Sunday, November 22, 2015

Catatan Teknologi Pangan #3

[Sumber Gambar: bisnisukm.com]

Prof Effi mengatakan di kelas bahwa beliau sangat sedih melihat bagaimana rumput laut dipanen lalu dijual begitu saja ke negara asing, sementara negara asing memanfaatkan rumput laut kita menjadi produk makanan yang kemudian dijual kembali ke Indonesia. Padahal, Prof Effi yakin, kita sendiri bsia memproduksi produk olahan rumput laut sendiri. Kita mampu mengisolasi senyawanya, kita punya tenaga ahli yang banyak, hanya tinggal mempelajari dan memperoleh investasi alat-alat yang dibutuhkan. Jangan lagi menjadi "bulan-bulanan" negara asing. 

Salah satu produk olahan rumput laut yang bisa diproduksi adalah "Nata de Seaweed". Nata de Seaweed merupakan makanan hasil fermentasi Acetobacter xylinum. Jadi rumput laut dicampur dengan mikroba ditambah gula dna bahan lain yang diperlukan, kemudian dipotong-potong seperti Nata de Coco. Nata de Seaweed memiliki kandungan air 98% dan dikonsumsi sebagai makanan ringan. Syarat membuat Nata secara umum adalah membutuhkan karbohidrat dan glukosa yang cukup, jika glukosanya tidak cukup maka tidak dapat membentuk nata. Nata de Seaweed kelihatannya sudah diproduksi 20 tahun yang lalu, tetapi tidak terlihat ke mana pasarnya. Nata de Seaweed kaya akan serat, yaitu sebesar 54,4% lebih tinggi dari Nata de Coco ehingga menyehatkan pencernaan seperti memudahkan buang air besar. 

Faktor yang mempengaruhi proses pembuatan Nata de Seaweed salah satunya adalah lama fermentasi, serta glukosanya. Pada rumput laut, Acetobacter xylinum akan mengubah glukosa menjadi selulosa. Glukosa pada Nata de Seaweed ini berasal dari rumput laut itu sendiri, jadi glukosa yang perlu ditambahkan tidak sebanyak seperti pada Nata de Coco. Pada pembuatan Nata de Coco, ada tahap penambahan asam asetat. Namun pada pembuatan Nata de Seaweed, tidak diperlukan asam asetat, sehingga tidak akan menghasilkan limbah asam. Asam yang dibutuhkan pada proses produksi Nata de Seaweed itu sendiri, berasal dari hasil fermentasi. Jadi glukosa terfermentasi menjadi alkohol, lalu alkohol menjadi asam asetat, sebagaimana yang terjadi pada fermentasi pembuatan tape. 

Jadi Nata de Seaweed lebih unggul dari pada Nata de Coco karena Nata de Seaweed hemat gula (glukosa), kaya akan serat, dan tidak menghasilkan limbah asam.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Nata de Seaweed. Saat fermentasi, diperlukan gas nitrogen yang cukup supaya bakteri dapat beraktivitas. Selain itu perlu diperhatikan pH-nya. Dalam hal ini, pH optimumnya adalah 4. 

Pembuatannya mulai dari rimput laut diblender, kemudian disaring, ditambah dengan bahan-bahan yang diperlukan, ditambah air lalu dipanaskan. Dimasukkan ke dalam lempeng, kemudian ditutup kain dan diikat dengan karet, lalu diinokulasikan dan difermentasi selama 10-15 hari. Nata yang bagus terbentuk adalah yang tebalnya mencapai 2 cm. Lempeng yang bagus adalah yang kering yang tidak ada cairannya.

Karakteristik dari tiap spesies rumput laut berbeda-beda, jadi harus ditetapkan berapa jumlah glukosa yang perlu untuk ditambahkan. Semakin banyak glukosa, artinya akan semakin banyak asam yang dihasilkan. Ketika fermentasi sudah selesai, langsung dihentikan dengan cara disterilisasi, apabila tidak dihentikan maka akan menjadi semakin asam. Kemudian Nata dipotong persegi sekitar 1 x 1 cm. Pemotongan dibuat persegi, agar tidak banyak bahan yang terbuang. 

Pada produksi ini, perlu dilakukan evaluasi untuk menjamin kualitas dan keamanannya. Evaluasinya terdiri dari evaluasi kadar serat, kadar air, uji kekenyalan, rendemen, ketebalan, dan evaluasi lainnya yang diperlukan. Ada hal lain yang harus diperhatikan, seperti (1) pada saat perebusan, antisipasi bahaya fisik, seberapa besar api yang diperlukan saat perebusan; (2) pada saat fermentasi, perhatikan jangan sampai ada serangga atau tikus yang masuk; serta (3) perhatikan pula bahaya biologi, misalnya potensi terkontaminasi bakteri.

Secara garis beasr yang harus diperhatikan adalah teknologi, penyebaran lokasi, penyerapan tenaga kerja, produksi, ekspor, dan peningkatan mutu. 

Produk makanan ada banyak kategorinya, ada yang street food seperti yang ada di pinggir jalan seperti bakso, toge goreng, goreng-gorengan, atau ketoprak. Ada juga yang pabrikasi atau diproduksi di pabrik, seperti biskuit regal, mari, dan banyak lagi. Hal-hal seperti itulah yang dikembangkan oleh orang-orang yang berkecimpung di teknologi pangan. Tidak menutup kemungkinan apoteker juga bisa terlibat di dalamnya. Teknologinya hampir sama, tidak jauh berbeda, yang beda adalah bahannya. Misalnya kalau di pangan, yang disalut adalah permen, kacang, kalau di pabrik obat yang disalut tablet. Teknologinya hampir sama. Secara keilmuan juga. Terkait dengan evaluasi, kalau soal keamanan, di pangan yang dilakukan adalah HACCP, kalau kita melakukan evaluasi toksikologi akut dan lain-lain. 

Walaupun dalam meningkatkan mutu membutuhkan biaya. Hal itu tidak menjadi masalah, karena dapat diimbangi dengan penerimaan dari konsumen. Ada suatu contoh kasus di Indonesia pada tahu 1989, terdapat pabrik yang memproduksi biskuit 'beracun'. Dalam produksinya digunakan natrium karbonat. Namun ternyata yang masuk ke dalam bahan adalah natrium nitrit. Bisa dibayangkan betapa bahayanya mengkonsumsi makanan yang mengandung natrium nitrit. Tidak tahu itu terkait keteledoran atau ada yang berniat jahat. Kalau dalam produksi obat, setiap zat yang akan digunakan selalu diperiksa kebenaran zatnya. Begitu pula makanan. 

Jadi, hal yang berkaitan dengan makanan harus serius dan tidak bisa diabaikan keamanannya. Untuk kebersihan, keamanan, ada kalanya mengeluarkan uang. Tapi akan terbayar dengan adanya kepuasan dari konsumen, seperti produk yang diproduksi akan memiliki nama di mata konsumen. 

Mengenai HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), HACCP adalah sebuah metode operasi terstruktur yang dikenal secara internasional yang bisa membantu organisasi dalam industri makanan dan minuman untuk mengidentifikasi risiko keamanan pangan, mencegah bahaya dalam keamanan pangan, dan menyampaikan kesesuaian hukum. Jadi, pada saat produksi, ditandai, titik-titik mana yang kritis, pada tahap mana produk itu mengandung risiko. HACCP diterapkan oleh pabrik yang sudah stabil. Untuk restoran sederhana belum perlu menetapkan ini. 

Demikian yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat dan terima kasih sudah berkunjung ^^

0 comments:

Post a Comment

If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)