Sunday, November 29, 2015

Catatan Analisis Farmasi #8

[Sumber Gambar: biogenixconsulting.com]

Pada catatan ini, saya akan berupaya menjelaskan mengenai parameter-parameter apa saja yang harus dilakukan pada tiap kategori dalam validasi. Selain itu juga parameter validasi pada matriks biologi. Berdasarkan USP, kategori dibagi menjadi 4, yaitu kategori I, II, III, dan IV. 


Kategori I adalah prosedur analasis untuk pengukuran kuantitatif komponen utama dari substansi obat atau zat aktif (termasuk pengawet) dalam produk sediaan farmasi (bahan baku). Kategori II adalah prosedur analisis untuk penentuan cemaran atau senyawa yang terdegradasi dalam produk sediaan farmasi, prosedur ini meliputi penetapan kadar dan uji batas. Kategori III adalah prosedur analisis untuk penentuan karakteristik kinerja dari sediaan farmasi (seperti disolusi, pelepasan obat). Sementara kategori IV adalah uji identifikasi. Untuk tiap kategori, informasi analisis yang berbeda dibutuhkan, sebagaimana yang ada pada tabel di bawah ini. 


Ada yang menuliskan bahwa parameter Ruggedness untuk kategori I, II, dan III perlu dilakukan. Saya tidak tahu bagaimana dengan kategori IV. Definisi tiap parameter, apa saja batasnya, serta contoh cara perhitungannya telah dijelaskan di sini

Kali ini, yang selanjutnya akan dibahas adalah berkaitan dengan kategori II, yaitu cemaran. Pada kategori ini, beda parameter validasi yang untuk analisis kuantitatif (penetapan kadar) dan uji batas cemaran, seperti yang tampak pada tabel di atas. 

Mengenai cemaran, sebagaimana yang dipresentasikan oleh salah satu kelompok di kelas, ada macam-macam cemaran. Berdasarkan jenisnya, cemaran dibagi menjadi 3, yaitu cemaran terkait (1) sintesis bahan aktif, (2) degradasi, dan (3) formulasi. Cemaran terkait sintesis bahan aktif diklasifikasikan kembali menjadi 3 berdasarkan ICH, yaitu (1) cemaran organik, (2) cemaran anorganik, dan (3) residu pelarut.

Cemaran organik mungkin muncul dalam sintesis, purifikasi, dan penyimpanan. Jika cemaran lebih dari 0,1% maka harus diidentifikasi, jika cemaran kurang dari 0,1% biasanya tidak dianggap perlu untuk identifikasi, kecuali yang sangat poten, toksik, dan memberikan efek pada konsentrasi tersebut. Analisis cemaran organik, secara umum menggunakan metode kromatografi dengan prinsip adanya pemisahan antar senyawa. Pemisahan dapat terdeteksi apabila resolusinya baik. Untuk senyawa obat yang bersifat polar dan tidak menguap, pada umumnya menggunakan teknik KCKT fase terbalik.  

Cemaran anorganik biasanya berupa logam berat, sumber utama adalah air yang digunakan dalam proses pembuatan dan reaktor yang digunakan. Dapat dihindari dengan penggunaan air demineralisasi dan reaktor glass-linked. Bahan lain yang digunakan seperti karbon aktif serta sisa fiber harus dimonitor penggunaannya. Analisis cemaran anorganik dapat dilakukan dengan analisis sisa abu, yaitu dilakukan dengan cara bahan dipanaskan dalam oven sampai mengarang, kemudian ditambah asam sulfat, dipanaskan kembali hingga diperoleh bobot konstan, batas residunya adalah 0,1%. Analisis juga dapat dilakukan menggunakan metode spektroskopi atom. Metode ini selektif dan sensitif untuk pengukuran logam yang biasa digunakan sebagai katalis seperti Pd, Ni, Pt, dan Rh. Selain itu, dapat pula dilakukan analisis logam berat, yang didasarkan pada pembentukkan endapan yang tidak larut ketika ion logam berat direaksikan dalam larutan asam (pH 3-4) dengan hidrogen sulfida atau tioasetamida, serta digunakan pembanding berupa larutan timbal (II) nitrat.

