Tuesday, September 16, 2014

Catatan Farmakokimia #3

Hari ini adalah pertemuan ketiga kelas Farmakokimia. Materi yang dibahas adalah "Modifikasi Molekul".

Dasar pemikiran adanya modifikasi molekul adalah adanya bagian struktur molekul suatu senyawa dengan aktivitas tertentu ditemukan juga aktivitasnya pada senyawa lain sehingga memiliki suatu aktivitas yang mirip. Jadi, struktur molekul dari lead compound dapat dimodifikasi menjadi senyawa dengan aktivitas yang mirip. Asalkan farmakopor dipertahankan.

Adanya variasi struktur akan dapat mengakibatkan perubahan pada:
  1. Sifat fisika kimia, misalnya suatu senyawa dengan gugus karboksilat, kemudian diubah menjadi gugus ester, pastinya terkait sifat fisika kimia misalnya kelarutan pasti berubah.
  2. Reaktivitas kimia, yang termasuk ke dalam hal ini yang mengalami perubahan antara lain distribusi dalam sel jaringan, perjalanan sampai ke lokasi aksi, laju reaksi dengan loka aksi (interaksi obat-reseptor), pola metabolisme, dan sekresi.
Modifikasi struktur menyebabkan kemungkinan munculnya efek samping yang semula tidak terduga. Akibatnya bisa dijadikan senyawa penuntun dalam perancangan obat. Dengan demikian aktivitas biologisnya menjadi lebih nyata. 

Tujuan utama modifikasi struktur antara lain:
  1. Mengembangkan senyawa pengganti yang telah ada dengan potensi keamanan dan kespesifikan lebih besar dan efek samping yang lebih rendah. 
  2. Mengubah spektrum senyawa penuntun.
  3. Mengatur farmakokinetika senyawa.
  4. Menemukan gugus farmakoforin/terapogenik.
Ada beberapa hal yang termasuk ke dalam mengubah spektrum senyawa penuntun, misalnya:
  1. Agonis menjadi antagonis (misalnya awalnya merupakan stimulan setelah dimodifikasi menjadi inhibitor).
  2. Efek samping menjadi efek terapi (awalnya menimbulkan efek samping, setelah dimodifikasi justru dijadikan sebagai efek terapi).
  3. Peningkatan spektrum aktivitas (misalnya awalnya memiliki spektrum sempit, setelah dimodifikasi menjadi memiliki spektrum luas).
  4. Penggabungan aksi obat yang berbeda (secara kimia digabungkan, jadi misalnya dapat memiliki aktivitas baik antihistamin maupun vasodilator, yang sebelum dimodifikasi atau sebelum digabungkan memiliki efek masing-masing.
  5. Peningkatan selektivitas pada jenis/organ organisme.
Dalam tujuannya yang untuk mengatur farmakokinetika senyawa, hal ini dilakukan untuk memperbaiki:
  1. Ketersediaan biologis (misalnya dengan ditingkatkan lipofilisitasnya).
  2. Hubungan dosis-efek.
  3. Hubungan dosis-waktu.
  4. Distribusi pada pelbagai kompartemen, termasuk menghindari kompartemen tertentu (misalnya untuk menghindari efeknya pada sistem saraf pusat (SSP) agar tidak memunculkan rasa mual dan pusing tersebut, contohnya propantelin, merupakan lead compound atropin yang mana merupakan antikolinergik alami yang dapat mempengaruhi SSP. Selain itu contohnya senyawa yang mengandung gugus amin tersier, untuk menghindari SSP, dimodifikasi menjadi amin kuartener sehingga lebih polar dan efek SSP-nya lebih rendah).
Proses modifikasi molekul ada 2, yaitu modifikasi 1 dan 2. Berikut adalah proses modifikasi molekul 1 yang mana berusaha untuk melakukan optimasi interaksi farmakodinamik. Proses ini dibagi menjadi dua yaitu proses umum dan proses khusus. Proses umum terdiri dari:

A. Penyederhanaan molekul.
Misalnya untuk senyawa-senyawa dari alam yang kompleks, disederhanakan strukturnya agar mudah disintesis.


Gambar di atas adalah contohnya, Fisostigmin yang ada secara alami, dimodifikasi menjadi Neostigmin. Neostigmin seperti yang ditunjukkan pada lingkaran merah memiliki gugus amin kuartener yang mana lebih polar sehingga efek pada SSP-nya lebih rendah. Untuk informasi saja, keduanya memiliki aktivitas antikolinergik. 

