Thursday, March 16, 2023

Spoiler Alert: Suzume No Tojimari (Jangan Dibaca Kalau Ga Mau Spoiler)

Sebetulnya udah feeling kalo hari ini ga tayang lagi di XXI Margocity Depok. Bener aja pas cek jadwal tayang, ga ada jadwal untuk tanggal 16 Maret 2023, terakhir kemarin tanggal 15. Tadinya udah nyerah, coba googling lagi, eh lupa kalo bioskop kan ga cuma XXI wkwkwk. Alhamdulillah masih tayang di Cinepolis. Langsung lah kusikat tiketnya yang pukul 12:30. Aku beli tiket online, padahal dalam hati, sedikit melarang, jangan deh, beli langsung aja, takut telat. Tapi, sudah aku beli online pada akhirnya.

Bener aja, aku kelamaan telfonan sama kakak ipar, yang tadi rencananya mau berangkat jam 12:10 dari kosan, jadi baru berangkat 12:20. Wah bener-bener nih si Nurul, kelakuan kalo agendanya untuk diri sendiri suka ngaret, selain pernah ketinggalan kereta, aku juga pernah ketinggalan pesawat. Tapi kalo agendanya sama orang lain, aku bisa tepat waktu, meski kadang-kadang telat dikit. Anehnya lagi, pas di Jepang, aku bisa loh on time bahkan datang lebih dulu.

Kayaknya gini deh, di Jepang aku bisa on time, karena aku ga mengalami kekecewaan kalau datang on time, karena hampir semuanya on time, jadi ga merasa sendiri. Istilah "on time" di Jepang itu, kalau janjian jam 1, on time-nya jam setengah 1. Nah kalau di Indonesia ya, on time-nya jam 1, lalu ada toleransi 15 menit. Jadi, aku bisa ngikutin on time di Jepang, karena yang lain juga on time. Kalau di Indonesia, aku coba on time, seringnya jadi sendirian, jadi mending on time mepet juga dah, biar udah rame. 

Tapi, kalau agenda sendiri ya, suka banyak excuse dan insecure. Excuse-nya kayak kan ga ada yang nungguin aku ini, agendaku sendiri, insecure-nya tuh kayak duh males banget kalo dateng kecepetan, takut lama nunggu sendirian ga ada temen, nanti-nanti aja deh. Atau pas lagi mau ke stasiun, males kepagian ke stasiunnya, males nunggunya kelamaan. Tapi seringnya, bukannya on time, malah telat muluuuu. Dasar Nuruuulll. Ga belajar-belajar setelah ketinggalan pesawat. 

Mengejar jam 12:30 dalam waktu 10 menit jalan kaki dari kosan ke Cinepolis Detos, nampak mustahil. Tapi ya udah lah yaa, udah kepesen juga tiketnya. Aku jalan cepat sambil lari-lari dikit keringetan, aku estimasi perjalanan mungkin butuh 15 menitan, pasti telat nih. Pas cek jam di hp saat nunggu lift, ga nyangka aku cuma spent 10 menit. Suatu keajaiban >.<. Sampai di Cinepolis, mbanya bilang masih belum mulai, masih iklan. Alhamdulillahhhh hehehe. 

Tadinya udah pasrah kalo nontonnya udah kepotong, sebenernya agak ga rela dan menyalahkan diri sendiri sih kalau beneran telat, mana enak nonton ga dari awal, kalau kelewat dikit kan jadi ga konek sama ceritanya secara utuh. 

Jadi begitulah ceritanya yaa, jangan ditiru berangkatnya mepet. Ga usah dengerin insecurity soal khawatir nunggu lama, sendirian, dan lain-lain, yang penting itu jangan sampai ketinggalan. Yang rugi kalo ketinggalan kan diri sendiri. Terus kalo emang udah feeling akan telat, beli langsung aja deh, supaya kalau emang telat, beli tiket yang jam berikutnya aja. 

Tayangan pertama-tama bikin hatiku senang melihatnyaa, digambar dengan detail, pemandangan laut yang berkelap-kelip kena pantulan sinar matahari siang yang dilihat dari atas bukitnya indah banget. Dimulai dengan adegan Suzume yang lagi berangkat sekolah ketemu ikemen no hito (orang ganteng) kalo kata Suzume wkwk. Ini lebay banget sih menurutku. Penggambaran Suzume seperti bocil anak SMP, ketemu Souta yang dibilang ganteng sama Suzume, ukuran om-om kalau kesan pertamaku ya.

