Saturday, April 08, 2023

Ulasan Singkat Mengenai Sakit Kepala



Ketika dulu waktu kuliah, aku mempelajari bahwa sakit kepala ada banyak penyebabnya, ada satu hal yang paling aku ingat, yaitu sakit kepala terjadi karena adanya perbedaan tekanan di dalam bagian kepala yang kemudian mengaktifkan saraf nyeri untuk memberikan sinyal pada tubuh bahwa terjadi suatu hal yang tidak diinginkan di dalam kepala.

Obat-obatan yang diberikan, sebut saja parasetamol, bukanlah obat yang bekerja langsung dalam mengatasi akar masalah penyebab nyerinya. Pasacetamol tidak bekerja untuk menstabilkan tekanan dalam kepala. Melainkan hanya obat yang bersifat sebagai analgesik atau antinyeri saja, yang meredam rasa nyeri yang muncul.

Pada dasarnya, secara alami tubuh akan dapat mengatasi perbedaan tekanan tersebut, hanya saja perlu waktu, sehingga dalam prosesnya rasa nyeri akan tetap muncul sampai tekanan kembali stabil. Oleh karena itu, sebenarnya jika kita membiarkan saja tanpa konsumsi analgesik, dengan sabar menahan rasa sakitnya, keadaan tubuh akan perlahan kembali normal dan rasa nyeri akan hilang.

Hanya saja, tidak semua kondisi dapat diatasi tanpa obat, sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya, ada banyak macam sakit kepala, dari ringan hingga yang berat. Sakit kepala yang berat bisa menjadi suatu pertanda adanya penyakit yang lebih serius, sehingga apabila diabaikan, tidak mungkin dapat sembuh sendiri, dibutuhkan pengobatan lanjutan. 

Menurut klasifikasi internasional edisi ketiga, sakit kepala terbagi menjadi 3 jenis, yaitu (1) sakit kepala primer, (2) sakit kepala sekunder, dan (3) painful cranial neuropaty, nyeri wajah lain, dan gangguan sakit kepala lainnya. [1] 

Sakit kepala primer adalah sakit kepala yang tidak diketahui patologinya secara pasti. Patologi adalah mengenai bagaimana suatu penyakit terjadi. Contoh macam sakit kepala yang termasuk ke dalam sakit kepala primer antara lain migrain, tension-type headache, sefalgia otonom trigeminal (trigeminal autonomic cephalgia), dan gangguan sakit kepala primer lainnya. 

Migrain adalah sakit kepala ditandai dengan rasa sakit yang berdenyut yang sering dialami wanita dengan rasio terjadinya dibanding pada pria adalah 3:1. Penyebab paling utama adalah stres emosional yang mana terjadi sekitar 80%, diikuti dengan penyebab lainnya seperti hormon pada perempuan, tidak makan, cuaca, gangguan tidur, bau-bauan, nyeri leher, cahaya, alkohol, asap rokok, tidur larut, panas, dan seterusnya. [2]

Pada migrain, terdapat istilah yang disebut "aura", yaitu suatu tanda peringatan yang memberi tahu orang tersebut akan terjadinya sakit kepala migrain. Aura dapat berupa masalah pada penglihatan misalnya melihat suatu kilatan cahaya, kekakuan pada leher, atau kesemutan pada anggota tubuh. Ada atau tidaknya aura dijadikan sebagai dasar klasifikasi migrain. Migrain yang paling umum terjadi adalah migrain tanpa aura. [1,2]

Tatalaksana migrain adalah sebagai berikut, dikutip dari referensi nomor 2.



Tension-type  headache (TTH), adalah suatu nyeri kepala yang terjadi secara berulang dapat berupa rasa tegang seperti diikat, dapat berlangsung beberapa menit hingga beberapa minggu. Tidak ada tes laboratorium yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis TTH ini. Namun, bedanya dengan migrain, intensitas nyeri kepala pada TTH tidak terpengaruh dengan adanya aktivitas fisik. Pada migrain, adanya aktivitas fisik dapat memperburuk intensitas nyeri kepala. [3]

Meskipun TTH secara harfiah cenderung disebabkan karena adanya semacam ketegangan otot, penyebab TTH masih belum diketahui secara penuh. Terapi yang dapat dilakukan dapat berupa terapi farmakologi (dengan obat) dan nonfarmakologi (tanpa obat). Untuk TTH yang dengan pengulangan (episodic) yang jarang, biasanya cukup dengan analgesik saja. Sementara TTH dengan episodic yang frequent bisa diberikan kombinasi analgesik (seperti parasetamol) sederhana dan NSAID. [3]

Obat TTH yang diberikan berdasarkan keparahannya: akut, lini pertama, lini kedua, tampak pada Tabel di bawah yang dikutip dari referensi nomor 3. 


