Sunday, July 17, 2022

Hal yang Caregiver Pasien Diabetes Mellitus (DM) Perlu Ketahui


Sedih rasanya mendengar kondisi kesehatan paman dari bapak makin memburuk. Belum lama paman dari bapak (adik bapak) didiagnosis terkena diabetes mellitus (DM). Berdasarkan pengamatanku dari keluarga ibu, paman-pamanku yang menderita DM usianya tidak lama. Didiagnosis terkena DM serasa 'hukuman mati' bagi mereka. Sudah 3 pamanku dari ibu meninggal tidak lama karena DM, adik dari bapak yang laki-laki yang bungsu juga meninggal karena DM tidak lama setelah mengetahui dirinya mengidap DM. Ibuku juga DM, tapi beliau sanggup bertahan dengan penyakitnya selama lebih dari 20 tahun dengan DM. 

Saya bertanya-tanya apa yang menyebabkan saudara laki-laki ibu dan bapakku begitu cepat tutup usia setelah memperoleh diagnosisnya. Kusimpulkan berdasarkan pengamatanku sendiri bahwa tidak adanya semangat untuk hidup. Inilah yang saya khawatirkan terhadap pamanku yang baru ini terdiagnosis diabetes. Tubuhnya kian kurus, tampak selalu lesu dan tidak bersemangat. 

Melalui tulisan kali ini, saya berharap, pembaca yang merupakan caregiver untuk pasien DM atau pun sekedar berkunjung untuk membaca tulisan ini, menjadi tahu bagaimana caranya mendampingi pasien DM.

Pembaca yang budiman, didiagnosis DM bukanlah akhir dari kehidupan. Beri tahu pasien DM tersebut, bahwa ada cara untuk dapat tetap hidup dengan berkualitas. Bantu ingatkan pasien, bahwa diagnosis ini harus diterima secara ikhlas, setelahnya ada gaya hidup baru yang harus diterapkan. DM bukanlah penyakit yang tidak ada obatnya, meski tidak menghilangkan penyakit itu selama-lamanya, pasien dapat hidup seperti biasa hanya saja berdampingan dengan DM seumur hidupnya. Tanamkan pada pikiran pasien bahwa pasien masih bisa beraktivitas seperti biasa, bekerja, memasak, mengerjakan hobinya, hanya saja ada syaratnya, yang akan kita bahas setelah ini. 

Ada empat tatalaksana utama dalam menangani pasien diabetes, yaitu pendekatan secara nonfarmakologi (tanpa obat), dengan obat, berolahraga, dan pemeriksaan gula darah secara rutin. 

Pertama adalah pendekatan tanpa obat, bukan berarti pasien tidak diberi obat, tetapi pendekatan ini adalah pendekatan yang bukan dengan obat, yaitu dengan mengganti kebiasaan masakan dan makanannya. Sebelum membahas lebih jauh, saya yakin pembaca mengetahui bahwa pasien DM memiliki gula di atas normal, akibat kelebihan gula yang dikonsumsinya. Oleh karena itu, tujuan dari tatalaksana agar pasien DM dapat tetap hidup berkualitas adalah dengan memastikan gula darah pasien DM berada dalam kisaran normal. 

Pada pasien DM, mengonsumsi nasi putih biasa, dapat menyebabkan gula darah meningkat drastis. Hal ini karena nasi putih apabila dicerna, akan terpecah menjadi glukosa-glukosa yang menyebabkan gula darah naik. Oleh karena itu, caregiver dapat membujuk pasien DM untuk mau mulai mengganti kebiasaan makan nasi putihnya dengan nasi merah. Nasi merah memiliki kadar glukosa yang rendah. Ibu saya setiap kali makan nasi putih 1 porsi, bisa naik hingga 100 mg/dl, ini belum ditambah dengan lauk pauk dan minuman yang dikonsumsinya dalam 1 hari, sehingga ketika tidak dijaga, gula darah ibu saya bisa berada dalam kisaran 300-500 mg/dl. Kadar gula darah normal adalah 70-130 mg/dl. 