Ternyata pas jalanin ceritanya, Suzume bukan anak SMP, tapi anak SMA kelas 2 dan Souta anak kuliahan tahun keempat. Ini pendapat pribadi yaa, penggambaran Suzume dan Soutanya kurang pas, seperti yang tadi aku bilang, Suzume SMA kelas 2 SMA tapi potongannya kayak bocil SMP, sementara Souta yang masih anak kuliahan, tapi udah kayak om-om. Kan, jadi pas adegan pertama Suzume ketemu sama Souta, jadi ga relate aja gitu sama dunia nyata, bocil SMP suka sama om-om. Ada sih tapi, mmm gimana gitu yah. 

Suzume


Souta


Tapi kalo emang SMA anak kelas 2 dan anak kuliahan masih oke lah ya, dari segi cerita masih nyambung, tapi dari penggambarannya, kurang pas menurutku. Maap-maap, baru spoiler aja udah mengkritik. Seterusnya, kritikanku pasti dibayang-bayangi sama pengalamanku nonton Kimi no Nawa. Kalau di Kimi no Nawa, Usia Taki dan Mitsuha yang sama-sama masih usia sekolah, pas sama penggambarannya. Jadi aku suka. 

Btw penggambaran Suzume yang terkesan bocil itu adalah apa yang aku lihat pertama kali pas tayang ya, tapi selanjutnya seiring berjalannya cerita dan Suzume pakai baju bebas yang bukan baju sekolah, baru keliatan aura anak SMA-nya. 

Terlepas dari hal itu, seperti biasa anime yang dibuat Makoto Shinkai ini dibuat dengan detail. Aku jadi bisa merasakan suasana aslinya di sana. Bikin aku tersentuh, aku jadi teringat lagi momen-momen di sana, membuat aku makin rindu Jepang. Di antaranya, scene dimana peringatan gempa langsung tersambung di hp setiap penduduk. Itu aku alamin banget, terutama ketika terjadi gempa 6an SR di Sapporo, itu bikin aku deg-degan tiap kali dapat alert di HP, dan bener aja beberapa detik kemudian muncul gempa-gempa itu. 

Kecanggihan teknologinya dan caranya bisa mendistribusikan informasi secara cepat kepada seluruh penduduk bahkan ke macam aku yang cuma penduduk sementara, itu keren banget. Suatu teknologi yang belum juga diterapkan di Indonesia. 

Jadi bagusnya cerita dari Suzume ini, berhasil membuat aku paham terkait fantasi yang diceritakan, dimana bencana-bencana yang terjadi di Jepang yang kaitannya dengan gempa diakibatkan oleh cacing raksasa yang keluar melalui pintu-pintu. Suatu pintu yang menjadi gerbang masuk dari kehidupan dunia dan akhirat. Cacing-cacing ini berasal dari alam bawah akhirat, yang kalau keluar lewat pintu,  memasuki alam dunia, dan jika berhasil jatuh ke bumi, maka gempa akan terjadi. 

Souta adalah seorang 'penutup' yang bertugas menutup pintu-pintu gerbang tersebut, untuk mencegah cacing jatuh ke bumi. Selain penutup, terdapat dua batu kunci yang menjadi penjaga agar cacing tidak berhasil keluar. Kesalahan terjadi sewaktu Suzume mengikuti Souta saat mencari pintu. Suzume saat itu membuka pintunya, lalu karena kepo, ga sengaja menarik batu kunci, akibatnya batu kunci tersebut terlepas dan berubah menjadi kucing yang menggemaskan, disebutnya Daijin.

Pintu yang dibuka Suzume

Suzume, Souta, Kursi, dan Cacing Raksasa



Akibatnya cacing raksasa dengan mudah keluar dari pintu, di situ Souta bersusah payah menutup pintunya hingga akhirnya mengalami luka-luka, dibantu Suzume dan akhirnya berhasil menutupnya. Suzume mengajak Souta untuk mengobati lukanya di rumahnya. Saat membebet luka Souta dengan perbannya, Daijin muncul, Suzume memberikannya makan. "Suzume daisuki (aku suka Suzume"), "Suzume yasashii (Suzume baik hati)", kata Daijin, "Kimi wa jama (kamu menghalangiku)" mengarahkan perkataan itu kepada Souta, yang akhirnya Souta dikutuk menjadi kursi berkaki tiga punya Suzume. Daijin kemudian berkeliaran keluar setelah membuat kegaduhan. 

Daijin

Suzume berinteraksi dengan Souta yang menjadi kursi

Suzume dan Souta lagi dalam wujud kursi



Rupanya Suzume ingin menjadi perawat seperti ibunya. Ibunya sudah tiada sejak kecil. Suzume diasuh oleh adik ibunya yang belum juga menikah di usianya yang ke 40an, karena fokus merawatnya. Selama pengasuhannya, Suzume merasa terlalu dikekang. Pertemuannya dengan Souta, mendorongnya untuk pergi keluar rumah. Sambil menjalani misinya membantu Souta menutup pintu-pintu yang terbuka  sehingga bencana gempa tersebar di seluruh Jepang.

