingkungan tempat tumbuh yang dapat mempengaruhi mutu tanaman antara lain: (a) iklim, (b) suhu, biasanya pembentukan metabolit sekunder akan naik pada suhu yang relatif tinggi, (c) curah hujan, pada musim hujan terkadang kadar metabolit akan turun dibandingkan pada musim kemarau, karena pada musim hujan kadar air di udara lebih tinggi sehingga banyak terserap oleh tumbuhan dan mempengaruhi konsentrasi dari metabolit, (d) keadaan sinar matahari dalam sehari, dan (e) tinggi tempat tumbuh dari permukaan laut.
Selain itu, terdapat adanya pengaruh dari budidaya tumbuhan terhadap kualitas atau mutu tanaman obat. Beberapa pengaruhnya antara lain, tumbuhan budidaya akan menghasilkan tumbuhan dengan kualitas atau mutu standar, tumbuhan standar akan dapat menghasilkan simplisia standar. Oleh karena itu dalam mendapatkan simplisia yang standar tanaman obat harus dikembangkan secara budidaya menggunakan bibit yang unggul. Selain itu, asal tumbuhan harus jelas, tumbuhan harus memiliki morfolofi serta anatomi yang jelas, tumbuhan memiliki tanda spesifik (memiliki senyawa identitas), dan memiliki kadar zat yang berkhasiat.Simplisia yang dihasilkan dari tanaman budidaya tersebut harus memiliki kualitas yang sama dan bersifat reprodusibel.

Peranan tumbuhan tersebut dalam pengembangan obat tidak hanya digunakan sebagai pencegahan dan penyembuhan penyakit saja, melainkan dapat juga digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mengembalikan kesegaran dan kekuatan tubuh.

Sampai saat ini di Indonesia, terdapat 3 jenis bahan obat alam yang beredar, yaitu jamu, sediaan herbal terstandar, dan fitofarmaka. Perbedaan ketiganya antara lain, untuk jamu, jamu bersifat empiris, dalam artian bahwa khasiat dan kegunaan dari jamu tersebut diketahui oleh nenek moyang tidak didapat melalui uji praklinik maupun uji klinik. Untuk sediaan herbal terstandar, khasiatnya telah diuji melalui uji praklinik. Berbeda dengan keduanya, fitofarmaka memiliki khasiat yang telah teruji baik melalui uji praklinik maupun uji klinik.


Suatu tumbuhan dapat memiliki khasiat tertentu tentunya karena adanya suatu senyawa atau zat yang dikandungnya yang memiliki khasiat tersebut. Oleh karena itu apabila kita ingin mengetahui suatu tumbuhan memiliki khasiat tertentu atau tidak, kita dapat mengidentifikasinya dengan cara melakukan ekstraksi atau dengan melakukan teknik isolasi yang dikehendaki. Setelah mendapatkan senyawanya atau zatnya, kemudian kita bisa melakukan serangkaian uji tertentu untuk mengetahui senyawa apakah yang dikandung tersebut. Berikut adalah beberapa uji yang bisa dilakukan:
  1. Uji Liebermann Bouchard, untuk mengidentifikasi senyawa terpenoid
  2. Uji Dragendorf, Bouchardat, dan Mayer untuk mengidentifikasi senyawa alkaloid
  3. Uji Dragendorf dan fluorescensi untuk mengidentifikasi kumarin
  4. Uji Mg-asam untuk mengidentifikasi senyawa flavonoid
Selain itu, kita juga dapat mengetahui khasiat dari senyawa yang diisolasi melalui aktivitas biologinya. Misalnya saja ketika diberikan pada serangga kemudian dapat membunuhnya, maka berkhasiat sebagai insektisida. Apabila diberikan kepada parasit kemudian dapat membunuhnya, anti parasit. Diberikan kepada mikroba dapat membunuhnya, antimikroba, dan lain sebagainya. Tetapi untuk selanjutnya ada pengertian lain yang lebih sempit yang dapat menggolongkan senyawa tersebut merupakan insektisida, antiparasit, antimikroba dan lainnya.

Jadi pada intinya, untuk mendapatkan senyawa yang berkhasiat tersebut dari tumbuhan perlu untuk mengisolasinya atau dengan cara ekstraksi. Yang dimaksud dengan ekstraksi adalah proses penyarian senyawa kimia yang terdapat di dalam bahan alam atau berasal dair dalam sel dengan menggunakan pelarut dan metode yang tepat.