Selain nasi putih, 1-2 sendok gula pasir biasa, juga bisa meningkatkan gula darah ibu saya sebanyak 100 mg/dl. Oleh karena itu, hindari membuatkan teh manis dengan gula pasir biasa. Ganti dengan gula substitusi, misalnya gula tropicana yang khusus untuk pasien DM. Pasien dapat tetap menikmati teh manis hangat tanpa perlu khawatir gula darah naik. 

Saat ini, sudah banyak produk-produk substitusi yang ramah pasien DM, seperti produk substitusi untuk santan, kecap, bahkan sirup juga dapat dinikmati oleh pasien DM, sehingga pasien DM tetap bisa menikmati semur, rendang, dan sirup dingin dengan tenang. 

Yang kedua, konsumsi obat-obatan yang diresepkan oleh dokter. Dalam hal ini, secara garis besar ada 2 macam obat DM, yang bekerja dengan menghambat penyerapan gula dan yang bekerja dengan menstimulasi pengeluaran insulin. Mengenai hal ini, saya bermaksud membicarakan DM tipe 2. Untuk yang belum tahu, ada 2 tipe DM, yaitu tipe 1 dan tipe 2. Bedanya, untuk DM tipe 1, pasien tidak dapat memproduksi insulin sama sekali, insulin adalah hormon yang bekerja untuk menghantarkan gula darah ke dalam sel-sel yang membutuhkan, agar gula tersebut dikonsumsi dan diubah menjadi energi. 

Pada pasien DM tipe 1, sama sekali tidak ada insulin, sebagai akibatnya, gula bertebaran di pembuluh darah, tidak dapat masuk ke dalam sel, tubuh menjadi lesu akibat tidak adanya energi yang dihasilkan. Hal inilah mengapa gula darah menjadi indikator penyakit DM. Ketika ada banyak gula dalam darah, artinya ada banyak yang tidak dapat masuk ke dalam sel, padahal sekali lagi, sel sangat membutuhkannya untuk memperoleh energi. Lalu bagaimana pasien DM tipe 1 dapat hidup? Yaitu bergantung dengan injeksi insulin dari luar tubuh. Saya menyaksikan sendiri, teman saya hingga saya menulis ini dapat hidup dengan DM tipe 1-nya. Beliau tidak pernah lepas dari injeksinya. Begitulah perjuangannya untuk tetap hidup. Semoga beliau dapat terus sehat dan tidak menyerah dengan penyakitnya. 

Sementara pasien DM tipe 2, insulin tetap diproduksi, namun terjadi kerusakan sebagian pada pankreasnya (organ yang menghasilkan insulin) sehingga kebutuhan insulin yang terpenuh tidak penuh, akibatnya, tidak semua gula dapat masuk ke dalam sel, hanya sebagian, sehingga pasien DM tipe 2 juga terlihat lesu akibat kurangnya energi dari gagalnya sebagian gula yang masuk ke dalam sel. Untuk pasien DM tipe 2, pengobatannya berbeda-beda tergantung tingkat keparahan. Dokter yang nantinya akan menilai.

Sebagai gambaran, untuk tingkat keparahan rendah, dokter mungkin hanya akan meresepkan obat golongan sulfonilurea, seperti glibenclamide. Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan menstimulasi pankreas agar memproduksi insulin lagi, sehingga kebutuhan insulin tercukupi, gula darah menjadi normal kembali. 

Untuk tingkat keparahan menengah, dokter mungkin memberikan obat kombinasi, tidak hanya golongan sulfonilurea tetapi ditambah obat golongan Biguanide, yang bekerja dengan menghambat penyerapan glukosa, sehingga tidak semua gula masuk dan menumpuk di dalam darah. 