Suzume sambil membawa Souta dalam wujud kursi, berkeliling Jepang, ke tempat-tempat dimana Daijin berada dimana saat bersamaan pintu gerbang terbuka menyebabkan cacing raksasa serta ancaman bencana gempa menghantui. Dengan perjuangan, pintu-pintu tersebut berhasil ditutup, namun gagal terus menangkap Daijin. Daijin perlu ditangkap agar Souta kembali ke wujud manusia.

Penggambaran latar kejadiannya juga sangat tepat, dengan masa kini. Penelusuran tempat sudah menggunakan smartphone dengan gps, kondisi Tokyo terkini dan belibetnya jalur kereta, halte bus, kafe, penginapan, tepat sekalii. 

Ada satu hal lagi yang relate, tapi lebih relate-nya untuk diriku sih hehe. Suzume kecil masih belum dikasih tau kalau ibunya sudah tiada sewaktu peristiwa tsunami itu, Suzume sambil menangis berkeliling mencari-cari ibunya. "Okaasan wa doko? (ibu dimanaaa?"). Sampai ga sengaja, Suzume ketemu pintu misterius, ketika dibuka, Suzume kecil masuk ke dalam kehidupan akhirat mencari ibunya. 

Singkat cerita, Souta terlalu lama dikutuk menjadi kursi, hingga akhirnya bernasib membeku menjadi batu kunci menggantikan Daijin. Souta berakhir dengan takdir menjadi penjaga pintu dan berada di alam akhirat. Setiap manusia yang masih hidup ketika menemukan pintu gerbang tersebut, hanya bisa melihat tebaran langit indah akhirat, tetapi tidak bisa memasukinya. 

Suzume tentu sangat bersedih ditinggal Souta. Namun, Suzume tidak menyerah, dia mencari cara agar bisa menyelamatkan Souta dan membawanya kembali ke dunia. Suzume menemui kakeknya Souta yang juga seorang 'penutup', tetapi sedang dalam perawatan di rumah sakit. Awalnya kakek meminta Suzume untuk pasrah dan menerima takdir Souta yang sudah tiada di dunia. Namun melihat kegigihan Suzume yang tak takut mati, kakek Souta pun memberikan informasi bahwa ada satu pintu yang bisa Suzume masuki, yaitu pintu yang Suzume kecil pernah memasukinya secara tidak sengaja, yang letaknya ada di kampung halamannya.

Berhasil memasuki alam akhirat, Suzume juga berhasil menyelamatkan Souta. Belum sampai keluar untuk kembali ke dunia, Suzume melihat Suzume kecil yang tersasar sambil menangis tersedu-sedu mencari ibunya. Di situ, Suzume mendekati Suzume kecil dan memeluknya. Mengatakan padanya bahwa 

"Suzume mengerti kamu bersedih, tetapi Suzume kecil, kamu harus bangkit, kamu tidak perlu khawatir dengan masa depan, kamu akan bertumbuh, kamu akan menemui orang-orang baru yang juga akan menyayangimu. Jadi jangan takut."

Ini yang aku maksud relate dengan diriku. Ngga kuat pas scene ini, jleb banget. Karena aku di situasi yang masih kehilangan ibu, dan khawatir dengan masa depan tanpa ibu. Perkataan Suzume dewasa kepada Suzume kecil di atas, aku note banget sih. Tapi tetap ngga semudah itu. Meskipun demikian, aku jadi (sedikit) lebih ada keinginan untuk bangkit. Meski nyatanya masih sulit. Setidaknya, aku note untuk dijadikan consideration lah ya untuk bangkit. Let see. Sekarang aku cuma berusaha menjalani hidup aja gimana waktu membawaku, meski hari-hari sebenarnya masih terasa hampa. 

Terakhir, soundtrack dari RADWIMPS ini suka bangetttt, passsss, sangat menyentuh. Dengerin sendiri deh.

Overall, aku kasih rating 8,5 dari 10. Dibanding Kimi no Nawa aku masih lebih suka Kimi no Nawa, kalau Kimi no Nawa, dari aku 9 yaa. Tapi 8,5 juga bukan angka yang buruk, itu masih dapat A yah. Masih bagus dan recommended untuk ditonton. Buruan nonton, sebelum masa tayangnya berakhir. 

Sekian dulu, spoiler dan review dariku ya. Perlu ditekankan bahwa seluruh ulasanku di atas itu murni pendapat pribadiku ya, sangat mungkin adanya perbedaan pendapat. Mohon maaf kalau ada salah. Terima kasih sudah berkunjung!


Disclaimer: seluruh gambar diambil dari google

0 comments:

Post a Comment

If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)