Analisis cemaran berupa residu pelarut pada umumnya menggunakan teknik kromatografi gas karena pada umumnya pelarutnya berupa cairan yang dapat dihilangkan dari matriks dengan cara evaporasi berhubung sifatnya yang mduah menguap sehingga merupakan sampel yang ideal untuk kromatografi gas. 

Cemaran terkait degradasi bisa terjadi karena adanya interaksi antar bahan. Degradasi umum yang biasa terjadi terkait gugus fungsi antara lain hidrolisis ester (contohnya aspirin terhidrolisis menjadi asam salisilat), pemecahan cincin fotolitik (seperti siprofloksasin), dan dekarboksilasi. Sementara cemaran terkait formulasi, misalnya pada metode pembuatan akibat adanya pengaruh panas, cahaya, perubahan pH, atau pelarut (contohnya pada autoklaf diklofenak Na menghasilkan 2-(2,6-Diklorofenil)-indolin-2-on).

Validasi metode analisis dalam matriks biologi, dapat berupa full validation, partial validation, dan cross validation. Full validation harus dilakukan untuk semua metode analisis atau bioanalisis yang baru maupun berdasarkan literatur. Parameter yang harus dipenuhi  pada validasi ini antara lain: (1) selektivitas, (2) carry-over, (3) LLOQ, (4) kurva kalibrasi, (5) akurasi, (6) presisi, (7) dilution integrity, (8) matrix effect, dan (9) stabilitas. Partial validation dilakukan jika terdapat perubahan pada suatu metode analisis/bioanalisis yang telah tervalidasi, perubahan yang dimaksud dapat termasuk perubahan laboratorium, alat atau bahan, rentang konsentrasi, matriks dan spesies, kondisi penyimpanan, dan perubahan lainnya. Sementara cross validation  merupakan perbandingan parameter-parameter validasi dari dua atau lebih metode bioanalisis dalam penelitian yang sama atau berbeda. 

Selektivitas, seperti parameter validasi pada umumnya, merupakan suatu analis metode untuk membedakan dan mengukur adanya analit komponen lain di suatu sampel. Untuk menganalisis sampel kosong dari matriks biologi yang tepat (plasma, urin, atau matriks lainnya) digunakan paling sedikit 6 sumber. Penggunaan sumber yang sedikit diperbolehkan pada kasus yan matriksnya sulit ditemukan. Setiap sampel kosong harus diuji adanya gangguan dan harus diyakinkan LLOQ-nya. Biasanya adanya gangguan diperbolehkan apabila hasil kurang dari 20% dari LLOQ untuk analit dan 5% untuk standar. Kemudian harus dilakukan penyelidikan lebih lanjut dari beberapa pengganggu yang disebabkan oleh metabolit obat, pengganggu dari degradasi bentuk produk selama penyiapan sampel, dan pengganggu dari adanya pengobatan co-administered. Jika metode dimaksudkan untuk menghitung lebih dari satu analit, maka masing-masing analit harus diuji untuk diyakinkan kalau tidak ada pengganggu.

Carry over (saya tidak tahu apa itu carry over, tapi setelah searching sepertinya terkait dengan perpindahan). Carry over harus dilakukan selama pengembangan metode. Harus dinilai dengan cara menginjek sampel kosong setelah sampel dengan konsentrasi yang tinggi atau pada saat kalibrasi standar di upper limit of quantification. Carry over di sampel kosong mengikuti standar dengan konsentrasi tinggi tidak boleh lebih dari 20% dari LLOQ dan 5% untuk standar internal. Apabila carry over tidak dapat dihindari, pengambilan sampel tidak boleh diambil secara acak. Ukuran spesifik harus ditentukan dan diuji selama validasi dan ditambah selama pengujian analisis sampel sehingga tidak mempengaruhi akurasi dan presisi. 