Selain kurangnya energi dan membuat pasien tampak lesu, tingginya gula darah juga dapat menyebabkan blokade pada pembuluh darah dekat sistem saraf, sehingga sel-sel saraf kekurangan pasokan energi yang akibatnya jika terjadi pada area kaki, akan menyebabkan pasien merasa kesemutan. Lebih parahnya lagi, pasien dapat kehilangan rasa sensitifnya pada area kaki. Sebagai akibatnya, pasien dapat secara tidak sadar menginjak benda tajam, sehingga menyebabkan luka. 

Berbicara tentang luka pada pasien DM, tidak bisa disamakan penanganannya dengan orang biasa yang sehat. Orang biasa yang sehat apabila terkena luka, diberi obat merah bisa cepat sembuh. Lain halnya dengan pasien DM, salah penanganan, hal yang terburuk dapat menyebabkan pasien DM diamputasi. Hal ini terjadi pada paman dan bibi saya. Paman saya diamputasi dari lutut ke bawah, bibi saya kelingkingnya. 

Mengapa luka DM sulit sembuh? Pada saat terjadi luka, pada orang biasa yang sehat, luka dapat segera ditutup karena sel darah putih, trombosit, dan seperangkat penutup luka bekerja dengan maksimal. Sementara pada pasien DM, pembuluh darahnya penuh dengan gula, apabila terjadi luka, sangat mudah berlanjut ke infeksi oleh bakteri, karena bakteri menyukai gula. Dan apabila terkena infeksi, pasien DM bukan hanya merasa nyeri tetapi juga dapat terkena demam. 

Sedikit menyimpang pembahasannya, apabila caregiver menemukan pasien DM mengalami demam, paling pertama yang bisa caregiver amati adalah kondisi fisiknya, apakah ada luka. Karena luka infeksi adalah penyebab yang paling sering menyebabkan pasien DM demam. Tanda-tanda infeksi ada 4 OR, KALOR, DOLOR, TUMOR, RUBOR. KALOR artinya panas, pasien mengalami demam, DOLOR artinya nyeri, pasien mengalami nyeri, TUMOR artinya ada pembengkakan di sekitar area infeksi, RUBOR artinya kemerahan pada area infeksinya. Apabila ditemukan 4 tanda infeksi ini, jelas pasien DM demam akibat luka infeksi. 

Luka infeksi tidak dapat disepelekan. Harus ditangani segera agar tidak berujung amputasi. Keputusan amputasi oleh dokter adalah karena ketika terjadi infeksi oleh bakteri, bakteri dapat menyebar ke dalam tubuh dan menyerang organ-organ lain yang tentu akan berakibat fatal dan dapat mengancam jiwa, sehingga keputusan terbaik yang diambil dokter adalah mengamputasi, sebelum hal yang lebih buruk terjadi. 

Alhamdulillah teknologi kian maju, kini sudah ada banyak jasa perawatan luka diabetes, sehingga pasien DM tidak perlu takut diamputasi. Setiap kali ibu saya ada luka, kami selalu buru-buru membawa ke spesialis luka diabetes, ditangani oleh perawat yang telaten, tentu tidak 1 kali kunjungan sembuh, butuh beberapa kali kunjungan dengan komitmen, hingga bisa benar-benar sembuh. Ibu saya pernah luka berat dan benar-benar bisa sembuh dengan telah menutup lukanya, sekitar 3 bulan, dengan komitmen hampir seminggu 3 kali kunjungan. Itulah mengapa pasien DM sangat membutuhkan dukungan dari caregiver dan keluarganya. Kami sekeluarga mempercayakan perawatan luka diabetes di RuMat (Rumah Perawat) Spesialis Luka Diabetes. 

Kembali lagi terkait pengobatan pasien DM tipe 2, untuk tingkat keparahan berat, pasien DM mungkin selain diberi kombinasi obat, juga ditambah dengan injeksi insulin, agar target kadar gula darah normal dapat dengan cepat tercapai. 