B. Pembentukkan senyawa gabungan.
Gabungannya dapat berupa dua molekul yang identik atau bisa juga dua molekul yang tidak identik. 


Gambar di atas adalah contoh modifikasi dari gabungan antara dua molekul yang saling identik dan dua molekul yang saling tidak identik. Jika senyawa sebelah kiri gabungan dari dua molekul senyawa salisilat, sementara senyawa sebelah kanan adalah gabungan dari molekul asam salisilat dan parasetamol.

Berikut adalah proses khusus yang terdiri dari: 
  1. Modifikasi untuk meningkatkan atau menurunkan dimensi (besarnya) dan fleksibilitas molekul.
  2. Modifikasi untuk merubah sifat fisikokimia melalui pemasukkan gugusan baru/penggantian bagian struktur tertentu dengan gugusan berbeda. 
Metode yang diterapkan pada modifikasi baik umum dan khusus yang disebutkan di atas antara lain:
  1. Homologasi dan percabangan rantai.
  2. Pemasukkan ikatan rangkap.
  3. Perubahan cincin menjadi rantai atau sebaliknya.
  4. Penghilangan atau penggantian gugus bulky.
  5. Pemasukkan pusat optis aktif dan pemisahan campuran isomer yang diperoleh. 
Berikut adalah penjelasannya:
Homologasi dan percabangan rantai.
Pengaruh dari perpanjangan rantai ada 3, antara lain:
  1. Menaikkan aktivitas paralel dengan kenaikkan lipofilisitasnya.
  2. Menaikkan aktivitas tetapi hubungannya parabolik dengan kenaikkan lipofilisitasnya.
  3. Merubah tipe/jenis aktivitas.


Gambar di atas adalah kurva parabola di mana bagian yang berwarna merah itulah yang dimaksud dengan paralel. Hubungannya dengan percabangan rantai secara paralel, artinya adalah banyaknya rantai yang ditambahkan akan berbanding rulus dengan aktivitasnya, sebagaimana pada gambar, grafiknya secara paralel meningkat ke atas. Contohnya adalah homologasi dari senyawa lidokain.


Berbeda dengan yang paralel, modifikasi dengan cara homologasi juga dapat menghasilkan peningkatan aktivitas, tetapi hubungannya parabolik. Jadi, pada penambahan rantai dengan jumlah tertentu tidak meneruskan untuk menaikkan aktivitasnya, melainkan mengalami penurunan. Contohnya adalah penambahan atom C pada senyawa fenol di bawah ini, keterangan lebih jelas digambarkan dalam bentuk diagram garis.


Kemudian mengubah tipe/jenis aktivitas. Misalnya sebelumnya merupakan senyawa yang hanya bekerja sebagai pengeblok ganglion, dengan adanya homologasi, menyebabkan perubahan tipe senyawa yang berbeda yaitu menjadi pengeblok neurotransmitter dengan aksi ganglionik yang lemah. Contoh senyawanya adalah Hexametonium (pengemblok ganglionik) dihomologasi (mendapatkan tambahan 4 atom C, ditunjukkan pada lingkaran merah) menjadi Dekametonium. 


Contoh lainnya, sebelumnya menjadi efek samping, setelah dihomologasi menghasilkan efek terapetik. Yaitu Prometazin yang mana memiliki aktivitas utama atau efek terapetiknya adalah antihistamin, dengan efek sampingnya berupa antikolinergik dan antipsikotik. Berikutnya dimodifikasi dengan cara homologasi dengan ditambahkan 1 metil, jadi yang sebelumnya metil dihomologasi menjadi etil (seperti yang ditunjukkan pada lingkaran merah), senyawa hasil homologasi adalah Etopromazin, dengan efek terapetiknya adalah efek samping senyawa yang sebelumnya yaitu antikolinergik, dengan efek sampingnya adalah antihistamin dan antipsikotik. Ada lagi contoh lainnya, senyawa yang baru saja dihomologasi dihomologasi lagi dengan ditambahkan 1 metil sehingga bertambah jaraknya (seperti ditunjukkan pada lingkaran merah), senyawa hasilnya adalah Klorpromazin, dengan efek terapetik adalah antipsikotik, sementara efek sampingnya adalah antikolinergik dan antihistamin. 


Pemasukkan ikatan rangkap.
Pemasukkan ikatan ranggap dua atau tiga akan menambah kekakuan atau mengurangi kelenturan rantai C. Bisa juga akan membentuk isomerisme Cis-trans. Kita juga mengetahui bahwa ikatan C rangkap tiga lebih pendek dari yang rangkap 2 dan ikatan tunggal sehingga perubahan ini juga dapat merubah aktivitasnya. Contohnya saja efek hipotensif yang dihasilkan dari heksametonium dengan adanya perubahan jenis ikatan. 