Terapi nonfarmakologi tampak lebih menarik karena melibatkan terapi fisik dan psikologis. Secara fisik meliputi perbaikan postur, relaksasi, program latihan, paket panas dan dingin, ultrasound, dan stimulasi listrik. Sementara terapi psikologis meliputi pelatihan relaksasi, EMG biofeedback dan Cognitive-behavioural therapy. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengurangi ketegangan otot, kontrol atas ketegangan otot, dan menghilangkan stres. [3]

Trigeminal autonomic cephalgia adalah gangguan sakit kepala yang dicirikan dengan nyeri distribusi trigeminal (saraf trigeminal meliputi saraf yang terletak di sisi wajah) unilateral (pada satu sisi) yang terjadi dengan gejala ipsilateral. [1, 4]

Gejala otonom ipsilateral yang mungkin terjadi mencakup edema kelopak mata, kongesti nasal (hidung tersumbat), lakrimasi (kelebihan produksi air mata), ataupun berkeringat. [5]

Menurut referensi nomor 6, trigeminal autonomic cephalgia adalah cluster headache (CH). CH merupakan sakit kepala yang sangat menyiksa bahkan sering disebut sebagai 'suicide headache' atau sakit kepala bunuh diri karena rasanya yang amat parah atau rasa sakit terburuk. Disebut 'cluster' mungkin karena kejadiannya pada suatu gugus di satu sisi kepala dengan rasa sakit yang cenderung lebih parah daripada migrain karena terjadi berpola dan berulang. 

Penyebab pastinya belum jelas diketahui. Lebih banyak dialami oleh pria dengan rasio kejadian terhadap wanita 3:1, dan berdasarkan laporan, sakit kepala ini dipicu oleh stres, tidur, asupan alkohol, maupun cuaca. Meskipun demikian, kejadian ini cukup langka, dengan frekuensi kemunculan 1 dari 1000 orang. Tatalaksananya dapat meliputi pemberian obat oral seperti Zolmitriptan, pemberian oksigen (terbukti efektif pada pasien CH), hingga penggunaan perangkat radiofrekuensi SPG (Gaglion sphenopalatina). [6]

Sekarang kita masuk ke sakit kepala sekunder. Disebut sekunder, karena ada suatu kondisi penyakit tertentu yang menjadi penyebab timbulnya rasa sakit kepala tersebut. Sebagai contoh, adanya suatu infeksi atau serangan bakteri patogen, gejalanya dapat berupa sakit kepala dan demam. Oleh karena itu tatalaksananya tidak hanya dapat berupa pemberian analgesik saja, dibutuhkan serangkaian obat-obatan lainnya yang diperlukan, misalnya saja antibiotik untuk menumpas bakteri tersebut, dan seterusnya. Berhubung ada banyak kondisi penyakit yang dapat menyertai sakit kepala, maka pengobatannya pun tergantung pada kondisi penyakit yang dimaksud, maka dapat berbeda-beda.

Selain itu, menurut ICHD (International Classification of Headache Disorders), kondisi penyakit yang menyertai sakit kepala sekunder selain infeksi, antara lain trauma, penyakit vaskular, gangguan homeostatis, sakit kepala toksik atau withdrawal headache (sakit kepala akibat menghentikan pengobatan yang sedang dijalani selama seminggu atau beberapa bulan), dan sakit kepala karena kondisi intrakranial nonvaskular. [1]

Terakhir terkait painful cranial neuropathy, adalah sakit kepala yang terjadi ketika ada kerusakan pada saraf kranial di dalam otak atau batan otak. Orang yang mengalaminya dapat merasakan beberapa gejala seperti kelemahan pada satu sisi wajahnya. Pada manusia terdapat 12 saraf kranial yang berfungsi sebagai saraf yang memproses informasi sensori dan pergerakan. Contohnya, apabila terjadi kelumpuhan pada saraf ketiga (third nerve palsy) dapat menyebabkan perubahan atau gangguan penglihatan mata.  [7]