Yang ketiga adalah berolahraga. Dengan berolahraga, membantu pasien DM untuk mengkonsumsi gula darahnya sehingga gula dalam darah dapat menurun. Olahraga memicu tubuh untuk bekerja lebih keras dan tentu akan membuat pasien DM lebih bugar. Ketika berolahraga, pilihlah olahraga yang sesuai, pastikan menggunakan alas kaki yang nyaman. Berolahraga tanpa alas kaki berisiko terkena sesuatu yang tajam hingga menyebabkan luka. 

Yang terakhir adalah pemeriksaan gula darah secara mandiri dan rutin. Penting untuk memiliki alat periksa gula darah sendiri. Hal ini bertujuan untuk membantu penilaian caregiver dalam menentukan kondisi pasien DM, apakah kondisi pasien DM sedang mengalami gula darah tinggi atau gula darah rendah. Kedua kondisi tersebut berbahaya dan mengancam jiwa, serta penanganannya pun berbeda. Ketika gula darah tinggi, pasien dapat mengalami koma, pertolongan pertama yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan injeksi insulin, atau obat-obatan yang sesuai resep dokter. Sementara ketika gula darah rendah jauh dari normal, pasien juga dapat mengalami koma, diawali dengan linglung dan tidak dapat merespons komunikasi dengan benar. Jika hal ini terjadi, caregiver dapat segera menyiapkan larutan gula, terdiri dari 2 sendok gula pasir dan air untuk melarutkannya, agar gula darah pasien DM dapat kembali normal dan pasien DM dapat kembali berinteraksi. Jika pertolongan pertama tidak bekerja, dapat segera dilarikan ke rumah sakit.

Di luar dari empat tatalaksana utama di atas. Pasien DM mungkin mengalami masa-masa bosan meminum obat, berhubung obat-obatan tersebut harus terus dikonsumsi seumur hidup. Yang dapat caregiver lakukan adalah terus memotivasinya, beri semangat, memang sulit, saya sendiri kadang juga tidak bisa memaksa, setidaknya sudah berusaha. Mungkin bisa dengan diingatkan, ketidaknyamanan yang dirasa apabila melewati konsumsi obat-obatan misalnya perasaan nyeri kesemuatan pada kaki dan semacamnya. 

Ada kalanya juga pasien DM merasa makan adalah penyebab utama gula darah naik sehingga memutuskan untuk menahan rasa lapar. Caregiver perlu mengingatkan bahwa pasien DM tetap perlu makan, karena apabila tidak makan, asam lambung akan naik, sehingga menahan lapar bukanlah solusi. Pasien DM tetap bisa makan, hanya saja tadi seperti yang dijelaskan di atas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. 

Kesimpulannya, pasien DM tetap dapat hidup berkualitas, asalkan dipantau makanannya, rutin konsumsi obat-obatannya, rajin berolahraga, dan selalu siap melakukan pemeriksaan gula darah secara mandiri serta melakukan penilaian sesuai dengan kondisinya. Dengan demikian, dear caregiver, beri semangat orang tua atau orang terdekatmu bahwa terkena DM bukanlah akhir, melainkan permulaan hidup dengan gaya yang lebih sehat agar tetap bisa menikmati hidup dengan berkualitas meski berdampingan dengan DM seumur hidup. Ibu saya adalah bukti bahwa beliau dapat berdampingan dengan DM lebih dari 20 tahun dengan berkualitas. Namun ajal adalah sesuatu yang lain, kehendak Yang Maha Kuasa yang kita sebagai caregiver tidak dapat mengelaknya. Setidaknya, kita sebagai caregiver dapat mengusahakan yang terbaik untuk yang tersayang.

Semoga dengan adanya perhatian, dukungan, dan bantuan dari caregiver, pasien DM dapat terus bersemangat untuk tetap hidup dengan berkualitas. Saya rasa, sekian untuk tulisan saya kali ini. Apabila ada kesalahan, mohon dimaafkan. Semoga catatan dari pengalaman saya ini dapat bermanfaat buat pembaca. Salam semangat dan sehat selalu!

Posted on by Nurul Fajry Maulida | No comments

0 comments:

Post a Comment

If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)