LLOQ merupakan batas bawah kuantifikasi, konsentrasi terendah analit dalam sampel yang dapat diukur dengan akurasi dan presisi yang dapat diterima. LLOQ dianggap menjadi standar kalibrasi terendah. Respon analit sampel paling tidak 5 kali respon dari sampel kosong. LLOQ harus disesuaikan dengan konsentrasi yang diharapkan dan untuk tujuan penelitian. Sebagai contoh, untuk studi bioekivalensi LLOQ harus tidak lebih tinggi dari 5% dari Cmax, sementara LLOQ rendah mungkin tidak diperlukan untuk studi farmakokinetik eksplorasi. 

Kurva kalibrasi merupakan respon instrumen berkaitan dengan konsentrasi analit yang harus diketahui, dan harus dievaluasi pada rentang konsentrasi tertentu. Standar kalibrasi harus disiapkan dalam matriks yang sama dengan matriks sampel penelitian yang dimaksudkan dengan spiking matriks kosong dengan konsentrasi diketahui dari analit. Harus ada satu kurva kalibrasi untuk setiap analit pada metode validasi. Minimal digunakan 6 konsentrasi berbeda sebagai tambahan selain blank sample (matriks smapel tanpa internal standar) dan zero sample (matriks sampel dengan internal standar). Persyaratan kalibrasi: 
  1. Konsentrasi standar kalibrasi yang dihitung harus dalam jarak kurang lebih 15% dari nilai nominal, kecuali untuk LLOQ yang seharusnya dalam kurang lebih 20%.
  2. Setidaknya 75% dari standar kalibrasi, dengan minimal 6 konsentrasi standar kalibrasi, harus memenuhi kriteria tersebut,
  3. Bila dilakukan pengulangan, kriteria (dalam kurang lebih 15% atau kurang lebih 20% untuk LLOQ) juga harus dipenuhi untuk setidaknya 50% standar kalibrasi diuji per tingkat konsentrasi. 
  4. Jika standar kalibrasi tidak sesuai dengan kriteria ini, sampel standar kalibrasi harus ditolak, dan kurva kalibrasi tanpa standar kalibrasi ini harus dievaluasi kembali, termasuk analisis regresi.
  5. Dalam kasus pengulangan, bila hasil LLOQ ditolak maka batch harus ditolak dari validasi, mungkin sumber kegagalan ditentukan dan metode direvisi (jika perlu). Jika batch validasi berikutnya juga gagal, maka metode tersebut harus direvisi sebelum pengulangan validasi.

Akurasi menggambarkan kedekatan nilai yang diperoleh dari analisis dibandingkan dengan konsentrasi nominal dari analit (dinyatakan dalam persentase). Akurasi dapat diperoleh dengan mengadisi (spike) sampel dengan sejumlah analit yang diketahui jumlahnya (Sampel QC). sampel QC harus di adisi secara terpisah dari standar kalibrasi yaitu menggunakan larutan stok yang terpisah, kecuali jika konsentrasi dari larutan stok telah ditetapkan. Sampel QC dianalisis dari kurva kalibrasi dan dkonsentrasi yang diperoleh dibandingkan dengan nilai nominal. Akurasi harus dilaporkan sebagai persentasi dari nilai nominal. Akurasi tersebut dapat dilakukan dalam proses analisis tunggal "single run" (within run accuracy) atau run yang berbeda "different run (between run accuracy).

Keakuratan suatu metode analisis menggambarkan kedekatan hasil uji rata-rata yang diperoleh dengan metode dengan nilai aktual (konsentrasi) dari analit. Akurasi ditentukan dengan melakukan analisis ulang terhadap sampel mengandung sejumlah analit yang diketahui konsentrasinya. Akurasi harus diukur minimal 5 replikat per konsentrasi. Konsentrasi rata-rata harus berada dalam jarak 15% dari nilai nominal sampel QC, kecuali untuk LLOQ 20% dari nilai nominal. 