Perubahan cincin menjadi rantai, atau sebaliknya.
Adanya perubahan ini juga dapat merubah aktivitasnya. Contohnya saja gugus dimetilamino pada senyawa Klorpromazin yang diganti dengan gugus piperazin sebagai senyawa siklik atau  cincin akan merubah efeknya yaitu efek antiemetik dan tranqulizer menjadi lebih baik. 


Pemasukkan, penghilangan, atau penggantian gugus bulky
Metode ini khususnya digunakan untuk merubah agonis menjadi antagonis atau sebaliknya. Contohnya adalah senyawa kolinergik yaitu Asetilkolin, dimodifikasi dengan ditambah gugus bulky sehingga memberikan aktivitas antagonis yaitu antikolinergik, senyawa hasil modifikasinya adalah Propantelin. Perlu diperhatikan terkait dengan senyawa yang dimodifikasi menjadi antagonis, apabila tujuannya adalah untuk membalikkan aktivitas, jangan sampai mengganggu interaksi obat itu (yang bersifat antagonis) dengan reseptor. Intinya, meskipun bersifat antagonis, senyawa harus tetap mampu berinteraksi, karena dengan adanya interaksi tersebutlah dapat dihasilkan aktivitas yang berlawanan. Meskipun ditambah gugus bulky, sudah diperkirakan masih ada ruang untuk tetap dapat berinteraksi. Bedanya dengan agonis, antagonis memiliki ikatan yang lebih kuat sehingga tidak akan terdisosiasi dan menghasilkan efek agonis, jadi konformasinya sesungguhnya tidak berubah, tetapi hanya interaksinya saja yang lebih kuat. 


Pemasukkan pusat optis aktif, sehingga diperoleh senyawa isomer optik, dan memisahkan campuran isomer.
Adanya penambahan atom asimetrik pada bagian esensial interaksi obat-reseptor maka dapat menghasilkan aktivitas yang berbeda. Sementara jika penambahannya bukan pada bagian yang esensial maka aktivitasnya akan tetap sama. Senyawa isomer yang dihasilkan, jika dicampurkan, maka akan memberikan aksi yang berbeda, berikut adalah macam-macam aksi yang mungkin:
  1. Aktif dan tidak aktif
  2. Aktif dan aktif beda potensial, contohnya L-epinefrin dan D-epinefrin, memiliki keaktifan yang sama tetapi potensi aktivitasnya berbeda.
  3. Agonis dan antagonis kompetitif
  4. Agonis dan agonis parsial
Nomor 1 dan 2 adalah aksi yang paling umum.

Berikut adalah upaya modifikasi 2:
  1. Substitusi isosterik, topologi struktur tetap.
  2. Perubahan posisi/orientasi gugus tertentu.
  3. Pemasukan alkylating agent/molekul lain.
  4. Modifikasi untuk penghambatan/peningkatan berbagai keadaan elektronik/molekul.
Substitusi isosterik.
Ini merupakan jenis modifikasi yang mempertahankan topologi struktur. Contohnya adalah struktur obat penenang trisiklik yang dimodifikasi tetap trisiklik (yaitu antidepresan trisiklik), dimodifikasi dengan mengganti atom S dengan atom C rangkap 2. Dengan demikian, modifikasi strukturnya dapat tetap mempertahankan topologi strukturnya. 


Substitusi isosterik, artinya terjadi penggantian gugus senyawa awal dengan gugus yang isoster dengannya. Istilah isosterisme ini didefinisikan oleh Langmuir dan Grimm. Menurut Langmuir (1919), isosterisme adalah kemiripan sifat fisika-kimia atom, gugus, radikal, dan molekul yang berstruktur elektronik serpua. Misalnya atom segolongan pada sistem periodik berkala yang tidak jauh terpisah (jumlah dan susunan elektron terluar sama). Contohnya Cl dengan F, Cl dengan Br, Cl dengan I, dan seterusnya.

Menurut Grimm, issoter adalah atom dan hidridanya yang segaris vertikal pada tabel kaidah pergeseran hidrida. Dengan demikian, gugusan isoster ini bisa saling menggantikan. 