Penyebabnya dapat beragam, misalnya karena microvacular cranial nerve palsy (kelumpuhan saraf kranial mirkovaskular), hingga kurangnya aliran darah ke saraf dalam otak. Pengobatannya tergantung pada saraf mana yang terpengaruh dan gejala apa saja yang dirasakan oleh pasien. [7]

Kesimpulannya, sakit kepala tidak sesederhana itu. Ada banyak jenisnya, gejala yang dirasa, dan penanganan mana yang tepat sebagai tatalaksananya. Penyebabnya pun bervariasi, ada yang belum diketahui secara jelas dan ada yang muncul karena adanya kondisi penyakit tertentu. Pada akhirnya, berkunjunglah ke dokter, untuk memperoleh diagnosis dan pengobatan yang tepat. 

Sebagai salah satu tindakan pencegahan, jika disimak dari awal, salah satu penyebab sakit kepala terkait dengan stres atau pikiran. Oleh karena itu, milikilah pikiran yang sehat, relaks, hindari pikiran yang berlebihan, fokus pada masa sekarang, jangan terikat pada masa lalu dan ketakutan masa depan. Siapa yang menyangka bahwa masalah mental yang menyebabkan stres bahkan hingga berkepanjangan menjadi depresi dapat menyebabkan masalah kesehatan yang rumit begini. 

Oh iya, ada satu hal lagi yang mau dibahas. Jika pernah mendengar istilah vertigo, atau lebih sering dikenal pusing tujuh keliling karena sensasinya seperti berputar-putar, maka perlu untuk membedakannya dengan sakit kepala. Vertigo bukanlah penyakit, melainkan suatu gejala. Yang terjadi akibat adanya gangguan keseimbangan pada sistem vestibular (indra keseimbangan yang terdapat di dalam telinga) atau pada sistem saraf pusat. Tatalaksananya juga berbeda dapat berupa pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel (Particle Repositioning Maneuver, PRM) hingga terapi dengan obat seperti obat golongan benzodiazepam. [8]

Baiklah, sekian ulasan mengenai sakit kepala saat ini, semoga pembaca sekalian selalu diberi kesehatan dan terbebas dari rasa sakit kepala. Mohon maaf kalau ada salah. Terima kasih sudah berkunjung!


Referensi:

[1] Rizzoli, P., & Mullally, W.J. (2017). Headache (Review). The American Journal of Medicine, 131(1), 17-24. https://doi.org/10.1016/j.amjmed.2017.09.005

[2] Abyuda, K.P.P., & Kurniawan, S.N. (2021). Complicated Migrain. Journal of Pain Headache and Vertigo, 2, 28-33. https://doi.org/10.21776/ub.jphv.2021.002.02.2

[3] Muthmainnina, A.N., & Kurniawan, S.N. (2022). Tension Type Headache (TTH). Journal of Pain Headache and Vertigo, 3, 41-44. http://doi.org/10.21776/ub.jphv.2022.003.02.3

[4] Matharu, M.S., & Goadsby, P.J. (2002). Trigeminal Autonomic Cephalgias. J Neurol Neurosurg Psychiatry, 72, 19-26. 

[5] Haryani, S., Tandy, V., Vania, A., & Barus, J. (2018). Penatalaksanaan nyeri kepala pada layanan primer. Callosum Neurology Journal, 1(3), 83-90.

[6] Anisa, M., & Kurniawan, S.N. (2022). Cluster headache. Journal of Pain Headache and Vertigo, 3, 29-34. http://doi.org/10.21776/ub.jphv.2022.003.02.1

[7] Han, S., & Caporuscio J. (2023). Cranial neuropathyL what to know. MedicalNewsToday. https://www.medicalnewstoday.com/articles/cranial-neuropathy

[8] Setiawati, M., & Susianti. (2016). Diagnosis dan tatalaksana vertigo. Majority, 5(4), 91-95. 

Posted on by Nurul Fajry Maulida | No comments

0 comments:

Post a Comment

If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)