Jadi pada validasi metode analisis matriks biologi, akurasi ada 2 jenis:
  1. Within-run accuracy. Ditentukan dengan cara menganalisis sampel secara single run dengan 4 konsentrasi level yang mencakup rentang kurva kalibrasi, yaitu LLOQ, low QC (3 x LLOQ), medium QC (50% dari kisaran kurva kalibrasi), dan high QC (75% dari konsentrasi atas dalam kurva kalibrasi) yang masing-masing level tersebut memiliki jumlah minimum yaitu sebanyak 5 sampel.
  2. Between-run accuracy. Untuk between run accuracy, LLOQ, low, medium, dan high QC sampel dilakukan dari setidaknya 3 analisis yang berbeda dengan waktu analisis setidaknya 2 hari yang berbeda.
Konsentrasi rata-rata harus berada dalam jarak 15% dari nilai nominal untuk sampel QC, keuciali untuk LLOQ harus berada dalam 20% nilai nominal.


Presisi menggambarkan kedekatan hasil pengukuran individual suatu analit ketika prosedur ditetapkan berulang kali. Presisi dinyatakan dalam koefisien variasi. Uji presisi dilakukan pada LLOQ, low, medium, dan high QC secara within-run atau between-run. Boleh menggunakan run dan data yang sama dari uji akurasi. Persyaratan nilai persentase koefisien variasi (KV) pada sampel QC tidak melebihi 15%, sedangkan LLOQ tidak melebihi 20%. 

Dilution integrity merupakan parameter yang bertujuan untuk melihat bahwa pengenceran sampel dalam analisis mempengaruhi akurasi dan presisi atau tidak. Dilution integrity dilakukan dengan cara mencampurkan matriks dengan konsentrasi analit di atas konsentrasi ULOQ dan mengencerkan campuran ini dengan matriks blanko (minimal 5 kali penentuan per faktor pengenceran). Kemudian diamati akurasi dan presisi, syarat tidak melibihi 15%. Penggunaan matriks lain dapat digunakan, asalkan telah menunjukkan bahwa tidak mempengaruhi akurasi dan presisi.

Matrix effect biasanya digunakan ketika menggunakan metode spektroskopi massa, menggunakan setidaknya 6 sumber matriks blanko dari sampel individu. Untuk setiap analit dan internal standar, faktor matriks (FM) harus dihitung untuk setiap matriks, dengan menghitung rasio luas puncak dengan adanya matriks (diukur dengan menganalisi blanko matriks yang dispike setelah ekstraksi dengan analit), dengan daerah puncak yang tidak ada matriks (larutan murni dari analit). Internal standar yang ternormalisasi faktor matriks diukur dengan membagi faktor matriks pada analit oleh faktor matriks pada baku dalam.

Nilai KV dihitung dari banyaknya 6 matriks tidak lebih dari 15%. Penentuan ini harus dilakukan pada tingkat konsentrasi rendah dan tinggi (maksimal 3 kali LLOQ dan mendekati ULOQ. Jika matriks tidak dapat digunakan, harus dinilai dengan menganalisis setidaknya sebanyak 6 matriks, dispike pada tingkat konsentrasi rendah dan tinggi (maksimal 3 kali LLOQ dan mendekati ULOQ). Hasil validasi harus mencakup area puncak analit dan internal standar dan konsentrasi dihitung untuk masing-masing sampel. Keseluruhan KV tidak lebih besar dari 15%.

Stabilitas merupakan parameter yang bertujuan untuk memastikan bahwa tiap tahap selama preparasi sampel dan analisis sampel, serta kondisi penyimpanan yang digunakan tidak mempengaruhi konsentrasi analit. Stabilitas analit dievaluasi menggunakan sampel QC-L dan QC-H. Cara pembuatan QC-L adalah matriks kosong ditambahkan analit pada konsentrasi 3 x LLOQ, sementara cara pembuatan QCH adalah matriks kosong ditambahkan analit pada konsentrasi mendekati ULOQ. Cara ujinya, sampel QC dianalisis dan dibandingkan dengan kurva kalibrasi dan konsentrasi yang diperoleh dibandingkan dengan konsentrasi nominal. Syaratnya, kosentrasi rata-rata pada setiap tingkatan harus berada dalam 15% dari konsentrasi nominal.