Prinsip dari ekstraksi adalah melarutkan komponen yang berada dalam campuran (dalam simplisia) secara selektif menggunakan pelarut yang sesuai. Pada ekstraksi, pelarut harus mampu berdifusi, dan untuk selanjutnya senyawa aktif juga harus cukup larut dalam pelarutnya sehingga pada akhirnya dapat dicapai kesetimbangan antara linarut dengan pelarut. Kecepatan untuk kesetimbangan bergantung pada pH, suhu, ukuran partikel, dan gerakan partikel.

Beberapa istilah yang perlu diketahui dalam ekstraksi antara lain:
  1. Ekstrak, merupakan hasil proses ekstraksi
  2. Ekstraktan, merupakan pelarut atau solven (semua jenis senyawa organik atau pelarut organik, termasuk air)
  3. Rafinat (miscella), merupakan senyawa kimia yang akan diekstraksi dengan pelarutnya (jadi pelarut sudah mengandung linarut)
  4. Linarut, merupakan zat yang akan dilarutkan, senyawa yang harus disari dari bahan alam
  5. Efektifitas ekstraksi, merupakan parameter untuk mengukur keberhasilan ekstraksi
Dalam hal ini terdapat 3 tahapan dalam proses ekstrasksi. Tahap pertama adalah penetrasian pelarut ke dalam sel tanaman dan pengembangan sel. Tahap kedua adalah adanya disolusi pelarut ke dalam sel. Tahap ketiga adalah adanya difusi dari bahan yang terekstraksi ke luar sel.

Selain pelarut yang merupakan hal penting dalam ekstraksi, metode ekstraksi yang tepat juga merupakan hal yang penting. Dalam hal ini terdapat berbagai metode ekstraksi yang oleh karenanya kita perlu menentukan metode mana yang sesuai dengan bahan alam yang kita gunakan. 

Metode ekstraksi dapat dibedakan berdasarkan energi yang dibutuhkan, bentuk fasanya, dan waktu kontaknya.

Berdasarkan energi yang dibutuhkannya metode ekstraksi dibagi menjadi dua, yaitu dengan cara dingin dan dengan cara panas. Yang termasuk ke dalam cara dingin antara lain pengocokan, maserasi, dan perkolasi. Sementara yang termasuk ke dalam cara panas antara lain refluks, soxhlet, destilasi, infusa, dan dekokta. 

Terdapat perbedaan metode dengan cara dingin dan cara panas. Bahan alam yang menggunakan cara panas adalah bahan-bahan yang tahan terhadap panas sehingga untuk bahan-bahan yang tidak tahan terhadap panas sebaiknya menggunakan metode dengan cara dingin. Dalam hal ini, ada keuntungan apabila menggunakan metode dengan cara panas. Keuntungannya adalah bahwa prosesnya dapat berjalan menjadi lebih cepat karena adanya pemanasan dapat memperbesar kelarutan. 

Untuk informasi saja, biasanya bahan-bahan yang mengandung musilago, pilihan metode yang tepat adalah dengan cara dingin, yaitu maserasi, karena apabila dengan cara panas, musilago dapat mengembang dengan cepat. Dan pilihan metode yang tepat untuk kulit batang adalah dengan cara perkolasi.

Berdasarkan bentuk fasanya, metode ekstraksi dibagi menjadi dua, yaitu ekstraksi cair padat dan ekstrasksi cair cair. Metode ekstraksi cair padat, artinya pelarutnya berupa cairan, sementara zat yang diekstraksi berupa padatan. Sementara metode ekstraksi cair-cair artinya bahwa pelarutnya berupa cairan dan zat yang diekstraksinya juga berupa cairan. Dalam metode ekstraksi cair cair ini tentunya dapat muncul dua kemungkinan, keduanya bisa saling bercampur atau keduanya saling tidak bercampur. Untuk yang dapat saling bercampur metodenya biasanya dengan cara dialisis dan osmosis. Sementara untuk yang saling tidak bercampur ekstrasksi di awalnya dilakukan dengan cara pengocokan.

Berdasarkan waktu kontaknya, metode ekstraksi dibagi menjadi tiga, yaitu ekstraksi sederhana, ekstraksi bertahap (batch), dan ekstraksi sinambung (continous).