Erlenmeyer memperluas konsep keisosteran dan menambah pembatasan yang mana atom, molekul, atau gugusan dikatakan isoster jika:
  1. lapisan elektron terluar harus sama dalam bentuk, ukuran, dan kepolaran.
  2. senyawa-senyawa harus isomorf.
  3. molekul 2 pasangan isoster harus sesuai dengan kisi kristal yang sama.
Sementara Hinsberg menunjukkan hal lain bahwa CH=CH isoster dengan S, dan juga senyawa lain seperti Tiofen, Benzen, Piridin, Pirol, dan Fural saling isoster. 

Terdapat istilah lain yaitu "bioisosterisme". Bioisosterisme tidak hanya melihat kemiripan dari aspek kimianya saja tetapi juga dilihat dari aspek biologis terkait dengan aktivitas biologisnya. Untuk dapat menimbulkan aktivitas biologis yang diinginkan, obat yang molekulnya dimodifikasi harus tetap berinteraksi dengan reseptor sebagaimana obat aslinya. Modifikasi molekul itu tidak boleh terlalu drastis. Isosterisme dijadikan sebgai salah satu dasar rancangan modifikasi struktur obat, yang dalam hal ini Friedman, 1951,-lah yang menciptakan istilah bioisosterisme. 

Terkait bioisosterisme, bioisosterisme dibagi menjadi 2 golongan, yaitu bioisosterisme klasik dan non klasik. 

Bioisosterisme klasik. Di bawah ini terdapat tabel yang menunjukkan bahwa unsur yang terletak secara vertikel merupakan bioisosterisme, misalnya gugus -CH=CH- dengan -S-, -O-, dan seterusnya. 


Bioisosterisme non klasik, tidak memenuhi secara ketat kaidah sterik dan elektronik seperti bioisoster klasik. Berikut adalah contohnya:



Pada tabel, kalau tidak salah, yang segaris vertikal merupakan gugusan yang saling bioisoster secara non klasik. Sementara gambar di bawahnya adalah contoh senyawa yang saling bioisoster non klasik, di mana tidak memenuhi secara ketat kaidah sterik dan elektronik.

Pemasukkan gugus alkylating agent.
Alkylating agent merupakan senyawa yang sangat reaktif, kalau tidak ada senyawa pengarah maka alkylating agent ini dapat berinteraksi dengan sel manapun. Berikut adalah contoh senyawa yang dimasukkan gugus alkylating agent sehingga distribusi senyawanya menjadi lebih terarah.


Perubahan posisi atau orientasi gugus fungsi.
Posisi gugus tertentu terkadang penting untuk aktivitas. Berikut merupakan contoh adanya modifikasi pada posisi dapat mempengaruhi besar aktivitasnya. 


Modifikasi untuk inhibisi atau promosi berbagai keadaan elektronik molekul.
Gugus kimia tertentu dapat menghasilkan efek elektronik yang penting, yaitu induktif dan resonansi (konjugatif). Efek ini dapat merubah sifat-sfiat fisika kimia, sehingga pada akhirnya dapat merubah efek biologi. 

Efek induktif atau disebut juga elektrostatik ada dua macam, yaitu efek induktif negatif (-I) dan positif (+I). Efek induktif negatif adalah yang mampu menarik elektron lebih besar dari H, elektronegatifnya besar, dan merupakan akseptor elektron. Contohnya -NH3+, -NO2, -CN, -COOH, -COOR, -F, -Br. Sementara efek induktif positif adalah yang kemampuan menarik elektronnya lebih kecil dari H dan merupakan donor elektron. Contohnya adalah -CH3, -CH2R,dst. 

Resonansi adalah gugusan yang dapat meningkatkan densitas elektron pada sistem konjugasi ikatan rangkap.

Sampai di sini, dikenal suatu istilah yang disebut molecular docking yang mana merupakan salah satu alternatif dalam melakukan modifikasi struktur. Metode ini digunakan untuk obat yang sudah diketahui reseptornya dan tersedia model reseptornya. Struktur yang dirancang nantinya akan ditambatkan pada reseptor yang dipilih. Kemudian dibandingkan kesesuaian interaksi struktur senyawa yang dirancang dengan interaksi senyawa acuan. Selanjutnya sejumlah analog senyawa yang menunjukkan interasi yang baik disintesis. 

Sampai di sini juga yang bisa disampaikan, materi berikutnya akan dilanjutkan pada pertemuan minggu depan. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung :D

3 comments:

  1. lengkap!!! makasih kaaa. sukses terus :)

    ReplyDelete
  2. Terima kasih Chan Novy! Sukses juga yaa :D

    ReplyDelete
  3. Jazakillaah kaa , kebantu banget lagi beljar Stabiitas Obat hhe

    ReplyDelete

If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)