Uji stabilitas menurut EMEA ada 4 macam, yaitu:
  1. Freeze and thaw. Sampel QC disimpan dan dibekukan dalam freezer pada suhu yang diinginkan kemudian dicairkan di suhu ruang atau suhu di mana sampel tersebut akan diproses. Setelah cair seluruhnya, sampel dibekukan lagi dengan menerapkan kondisi yang sama. Pada setiap siklus, sampel harus dibekukan selama setidaknya 12 jam sebelum dicairkan. Jumlah siklus dalam stabilitas freeze-thaw harus sama atau melebihi siklus sampel penelitian.
  2. Jangka panjang. Sampel QC harus disimpan dalam freezer di bawah kondisi penyimpanan yang sama dan setidaknya memiliki durasi yang sama dengan sampel penelitian. Untuk molekul kecil yang dianggap dapat menerapkan pendekatan bracketing, yaitu stabilitas kasus telah terbukti misalnya pada -70 dan -20 derajat selsius. Untuk molekul besar (seperti peptida dan protein) stabilitas harus dipelajari pada setiap suhu di mana sampel penelitian akan disimpan.
  3. Jangka pendek, sampel disimpan pada suhu ruang atau suhu di mana sampel tersebut akan diproses.
  4. Larutan stok, tidak diperlukan stabilitas pada setiap tingkat konsentrasi dan pendekatan bracketing dapat digunakan.
Demikian yang dapat saya sampaikan, mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat dan terima kasih sudah berkunjung :D

4 comments:

  1. kak.. maaf mau tanya lagi.. heheheh saya yang dari post sebelah..
    Kalau ada judul "penetapan kadar Pb pada kerang hijau dengan metode AAS" maka apakah dia termasuk kategori 2 atau 4? saya bingung.. karena kalau saya masukkan kategori 2 kok di USP itu tertulisnya 'sediaan farmasi'.. tetapi kalau 4 kok hanya identifikasi sedangkan kami menetapkan kadar..
    makasih ya kak.. maaf merepotkan.. :D

    ReplyDelete
  2. Berarti kamu uji cemaran ya? kalau begitu masuk kategori yang kedua. Sebenarnya saya bingung, apakah benar ada monografi kerang hijau di USP? Kalau benar iya, maka ikuti petunjuk uji cemaran Pb pada monografinya langsung. Apabila tidak tertera maka mengikuti prosedur uji cemaran umum pada bagian lampiran.

    Sebenarnya sampai di sini, saya ragu kalau terdapat monografi kerang hijau di USP. Dengan demikian, kamu semacam mengajukan prosedur uji cemaran baru menggunakan metode AAS yang oleh karenanya kamu harus melakukan validasi, karena pada prinsipnya validasi dilakukan apabila prosedur yang digunakan tidak terdapat pada standar baku, artinya apabila terdapat pada standar baku atau USP, maka tidak perlu melakukan validasi kembali.

    Jadi, jika tidak ada di USP, maka dengan menggunakan metode AAS yang kamu ajukan, kamu harus melakukan validasi dengan semua parameter yang terdapat pada kategori 2 untuk uji cemaran, yaitu akurasi, presisi, spesifisitas, linieritas, rentang, LOQ, dan ruggedness.

    Kalau jawabannya kurang memuaskan, mungkin kamu perlu untuk bertanya ke yang lain yang lebih memahami. Sejujurnya saya kurang paham juga dengan pertanyaanmu. Maaf kalau misalnya ternyata kurang tepat jawabannya.

    ReplyDelete
  3. Kak boleh ngga minta file usp nya??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf baru balas, sepertinya udah aku hapus, atau aku lupa taro di mana, ini udah catatan lama banget.

      Delete

If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)