Sekali lagi, dalam ekstraksi ini pelarut menjadi penting. Oleh karena itu, terdapat beberapa kriteria dalam memilih pelarut. Kriteria yang paling penting pada pelarut adalah kepolarannya. Untuk senyawa yang bersifat polar maka pelarutnya yang polar, begitu juga sebaliknya untuk senyawa yang nonpolar, pelarutnya nonpolar.

Berikut adalah urutan pelarut mulai dari yang nonpolar sampai yang polar:
n-heksana, n-heptana, sikloheksana, asam asetat, piridina, asetonitril, DMF, DMSO, lalu air.

Syarat untuk pelarut yang digunakan:
  1. Memiliki kapasitas yang besar
  2. Bersifat selektif
  3. Harus dapat diregenerasi (bisa digunakan kembali)
  4. Relatif tidak mahal
  5. Bersifat tidak toksik, tidak korosif, dan tidak dapat memberikan kontaminasi yang serius
  6. Memiliki viskositas yang cukup rendah
  7. Memiliki volabilitas yang rendah (artinya memiliki kemampuan menguap yang mudah atau memiliki titik didih yang rendah)
Cara untuk mempercepat penguapan antara lain dengan:
  1. Meletakkannya di atas penangas air dengan temperatur antara 40-60 derajat celcius, tidak boleh terkena api langsung (karena dapat mengakibatkan kerusakan pada zat)
  2. Melakukan penyulingan (destilasi), dalam hal ini dapat diperoleh pelarut kembali
  3. Dengan penyulingan vakum, yaitu dengan tekanan yang dikurangi dan menggunakan temperatur yang lebih rendah
Pada proses ekstraksi terdapat urutan ekstraksinya. Jadi, dimulai dari menggunakan pelarut nonpolar (misal n-heksana), menengah (diklorometana), kemudian polar (etanol dan metanol).

Dalam hal ini pelarut nonpolar dibutuhkan dalam pengawalemakkan (defatting) sehingga lemak dapat dibuang sebelum ekstraksi atau dengan kata lain bahan alam menjadi bebas lemak.

Setelah dilakukan penyarian menggunakan pelarut, kemudian pelarut perlu untuk dihilangkan. Biasanya penghilangan pelarut menggunakan evaporator. Untuk pelarut air bisa menggunakan metode freze drying, sehingga apabila terdapat pelarut organiknya, perlu dihilangkan terlebih dahulu baru bisa menggunakan metode freze drying untuk pelarut airnya.

Pelajaran mengenai fitokimia pada hari itu diakhiri dengan salah satu metode ekstrasi yang berdasarkan waktu kontak, yaitu ekstraksi bertahap. Pada ekstraksi bertahap, pelarut yang digunakan dibagi-bagi (sedikit-sedikit). Metode ekstraksi bertahap ini lebih baik dibandingkan dengan ekstraksi yang dilakukan hanya dalam satu kali. Dengan kata lain, dengan ekstraksi bertahap ini dapat diperoleh hasil ekstraksi yang lebih banyak sehingga efektifitas meningkat.

Di akhir perkuliahan, Ibu Katrin memberikan soal. Soalnya adalah sebagai berikut:
Empat gram asam butirat dalam 500 ml air diekstraksi dengan 500 ml eter, KD pada 26 derajat celcius adalah 3,0. Hitunglah zat yang terlarut dalam pelarut eter menggunakan jumlah total pelarut yang sama apabila:
a. 1 kali ekstraksi dengan 500 ml eter
b. 2 kali ekstraksi dengan 250 ml eter
c. 5 kali ekstraksi dengan 100 ml eter

Jawaban:




Berdasarkan jawaban tersebut di mana pada satu kali ekstraksi dengan 500 ml eter dihasilkan hasil ekstraksi sebanyak 3 gram, dengan dua kali ekstraksi dengan 250 ml eter dihasilkan 3,36 gram hasil ekstraksi, dan dengan lima kali ekstraksi dengan 500 ml eter dihasilkan 3,62 gram hasil ekstraksi maka jelaslah bahwa dengan ekstraksi bertahap bisa didapatkan hasil ekstraksi yang lebih banyak.

Demikian yang bisa saya sampaikan. Kurang lebihnya mohon maaf. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung :)

0 comments:

Post a Comment

If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)